tirto.id - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mengumumkan sebanyak 3.000 gedung Sekolah Menengah Pertama (SMP) di seluruh Indonesia kini dalam kondisi rusak. Kepala Seksi Sarana Prasarana Direktorat Pembinaan SMP Ditjen Dikdasmen Kemdikbud, Firdaus Yunidata mencatat data itu merupakan hasil verifikasi terbaru.
"Sekitar 3.000 SMP di Indonesia rusak dan sebanyak 900 di antaranya mengalami kerusakan berat," kata Firdaus dalam konferensi pers di Jakarta, pada Selasa (6/6/2017) seperti dikutip Antara.
Firdaus menjelaskan, berdasarkan data pokok pendidikan, semula dilaporkan terdapat sekitar 7.000 gedung SMP yang mengalami kerusakan. Namun, setelah Kemdikbud bekerjasama dengan Perguruan Tinggi melakukan verifikasi hanya sekitar 3.000 sekolah yang benar-benar mengalami kerusakan.
"Data yang ada di Dapodik tersebut dimasukkan oleh sekolah yang kurang mengerti mengenai bangunan. Setelah kami bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk melakukan verifikasi, terdapat sebanyak 3.000 sekolah yang mengalami kerusakan," ujar Firdaus.
Kerja sama dengan perguruan tinggi tersebut, menurut Firdaus, bertujuan untuk menghitung tingkat kerusakan di sekolah agar bisa memperkirakan kebutuhan biaya dalam proses perbaikannya.
"Kami bekerjasama dengan 23 perguruan tinggi," kata Firdaus.
Pada tahun ini, Kemdikbud baru berencana melakukan rehabilitasi terhadap gedung milik 906 sekolah pada tahap satu. Pada tahap kedua, rehabilitasi akan menyasar gedung milik 612 sekolah.
Pejabat Pembuat Komitmen Direktorat Pembinaan SMP Ditjen Dikdasmen Kemdikbud, Arif Budianto mengeluhkan hingga kini Kemdikbud belum memiliki anggaran memadai untuk merehabilitasi semua gedung rusak milik 3000 sekolah.
"Dana yang tersedia untuk perbaikan sekolah rusak hanya Rp1,4 triliun, padahal idealnya dibutuhkan sekitar Rp2 triliun lagi," kata Arif.
Biaya untuk rehabilitasi satu sekolah, Arif mencatat, sekitar Rp500 juta hingga Rp1 miliar. Sekolah yang menjadi prioritas, dia melanjutkan, yakni sekolah yang berada di daerah tertinggal, terluar dan terdepan.
"Sekolah di daerah yang nilai angka partisipasi kasar mencapai 95 persen juga mendapat prioritas," kata Arif.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom