Menuju konten utama

Kemendikbud Gandeng TNI Jadi Guru, Imparsial: Berpotensi Langgar UU

Imparsial menilai langkah Kemendikbud menggandeng anggota TNI untuk menjadi tenaga pengajar di daerah terpencil berpotensi melanggar UU jika tidak didasari keputusan politik presiden.

Kemendikbud Gandeng TNI Jadi Guru, Imparsial: Berpotensi Langgar UU
Direktur Imparsial Al Araf (tengah), Komisioner Komnas HAM Choirul Anam (kanan) dan Kepala Bidang Strategi dan Mobilisasi KontraS Feri Kusuma menjadi narasumber diskusi mengenai peristiwa Rumoh Geudong Aceh di kantor Imparsial, Jakarta, Minggu (9/9). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Direktur Imparsial, Al Araf mengkritik langkah Kemendikbud menggandeng TNI untuk mengirim tentara sebagai tenaga pengajar pada sekolah di daerah terluar, tertinggal, dan terdepan.

Menurut Al Araf, seharusnya kerja sama antara Kemendikbud dan TNI itu didasari dengan keputusan politik presiden. Jika tidak, kata dia, kerja sama ini berpotensi melanggar Undang-Undang tentang TNI.

"Basis dasar militer itu disiapkan untuk perang, jadi sepenuhnya harus untuk perang. Selain perang adalah jika dilibatkan dalam hal lain hanya jika ada keputusan politik dari Presiden," kata Al Araf saat ditemui di kantor Komnas HAM, Jakarta pada Jumat (1/3/2019).

"Jadi, kalau ditanya soal [tentara menjadi] guru, basis dasarnya adalah apakah pelibatan itu didasarkan keputusan politik? Kalau tidak, itu suatu kekeliruan," dia menambahkan.

Keputusan politik yang dimaksud Al Araf adalah Presiden Joko Widodo harus mengeluarkan peraturan khusus berupa Perpres. Karena TNI di bawah komando presiden, penugasan tentara di luar tupoksinya perlu didasari keputusan politik Jokowi.

Selain itu, menurut Al Araf, keputusan politik presiden untuk mengizinkan personel TNI diperbantukan menjadi tenaga pengajar memang benar-benar didasari bahwa kondisi di suatu daerah langka guru.

Jika memang demikian, menurut Al Araf, presiden harus mengasumsikan bahwa kebijakan pelibatan anggota TNI dalam mengajar hanya bersifat sementara, tidak permanen.

"Ngapain lama-lama? Karena militer hanya baris berbaris untuk tentara," kata dia.

Al Araf juga mempertanyakan alasan Kemendikbud melibatkan anggota TNI untuk mengajar. Sebab, di saat yang sama, banyak guru honorer yang bisa diangkat oleh Kemendikbud menjadi pengajar berstatus PNS untuk memenuhi kebutuhan di daerah-daerah terluar, tertinggal, dan terdepan.

"Kenapa mesti pakai TNI? Nah, itu yang menurut saya kapasitas sipil harus penuh memahami aspek supremasi. Karena kalau tidak, menjadi bermasalah ketika melibatkan TNI," kata Al Araf.

Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) GTK Kemendikbud, Supriano menjelaskan kerja sama antara kementeriannya dengan TNI tersebut dilatarbelakangi oleh masih adanya wilayah-wilayah yang sulit diakses oleh para guru biasa, sementara kebutuhan tenaga pengajar di sana tinggi.

"Ini jaga-jaga, karena ketika sekolah tidak ada gurunya atau siswa ingin belajar tak ada gurunya, justru mereka lah [anggota TNI] yang memfasilitasi," kata Supriano pada 27 Februari lalu.

Menurut Supriano, para anggota TNI AD akan diberikan pelatihan oleh tim Kemendikbud sebelum terjun langsung ke wilayah yang telah ditentukan. "Kami akan berikan pelatihan bagaimana cara mengajar yang menyenangkan," ujarnya.

Secara teknis, Supriano menjelaskan, para tentara akan dipersiapkan untuk mengajar calistung dasar, olahraga, dan bela negara. Namun, bukan seperti guru reguler, mereka hanya sebagai tenaga cadangan.

Supriano mencontohkan, andaikan satu sekolah di daerah perbatasan kekurangan guru olahraga maka personel TNI yang sudah terlatih akan mengisinya tanpa digaji sama sekali.

Baca juga artikel terkait TNI MENGAJAR DI PERBATASAN atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Addi M Idhom