Menuju konten utama

Kemen-PUPR: Tak Ada Jam Kerja Berlebihan dalam Proyek Infrastruktur

Percepatan pembangunan proyek infrastruktur tidak seharusnya menjadi alasan untuk melalaikan SOP kesehatan dan keselamatan kerja.

Kemen-PUPR: Tak Ada Jam Kerja Berlebihan dalam Proyek Infrastruktur
Pekerja menggarap pembangunan Jalan Tol Bekasi Cawang Kampung Melayu (Becakayu), di kawasan Kalimalang, Jakarta, Selasa (26/9/2017). ANTARA FOTO/Bernadeta Victoria

tirto.id - Komite Keselamatan Konstruksi akan terus memastikan tidak ada pemberian jam kerja yang berlebihan dalam pengerjaan proyek infrastruktur. Pernyataan ini diungkapkan menyusul pemberhentian sementara proyek infrastruktur layang (elevated) yang dilakukan sejak 20 Februari lalu.

Dirjen Bina Konstruksi Kemen PUPR Syarief Burhanuddin selaku Ketua Komite Keselamatan Konstruksi (K2), mengatakan percepatan pembangunan tidak seharusnya menjadi alasan untuk melalaikan standar operasional prosedur (SOP) kesehatan dan keselamatan kerja.

"Jika kondisi percepatan membuat pekerja kelelahan, berarti itu sudah di luar standar. Artinya itu tingkat pengawasannya yang dilakukan, baik oleh pihak pelaksana, konsultan, juga dari pihak pemilik harus mengetahui secara keseluruhan," ujar Syarief di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat (PUPR) Jakarta, Rabu (28/2/2018).

Sehingga, Komite K2 menekankan kepada seluruh BUMN Karya yang menjalankan proyek pembangunan infrastruktur tidak memaksakan jam kerja para kontraktor. "Kalau kemampuannya cuma sampai 1 shift, itu akan menjadi catatan juga oleh K2," ucapnya.

Ia menekankan kualitas pekerjaan dan indikator kesehatan dan keselamatan kerja, adalah poin penting yang patut diperhatikan secara profesional. Pasalnya, aspek tersebut bersinggungan dengan kesejahteraan pekerja.

Karena itu, ia menyatakan selain menuntut bekerja dengan baik, pengawas juga perlu didorong untuk menjaga kesehateraan pekerja dengan adanya jam kerja.

"Langkah setelah evaluasi, seluruh BUMN Karya enggak berkompetisi lagi, tapi bermitra. Itu juga menjadi catatan kami bahwa saling bersinergi, saling memberikan input teknologi, saling cross audit dalam rangka agar semua bisa tuntas. sinergi di semua sisi," jelasnya.

Ia berharap dalam praktiknya SOP kesehatan dan keselamatan kerja serta standar K4 dapat dipertanggungjawabkan oleh semua pihak menjadi suatu sistem, tidak hanya pelaksana dan konsultan pengawas jasa. Adapun K4 meliputi keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan proyek.

"Pengguna atau penyedia jasa tidak lakukan standar K4 akan kena sanksi. Jadi, bukan pelaksana saja yang bisa kena sanksi. Oleh karena itu, diharapkan ke depan tidak ada lagi insiden," ucapnya.

Sementara itu, ia mengatakan adanya penghentian sementara proyek infrastruktur layang tidak lantas membuat target penyelesaian proyek-proyek tersebut mundur. Sebab, pemberhentian sementara proyek elevated tersebut sifatnya juga tidak masif secara total, hanya pekerjaan yang berada di atasnya saja yang dihentikan.

"Enggak ada [pengunduran jadwal target], tetap berjalan. Kan ada yang 2 hari, 3 hari sudah boleh jalan. Jadi, ada yang cuma 2 hari tertinggal, ada yang 4 hari,” paparnya.

Baca juga artikel terkait PROYEK INFRASTRUKTUR atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yuliana Ratnasari