tirto.id - Felix Siauw mengeluh di akun Instagram @felixsiauw, Senin, 4 Maret 2019. Unggahan itu isinya ungkapan kekecewaan lantaran kajian yang mestinya dia hadiri, ternyata dihalang-halangi polisi. Ia pun mengklaim kejadian itu sudah terjadi berkali-kali.
"Apa maunya pak polisi? Diskusi enggak mau, dijelaskan enggak mau dengar. Pak presiden suruh lapor kalau ada persekusi, lha, ini pelakunya polisi sendiri," demikian potongan keluhan yang Felix unggah di akun Instagramnya.
Alasan penolakan dirinya, kata Felix, "Khawatir saya kampanye 02 [Prabowo-Sandiaga], dan bawa-bawa HTI [Hizbut Tahrir Indonesia]. Klise dan lucu." Sayangnya, Felix tak menjelaskan lokasi persisnya acara yang penyelenggaranya diintimidasi polisi itu.
Eks Juru Bicara HTI, Ismail Yusanto mengaku prihatin dengan kasus yang menimpa Felix. Menurut dia, tak semestinya dakwah Felix Siauw dilarang, apalagi dengan tuduhan kampanye dan masih menghubungkannya dengan HTI.
"Setelah HTI dibubarkan, yang tidak boleh adalah kegiatan yang mengatasnamakan HTI karena memang sudah bubar. Tapi, kan, kegiatan dakwahnya tidak ada larangannya dan tidak boleh dilarang," kata Ismail saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (6/3/2019).
Ismail bercerita, dirinya juga sempat mengalami hal yang sama dengan Felix. Tahun lalu, ia pernah dilarang tampil di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, karena alasan menyebarkan paham radikalisme.
"Padahal saya tidak bawa-bawa HTI. Saya, kan, alumni UGM juga. Kok, dilarang? Padahal yang terakhir itu saya mau bicara pendidikan yang juga memang bidang saya,” kata Ismail.
Ismail menilai pemerintahan Presiden Jokowi telah gagal melindungi warga negaranya.
"Rezim ini telah menimbulkan satu suasana psikologis di tengah masyarakat, bisa tega-teganya mempersekusi kegiatan dakwah dan dai. Itu kegagalan nyata dari penguasa saat ini dari apa yang disebut melindungi warga negara," kata dia.
Menurut Ismail, persekusi dan pelarangan dakwah ini mesti segera diakhiri. Ismail berkata, hal ini bukan hanya soal HTI saja, tetapi masyarakat pun sudah jenuh.
"Saya kira masyarakat juga merasakan itu. Bisa kami lihat di mana-mana ada euforia ganti presiden, karena sudah gerah dengan ketidakadilan yang nyata," kata Ismail.
Meski begitu, Ismail menolak dikatakan mendukung capres-cawapres nomor urut 02 lantaran kecewa pada pemerintah yang juga bertindak sebagai petahana.
Apakah Eks HTI Boleh Ceramah?
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhammad Cholil Nafis mengatakan, lembaganya belum bisa menilai isi ceramah Felix Siauw yang dituding menyebarkan paham radikalisme itu.
Sebab, kata dia, belum pernah melakukan penelitian terkait hal tersebut.
"Kami belum tahu dengan Felix Siauw. Belum pernah menelitinya juga. HTI, kan, bukan dakwah. HTI juga sudah dibubarin,” kata Cholil saat dikonfirmasi reporter Tirto.
Karena itu, Cholil belum bisa memastikan, apakah Felix Siauw yang merupakan mantan anggota HTI tersebut diperkenankan berdakwah atau tidak. Sebab, kata dia, hal itu bukan ranah MUI, melainkan wewenang pemerintah.
"Itu ranahnya pemerintah yang mengawasinya," kata Cholil saat dikonfirmasi apakah eks HTI boleh berdakwah atau tidak.
Namun, kata Cholil, beberapa hal perlu diperhatikan sebelum seseorang menjadi penceramah. Di antaranya: orang tersebut harus paham agama dan apa yang hendak disampaikannya; memiliki sikap yang santun, sehingga antara ucapan dan perbuatan sesuai; metode dakwah yang baik; memiliki wawasan kebangsaan.
Cholil bahkan mengatakan MUI siap menerbitkan sertifikat khusus untuk para dai. Hal ini sebagai respons terkait maraknya pendakwah yang membawa paham radikalisme dan liberalisme saat berceramah.
"Jadi kami ingin menganut Islam yang moderat. Sehingga kami juga tidak setuju apabila di Indonesia menjadi sarang radikalisme dan liberalisme,” kata Cholil.
Sementara itu, Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan Humas Itjen Kementerian Agama (Kemenag) Nurul Badruttamam justru tak mempersoalkan Felix Siauw berceramah meski organisasinya sendiri sudah dibubarkan negara.
"Yang dibubarkan adalah organisasinya. Saat orang eks [HTI] berdakwah selama tidak melanggar pilar kebangsaan tidak ada masalah," kata Nurul.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz