tirto.id - Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan SkySports bulan Januari lalu, Ainsley Maitland-Niles menyebut kemampuan serba bisanya dalam semua posisi alias versatilitas dalam karier profesionalnya bisa jadi anugerah sekaligus kutukan. Penggawa Arsenal yang merupakan jebolan asli akademi Meriam London itu punya alasan matang atas perspektif tersebut.
"Versatilitas adalah anugerah sekaligus kutukan. Itu anugerah karena jika seseorang cedera, Anda bisa masuk ke skuat utama dengan mudah, selalu jadi orang pertama yang dipanggil. Sisi lainnya adalah Anda benar-benar tidak akan bisa memiliki posisi yang tepat. Anda akan selalu bergerak, dan lupa bagaimana cara menempel di satu tempat. Anda akan melakukan hal berbeda ketika bergerak," ujarnya.
Maitland-Niles memulai kiprah sebagai gelandang tengah, pemain berkebangsaan Inggris itu kini kerap beroperasi di sayap kanan, bahkan bek kanan. Konon saat era Arsene Wenger, dia pernah diuji coba pula untuk pos sayap kiri, gelandang nomor 10, hingga bek kiri.
Situasi tersebut membuat dalam satu dua musim terakhir Maitland-Niles mengalami apa yang dia sebut sebagai 'kutukan'.
Kendati demikian, di tangan Unai Emery, pelan tapi pasti Maitland-Niles lebih banyak mengalami apa yang disebutnya sebagai anugerah. Sejak cedera yang dialami bek kanan Arsenal, Hector Bellerin, Maitland-Niles diplot sebagai pengisi pertama posisi tersebut.
Keseimbangan Bermain
Peran penting Maitland-Niles terlihat, salah satunya saat Arsenal membungkam Rennes 3-0 dalam leg kedua 16 besar Liga Eropa di Stadion Emirates, Jumat (15/3/2019) dini hari tadi. Diplot sebagai wingback kanan, dia menunjukkan kepiawaiannya dalam menyerang maupun bertahan.
Ini diamini jurnalis The Times, James Gheerbrant dalam analisisnya. Di laga itu, Maitland-Niles sempat membikin satu gol lewat sebuah pergerakan tanpa bola ke kotak penalti lawan yang diakhiri sundulan akurat. Gheerbant menyebut, versatilitas si pemain punya andil besar dalam proses itu.
"Dia mengkombinasikan kemampuan bertahan agresif serta skill yang dia miliki sebagai seorang mantan gelandang. Gol yang dia cetak [ke gawang Rennes] merupakan bukti bahwa dia punya kehebatan masuk ke kotak penalti lawan," tulis Gheerbant.
Kemenangan 3-0 atas Rennes sangat penting bagi langkah Arsenal untuk lolos perempat final Liga Eropa. Pasalnya, di leg pertama lalu Meriam London sempat tunduk 1-3 dari Rennes. Kini, setelah hasil leg kedua, agregat kedua kesebelasan jadi 4-3 untuk keunggulan Arsenal.
Selain mencetak sebiji gol, di laga kontra Rennes Maitland-Niles punya andil besar dalam gol pertama Arsenal yang terjadi lewat sepakan Pierre-Emerick Aubameyang. Soalnya, tak dapat dipungkiri proses gol tersebut berawal dari aksi individu Maitland-Niles mengacak-acak sisi kiri pertahanan lawan. Dari aksi itu, pemain berusia 21 tahun tersebut mampu mengirim umpan menyusur tanah yang dikonversi Aaron Ramsey untuk membikin assist.
Berdasarkan data Whoscored, Maitland-Niles juga jadi pemain paling tekun dalam soal bertahan. Terbukti, dia mencatatkan lima tekel sukses selama 90 menit, atau yang terbanyak dibanding pemain lain.
Lalu, mengacu pada heatmaps dari Whoscored (gambar terlampir), mayoritas dari 49 sentuhan Maitland-Niles di laga dini hari tadi lebih banyak dilakukan di lini belakang.
Data ini bisa diterjemahkan dalam dua arti. Pertama, Maitland-Niles rajin turun ke belakang untuk membantu tugas Skhodran Mustafi. Kedua, Maitland-Niles punya efektivitas serangan jempolan karena toh meski jarang naik sampai pertahanan lawan, dia masih bisa punya andil besar dalam gol-gol Arsenal.
Andalan di Formasi Alternatif
Jika dirunut, laga kontra Rennes bukan kali pertama Maitland-Niles mencuri perhatian. Saat Arsenal membungkam MU 2-0 di Liga Inggris pekan lalu, dia juga tampil cemerlang di posisi wingback kanan. Dia melakukan empat tekel berhasil dari enam upaya, atau yang paling banyak dibanding pemain belakang lain, setelah Luke Shaw.
Atas performa itu, Maitland-Niles bahkan dinobatkan sebagai pemain dengan rating tertinggi kedua, setelah Granit Xhaka.
Ada satu kesamaan dari dua laga di mana Maitland-Niles tampil menawan: Unai Emery menerapkan formasi tiga bek (3-4-1-2).
Skema tiga bek Arsenal, rupanya memang jadi kunci untuk memaksimalkan potensi Maitland-Niles. Dengan skema ini, Maitland-Niles mendapat bantuan dari satu bek yang beroperasi di sisi kanan, sehingga dia tak perlu kelewat ngos-ngosan untuk naik turun lapangan.
Skema ini juga memudahkan Maitland-Niles melakukan penetrasi, karena jarak yang dia tempuh dari posisi awal ke kotak penalti lawan relatif lebih pendek.
Sebaliknya, ketika Arsenal tampil dengan formasi empat bek dan ada Maitland-Niles di dalamnya, hasilnya tidak selalu memuaskan. Saat melawan Liverpool di Stadion Anfield, akhir tahun 2018 lalu misal, Maitland-Niles tampil tidak begitu cemerlang meski berhasil menyumbang satu gol. Di laga itu dia cuma menorehkan dua tekel sukses dan bahkan akurasi umpannya cuma 74 persen. Hasilnya juga tak kalah memilukan: Meriam London kalah 1-5 di tangan Liverpool.
Soal perbedaan performa di dua skema berbeda ini juga diakui secara terbuka oleh Maitland-Niles. Namun, dia berkata saat ini masih terus berupaya menyesuaikan diri agar tetap bisa jadi andalan terlepas dari taktik yang dipilih Emery.
"Dia [Emery] berharap lebih dari saya, membuat saya harus bekerja 10 kali lebih keras setiap hari. Saya tahu dia selalu memantau saya dan mengharap saya berkontribusi lebih banyak," ungkapnya.
Musim lalu, sepanjang tahun terakhir Arsene Wenger, Maitland-Niles tampil dalam 28 laga di semua kompetisi. Kini, hingga artikel ini dirilis, di bawah asuhan Unai Emery dia sudah tampil 20 kali (1.366 menit), dengan sumbangan dua gol serta satu assist.
Editor: Mufti Sholih