tirto.id - Usai peluit panjang tanda berakhirnya final UEFA Nations League, Ahad (9/6/2019) dua pekan lalu, winger Timnas Portugal Cristiano Ronaldo menghampiri bek Belanda, Matthijs de Ligt. Tanpa basa-basi Ronaldo menyunggingkan senyum, lantas mengusap kepala de Ligt sambil bilang kepadanya: "bergabunglah dengan klubku [Juventus]."
"@Cristiano Ronaldo asked me to come to @juventusfc .” - De Ligt #Ronaldo#DeLigt#Juventus#CR7#CristianoRonaldo#WeLikeCR7 💙 pic.twitter.com/SU8wFB5P90
— Cristiano Ronaldo 7⃣ (@WeLikeCR7) June 10, 2019
Ajakan sang megabintang bukan basa-basi. Kendati Portugal menang 1-0 atas Belanda, semua orang menyadari Ronaldo kesulitan setiap kali berduel langsung dengan de Ligt di laga itu.
Menurut hitung-hitungan Whoscored, Ronaldo cuma bisa melepaskan tiga tembakan. Itupun cuma satu yang mengarah ke gawang, tanpa berujung gol pula, padahal, rekapitulasi SkySports menyebutkan eks penggawa Manchester United itu musim lalu bisa melepas rata-rata 7,1 tembakan per laga.
Bukan malam itu saja Ronaldo dibikin takjub dengan penampilan de Ligt. Saat Juventus bersua klub de Ligt, Ajax Amsterdam dalam dua leg perempat final Liga Champions dua bulan sebelumnya, Ronaldo juga kesulitan membuktikan kelayakannya sebagai peraih lima Ballon d'Or. Setelah duel dua leg berlalu, Juve akhirnya diempaskan Ajax. Ironisnya, salah satu gol penentu kemenangan The Amsterdammers dicetak de Ligt yang notabene seorang bek.
Tiga pertemuan sudah cukup bikin Ronaldo menarik kesimpulan: akan sangat berbahaya jika de Ligt bergabung dengan Barcelona, klub yang sebelumnya gencar mengincar tanda tangan bek berusia 18 tahun tersebut. Dengan skuat berisikan Lionel Messi, Frenkie de Jong hingga de Ligt, bukan saja Ronaldo, Juventus pun bakal dapat rintangan berat memenuhi ambisi merengkuh trofi Liga Champions.
Gayung bersambut. Sikap Ronaldo merayu de Ligt diteruskan Juventus. Pergerakan mereka melangkahi klub-klub peminat de Ligt yang lain. Ahad (23/6/2019) kemarin, sejumlah media Perancis memergoki Wakil Presiden Juventus, Pavel Nedved bertemu dengan agen sepakbola Mino Raiola di Monte Carlo. Selain untuk melobi biaya transfer Paul Pogba, pertemuan itu disebut-sebut beragendakan negosiasi kemungkinan transfer de Ligt, yang juga diageni Raiola.
Imbas dari kebocoran pertemuan Nedved dan Raiola bisa ditebak. Tak sampai 24 jam, media-media Eropa memunculkan Juventus sebagai kandidat terkuat klub de Ligt musim depan, menyalip Barcelona, PSG, hingga MU dan Manchester City.
Maklum saja, Juve dan Raiola punya hubungan yang 'mesra'. Di masa lalu, negosiasi dua pihak ini jarang menemui jalan buntu. Saking mesranya hubungan Raiola dan Juve, Si Nyonya Tua dengan senang hati melepas direktur media mereka, Enrica Tarchi untuk pindah kerja ke Pagliari & Mineri Player Management, salah satu perusahaan agensi pemain milik Raiola, pada pekan lalu.
Soal semakin dekatnya transfer de Ligt, Tuttosport dan Football-Italia bahkan berani mengklaim kalau Ajax tak keberatan dengan tawaran 70 juta euro yang diajukan Juventus. Sementara untuk de Ligt secara pribadi, Juventus berencana menggajinya dengan nominal 12 juta euro per tahun, belum termasuk bonus.
Klaim-klaim tersebut memang belum dikonfirmasi lebih lanjut oleh Juventus. Masih ada kans de Ligt berbelok di saat-saat terakhir untuk memilih klub lain, apalagi PSG belum menyerah menggaet pemain 18 tahun tersebut. Namun, itu semua tak cukup membendung sebuah pertanyaan besar: apakah Juventus klub yang tepat untuk de Ligt?
Mengapa Juventus Tepat?
Terlepas dari kepiawaiannya dalam bertahan, de Ligt bukanlah sempurna. Setidaknya, statistiknya di Liga Champions musim lalu berkata demikian.
Menurut rekapitulasi Whoscored, tingkat kesuksesan tekel de Ligt cuma menyentuh 68,2 persen meski ia berhasil menorehkan 1,5 tekel per pertandingan. Artinya, de Ligt rata-rata baru bisa menorehkan satu tekel sukses setiap pertandingan.
Angka tersebut relatif rendah, bahkan tidak lebih baik ketimbang bek pelapis Liverpool, Dejan Lovren. Sepanjang Liga Champions musim lalu, Lovren mencatatkan rataan tekel per laga sebanyak 1,5--sama dengan de Ligt--tapi tingkat akurasinya mencapai 100 persen. Tingkat akurasi 100 persen juga dimiliki bek-bek matang lain, sebut saja rekan setim de Ligt di Timnas Belanda, Virgil van Dijk.
Analis sepakbola Total Football, Lorihanna Shuskova menjabarkan kalau rendahnya akurasi tekel de Ligt dipengaruhi timing buruknya setiap mengambil langkah pertama. Dia acap terlalu cepat, kerap pula lebih lambat untuk menjulurkan kaki guna menekel bola dari kaki lawan.
"Dia masih butuh pengalaman untuk membiasakan mengambil keputusan. Timing-nya dalam melakukan tekel harus ditingkatkan," tulis Shuskova.
Masih menurut Shuskova, cara terbaik bagi de Ligt untuk meningkatkan timing-nya adalah belajar dari sosok-sosok yang lebih matang dan punya pengalaman bermain sepakbola dengan berbagai taktik. Sosok-sosok seperti ini barangkali akan sulit ditemui di Ajax, tapi di Juventus jumlahnya jelas melimpah.
Leonardo Bonucci dan Giorgio Chiellini, dua bek tengah Juventus akan jadi guru yang cocok untuk de Ligt guna menyempurnakan atribut bertahannya. Hal itu pula yang diyakini pengamat sepakbola ESPN, Shaka Hishlop.
"Salah satu cara menjadi bek yang lebih baik adalah belajar langsung dari orang yang lebih berpengalaman. Di Juventus, de Ligt pasti mendapatkan hal tersebut dari sosok Bonucci dan Chiellini," tutur Hishlop yang, semasa muda pernah menjadi penjaga gawang untuk sejumlah klub EPL.
Dari Bonucci dan Chiellini, menurut Hishlop de Ligt juga bisa belajar meminimalisir inkonsistensinya. Bukan rahasia lagi bahwa meski tampil solid, de Ligt kerap bikin blunder-blunder fatal. Misalnya, saat semifinal UEFA Nations League awal bulan ini, yang bikin gawang Belanda kebobolan oleh Inggris.
"de Ligt perlu berada di lingkungan yang tepat agar potensinya tidak terbuang percuma," imbuh Hishlop.
Sesuai Kebutuhan
Kendati masih perlu belajar dari pemain senior, de Ligt punya kans besar untuk langsung jadi andalan pelatih baru Si Nyonya Tua, Maurizio Sarri. Sebab, dia punya modal utama yang dibutuhkan sistem Sarri-ball andalan Sarri.
Sarri-ball punya karakteristik mengalirkan bola lewat transisi cepat secara vertikal dengan memanfaatkan celah-celah kecil, penempatan posisi pemain, serta umpan presisi. Dengan skema dasar 4-3-3 (kadang 4-2-3-1), dalam sistem ini seorang bek tengah punya tanggung jawab ikut membangun serangan dari belakang.
Semasa menukangi Napoli, tanggung jawab ini dibebankan Sarri pada Kalidou Koulibaly. Sementara saat melatih Chelsea musim lalu, Sarri selalu menginstruksikan David Luiz dan Anthony Rudiger untuk lebih banyak mengumpan ke depan alih-alih ke samping. Maka, tak heran jika Luiz menjadi bek terproduktif kedua di EPL (setelah Aymeric Laporte/Manchester City) dalam hal jumlah umpan progresif, sementara Rudiger menempati urutan ketiga.
Namun, itupun rupanya masih kurang. Dalam banyak kesempatan, David Luiz dan Rudiger dicap kurang bisa memaksimalkan celah di depannya dengan maksimal. Akibatnya, suplai bola untuk lini tengah kerap tidak sesuai ekspektasi Sarri.
Dengan adanya Matthijs de Ligt, Sarri patut lebih percaya diri. Di Ajax, de Ligt punya reputasi mematikan sebagai bek yang jenius dalam membangun serangan dari belakang. Akurasi umpannya di Eredivisie musim lalu melampaui 90 persen. Jangankan Luiz, di liga domestik angka tersebut bahkan melewati torehan duet bek Juventus saat ini, Chiellini dan Bonucci yang cuma berkisar 87 persen. Dan di atas semua konteks itu, lebih dari setengah catatan umpan de Ligt selalu mengarah ke depan.
Matthijs de Ligt juga punya kepiawaian yang bisa membantunya bersaing di sepakbola Italia, yakni umpan-umpan panjang. Musim lalu, dia rata-rata melakukan upaya empat long-pass per pertandingan. Akibat statistik ini pula, kolumnis sepakbola di Telegraph, Sam Wallace menjuluki de Ligt sebagai pemain yang hanya bisa muncul satu kali di setiap generasinya.
“Virgil van Dijk telah membuktikan bahwa seorang bek bisa menjadi penentu gelar untuk timnya. [Jika bergabung ke Juventus] de Ligt akan punya peluang besar melakukan hal yang lebih mencengangkan untuk ukuran seorang bek: mengantarkan timnya juara [kompetisi Eropa] sebelum usianya 20," tulis Wallace
Editor: Herdanang Ahmad Fauzan