tirto.id - Menteri Sosial Juliari Batubara mengeluhkan kurangnya peran daerah dalam memperbaharui data kependudukan. Dia mencatat 92 kabupaten/ kota masuk kategori parah karena tak melakukan pemutakhiran data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) sejak tahun 2015.
Lalu ada 319 kabupaten kota masih golongan setengah parah karena tak memutakhirkan datanya sampai 50 persen. Untungnya masih ada 103 kabupaten/kota yang sudah memperbaiki lebih dari 50 persen datanya.
“Masih banyak yang tidak meng-update sama sekali atau hanya mengupdate kurang dari 50 persen. Kalau bisa lebih baik pasti lebih akurat,” ucap Juliari dalam rapat bersama Komisi VIII DPR RI, Rabu (1/7/2020).
Juliari menjelaskan masalah ini bermula dari tahun 2015. Waktu itu Kemensos sudah tak lagi mengemban tugas verifikasi dan validasi data lantaran sudah menjadi tanggung jawab daerah. Penyebabnya Juliari beralasan tidak ada penganggaran untuk program ini.
Untuk tahun 2021 ini, Kemensos sudah mengantongi Rp425 miliar untuk melakukan pembenahan data tetapi Juliari menilai anggaran itu masih kurang. Imbasnya Kemensos hanya bisa memperbaiki data dari para penerima bansos. Maksudnya jika penerima tidak lagi layak maka orang itu akan dicoret alias pembenahan inclusion error.
Ia perlu tambahan Rp875 miliar sehingga totalnya menjadi Rp1,3 triliun. Jika memiliki anggaran sebesar itu ia yakin Kemensos bisa memperbaiki data di 514 kabupaten kota dan 34 provinsi di Indonesia. Pada kasus ini, Kemensos menargetkan bisa menjangkau mereka yang belum menerima bantuan sehingga ruangnya sampai exclusion error.
Di luar anggaran ada hambatan peraturan perundang-undangan. Juliari beralasan saat ini proses penyusunan data baik itu DTKS apalagi kemiskinan dilakukan berjenjang sebagaimana UU 13/2011.
“Apabila saya usulkan jika UU dianggap menghambat proses percepatan data mari kita ubah/ Tidak ktia buat berjenjang. Tapi perlu mendengar teman-teman daerah karena ada UU di sebelahnya juga,” ucap Juliari.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Reja Hidayat