Menuju konten utama

Kabut Asap Aceh Buat Jarak Pandang Bandara Hanya 500 Meter

Berkurangnya jarak pandang di Bandara Cut Nyak Dhien atau sekitar 21 kilometer dari Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, disebabkan oleh kabut asap.

Kabut Asap Aceh Buat Jarak Pandang Bandara Hanya 500 Meter
Ilustrasi. Helikopter MI-8 UR-CMJ Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melakukan pemadaman dari udara (water bombing) diatas lahan gambut yang terbakar di Desa Rimbo Panjang, Kabupaten Kampar, Riau, Jumat (7/10). ANTARA FOTO/Rony Muharrman.

tirto.id - Kabut asap yang muncul pasca-kebakaran lahan gambut di Aceh Barat menyebabkan sejumlah penerbangan terganggu. Terkait hal ini, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terus memperbarui jarak pandang bagi pilot yang ingin mendaratkan pesawat pada bandara-bandara di Aceh, yang sebelumnya memiliki jarak pandang kurang dari 2.000 meter.

"Sampai saat ini, baru Meulaboh kurang visibility (jarak pandang) yakni 500 meter," ucap Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Kelas I Blang Bintang, Zakaria, di Aceh Besar, Kamis (27/7/2017).

Sebelumnya, Kepala Meteorologi BMKG Meulaboh, Edi Darlupti, menyebutkan bahwa penerbangan Wings Air batal karena jarak pandang pilot pesawat kurang dari 2.000 meter akibat gangguan asap.

Berkurangnya jarak pandang di Bandara Cut Nyak Dhien di Kabupaten Nagan Raya, atau sekitar 21 kilometer dari Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, disebabkan adanya kabut asap yang menyelimuti wilayah tersebut sejak beberapa hari ini.

Kabut asap pekat dalam sepekan terakhir telah mengakibatkan aktivitas warga setempat terganggu bahkan hingga menyebabkan infeksi saluran pernafasan atas.

Laporan terakhir diterima Badan Penanggulangan Bencana Aceh menyebutkan, lahan gambut yang terbakar di Aceh Barat telah mencapai 70 hektare lebih.

Biasanya maskapai penerbangan di bandara asal baik dalam maupun luar negeri, meminta terlebih dahulu kondisi cuaca ke pemandu lalu-lintas udara di bandara tujuan.

"Sampai saat ini baru Meulaboh saja yang 500 meter. Tiga bandara lagi, masih normal. Sultan Iskandar Muda di Aceh Besar 8.000 meter, Lhokseumawe 5.000 Meter, dan Sabang 8.000 meter," katanya.

Fachrurrazi, Koordinator BMKG Aceh telah meminta kepada jajarannya, supaya melakukan rekapitulasi perkembangan visibility setiap satu jam.

"Seluruh unit BMKG daerah, agar dapat menginformasikan ke SIM setiap penurunan visibility akibat kabut asap di wilayahnya masing-masing," tuturnya sebagaimana dikutip dari Antara.

Kabut asap di Aceh sendiri muncul karena kebakaran hutan. Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Kelas I Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Bintang Zakaria menyebutkan jika dari satelit terpantau ada 49 titik panas di wilayah Aceh.

"Petang ini, satelit memantau total ada 49 hotspot (titik panas) di Aceh," ujarnya pada Rabu (26/7/2017) kemarin.

Sebanyak 49 titik panas tersebut tersebar pada beberapa tempat berbeda di Provinsi Aceh. Tercatat 16 titik panas diantaranya berada di Nagan Raya, 12 titik panas di Aceh Barat, tujuh titik di Aceh Tengah, empat titik di Gayo Lues, tiga titik di Sulubussalam, serta sisanya di Aceh Besar.

Peta potensi kemudahan kebakaran yang ditinjau dari unsur cuaca masih menunjukkan bahwa wilayah di Aceh sangat mudah terancam kebakaran. Penyebab kebakaran-kebakaran hutan tersebut disinyalir karena faktor kesengajaan manusia. Hal ini turut dibenarkan oleh Yunus S Swarinoto selaku Deputi Bidang Meteorogi BMKG.

"Meski begitu, kondisi cuaca tidak akan menyebabkan terjadinya kebakaran lahan dan hutan. Jika tidak ada faktor manusia yang melakukan pembakaran," ungkapnya.

Baca juga artikel terkait KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari