Menuju konten utama

Kemendikbud Jawab Kritik PBNU ke Sekolah 8 Jam Sehari

Kemendikbud menjawab kritik PBNU mengenai aturan sekolah 8 jam sehari dengan memastikan regulasi itu tidak akan mematikan madrasah diniyah serta diberlakukan secara bertahap.

Kemendikbud Jawab Kritik PBNU ke Sekolah 8 Jam Sehari
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj didampingi sejumlah pengurus PBNU menunjukan surat penolakan terhadap aturan sekolah delapan jam per hari yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Kantor PBNU Jakarta, Kamis (15/6/2017). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja.

tirto.id - Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Kemendikbud, Hamid Muhammad menyatakan kritik Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ke aturan sekolah 8 jam sehari sebenarnya sejak lama telah diakomodir oleh kementeriannya.

Menurut Hamid, Kemendikbud telah berkali-kali memastikan pemberlakuan aturan sekolah 8 jam sehari tidak akan mematikan madrasah diniyah dan pengajaran agama di pesantren. Mendikbud Muhadjir Effendy, menurut dia, telah menyampaikan hal ini ke PBNU.

"Pak menteri sudah jauh-jauh sebelumnya ketemu PBNU, dengan LP Ma'arif NU baru minggu lalu kesini (Kemendikbud), Pak menteri sudah sampaikan itu. Waktu itu enggak ada komentar apa-apa," kata Hamid di Kantor Kemendikbud Jakarta pada Kamis (15/6/2017).

Hamid menegaskan madrasah diniyah bisa secara otomatis bersinergi dengan pemberlakuan aturan sekolah 8 jam sehari. Dia beralasan kegiatan madrasah diniyah di berbagai daerah selama ini berlangsung dua jam sejak pukul 15.00-17.00 WIB dan akan mudah diintegrasikan dengan kegiatan sekolah formal yang berlangsung dari jam 07.00-13.00 WIB.

Dia mengimbuhkan pelaksanaan aturan tersebut dilakukan secara bertahap sesuai dengan kondisi kesiapan dan kemampuan masing-masing sekolah.

"Pelaksanaannya bertahap. Sesuai saran dari MUI dan akan dilakukan koordinasi dengan Kemenag untuk petunjuk atau pedoman pelaksanaannya," kata Hamid.

Hamid memastikan dari 215-an ribu sekolah dasar dan menengah di Indonesia, baru 9.800 sekolah yang saat ini layak menjalankan kewajiban menggelar proses belajar 8 jam sehari. Kesiapan itu tergantung dari fasilitas dan ketersediaan jumlah guru berstatus ASN atau penerima tunjangan profesi di masing-masing sekolah.

"Jadi enggak serta-merta langsung semuanya jalan," kata Hamid. "Ya bertahap. Dalam Permendikbud (Permendikbud Nomor 23 tahun 2017 tentang Hari Sekolah) disebut bertahap."

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI KH) Ma'ruf Amin kemarin memang meminta Kemendikbud menerapkan aturan itu secara opsional dan tidak menyeluruh. Sementara Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin meminta ada jaminan berbentuk regulasi yang memastikan aturan itu tak mematikan madrasah diniyah.

Menurut Hamid, pertemuan antara Mendikbud Muhadjir dengan pimpinan pusat MUI, pada Rabu kemarin, juga membahas mekanisme pengawasan implementasi aturan itu, terutama dalam integrasi madrasah diniyah dan pengajaran pesantren dengan kegiatan sekolah formal.

"Kerja sama untuk pengawasan pelaksanaan enggak ada masalah," ujar dia.

Hamid menambahkan kerja sama Kemendikbud dengan MUI itu juga merambah pengawasan pengajaran agama di semua sekolah agar tidak mengarah pada indoktrinasi gagasan ekstrem dan radikal.

"Mengawasi sekolah yang alirannya ekstrem, itu bagus, memastikan anak belajar agama sesuai yang dianut. Kami (Kemendikbud) akan fasilitasi. Kalau nanti MUI ikut bantu, bagus," ujar dia.

Hari ini PBNU menyatakan menolak aturan sekolah 8 jam sehari. Ketua PBNU Said Aqil Siradj menilai aturan ini tidak cocok diberlakukan bagi para siswa yang orang tuanya bekerja di sektor informal dan punya banyak waktu berinteraksi dengan anak-anaknya. Aturan ini, menurut dia, juga bisa menggerus kesempatan siswa melakukan interaksi sosial di luar sekolah.

Sementara LP Ma'arif NU menilai aturan ini berpotensi besar mematikan madrasah diniyah. Pengajaran di madrasah diniyah sulit terintegrasi dengan sekolah formal sebab sistem pendidikannya berbeda.

Ketua LP Ma'arif NU, Arifin Junaidi bahkan mengatakan banyak guru dan siswa sekolah atau madrasah dari berbagai daerah, yang berada di bawah naungan lembaganya, resah dengan aturan ini.

Kemendikbud Sebut Guru Honorer Tak Akan Terbebani

Hamid juga menanggapi kekhawatiran bahwa aturan sekolah 8 jam sehari akan menambah beban guru honorer. Dia menjelaskan beban pekerjaan lebih panjang dalam sehari hanya akan berlaku bagi guru dengan status Aparatur Sipil Negara (ASN) dan para pendidik swasta yang telah menerima tunjangan profesi.

“Yang delapan jam itu guru PNS (ASN). Sama guru yang sudah menerima tunjangan profesi. Guru honorer silahkan mengajar beberapa jam, terus kalau (guru honorer) mau pindah (bekerja sambilan) ke sekolah lain tidak masalah," kata dia.

Sementara untuk sekolah yang memiliki guru berstatus ASN atau penerima tunjangan profesi dengan jumlah minim, menurut Hamid, bisa bebas dari kewajiban aturan sekolah 8 jam sehari.

Baca juga artikel terkait FULL DAY SCHOOL atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom