Menuju konten utama

Jorjoran Garuda di Bisnis Kargo: Beli Drone hingga Gandeng Merpati

Bisnis kargo menjadi salah satu prioritas Garuda sejak 2016. Gelontoran dana pun disiapkan untuk memperkuat bisnis kargonya dengan membeli 100 drone hingga menggandeng Merpati

Jorjoran Garuda di Bisnis Kargo: Beli Drone hingga Gandeng Merpati
Kepala Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kantor Perwakilan Daerah Medan Ramli Simanjuntak menerima aduan pengurus Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekpres, Pos dan Logistik (Asperindo) Sumut di Medan, Jumat (18/1/2019). ANTARA FOTO/Septianda Perdana/pras.

tirto.id - Bisnis kargo merupakan salah satu bisnis yang memiliki prospek cukup cerah seiring dengan menggeliatnya jual beli daring. Maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia Tbk. pun tidak ingin ketinggalan mencicipi bisnis tersebut.

Masuknya Garuda ke bisnis kargo tak main-main. Kabarnya, maskapai pelat merah ini sudah memesan 100 unit drone atau pesawat nirawak (tanpa awak) untuk mengangkut kargo. Harga drone sendiri sekitar 5 juta dolar AS atau setara Rp70,2 miliar.

“UAV [drone] ini mampu mengangkut kargo hingga 2,2 ton dengan jarak tempuh mencapai 1.200 kilometer dan ketinggian 5.000 meter,” tutur Muhammad Iqbal, Direktur Kargo dan Pengembangan Garuda kepada wartawan, Selasa (22/10/2019).

Pesawat nirawak yang dipesan Garuda itu berasal dari Cina, yakni Harbin BZK-005. Pesawat nantinya akan diuji coba untuk penerbangan ke Aceh, Kalimantan Timur, Maluku, Sulawesi Utara dan Papua, selama 3 bulan.

Strategi Garuda menggarap bisnis kargo udara juga tak berhenti di situ. Baru-baru ini, Garuda juga menyiapkan pesawat khusus kargo (freighter). Tak tanggung-tanggung, Garuda bakal punya 13 pesawat kargo sampai tahun depan.

Dalam mengoperasikan pesawat freighter itu, Garuda menggandeng PT Merpati Nusantara Airlines—maskapai pelat merah yang sudah lama mati suri namun dibangkitkan kembali oleh Kementerian BUMN.

Prospek Bisnis Kargo

Komitmen Garuda menggarap bisnis kargo memang tidak setengah hati. Sejak menambah direktur baru yang khusus menangani kargo pada 2016, pendapatan yang didapat Garuda dari kargo terus membesar sampai sekarang.

Pada 2016, pendapatan kargo mencapai 219 juta dolar AS. Lalu pada tahun-tahun berikutnya, menjadi 237 juta dolar AS, dan 259 juta dolar AS pada 2018. Pada semester I/2019 mencapai 162 juta dolar AS, naik 31 persen dari semester I/2018.

Angka pertumbuhan pendapatan kargo itu terbilang fantastis karena lebih besar tiga kali lipat ketimbang pendapatan Garuda keseluruhan yang tumbuh 10 persen menjadi 1,99 miliar dolar dari periode yang sama tahun sebelumnya 2,19 miliar dolar AS.

Alasan maskapai masuk ke bisnis kargo juga lantaran margin untung kargo lebih besar dari tiket penumpang. Menurut International Air Transport Association (IATA), rata-rata margin bersih maskapai hanya 4,7 persen.

Sebaliknya, margin untung dari kargo justru maksimal lantaran biaya operasional pesawat ditanggung sepenuhnya dari tiket penumpang. Untuk itu, hal yang wajar jika maskapai mulai giat mencari cara untuk meningkatkan pemasukan dari jasa kargo.

Zaldy Ilham Masita, Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia mengatakan, bisnis kargo saat ini memang memiliki prospek cerah. Apalagi, Indonesia adalah negara kepulauan, sehingga jasa angkutan udara sangat dibutuhkan.

“Kargo udara prospeknya masih bagus seiring dengan berkembangnya industri e-commerce. Pengiriman udara tentu menjadi primadona untuk menjawab tantangan geografis dan tuntutan pengiriman cepat dan andal,” tutur Zaldy kepada reporter Tirto.

Meski begitu, toh Zaldy punya sedikit catatan untuk kargo udara, yakni biaya angkutan udara yang semakin mahal, dan rentan terpengaruh oleh harga minyak dunia. Untuk itu, teknologi diharapkan bisa menjawab tantangan biaya tersebut.

Teknologi yang dimaksud Zaldy adalah penggunaan teknologi pesawat nirawak atau drone. Menurutnya, penggunaan drone bisa efektif menjembatani kebutuhan pengiriman kargo antar pulau di Indonesia.

“Kita mengharapkan realisasi pengiriman drone di Indonesia bisa cepat terlaksana karena sudah memungkinkan. Di Belanda, AS, hingga Cina sudah mulai untuk pengiriman ke daerah terpencil,” tuturnya.

Persaingan Ketat

Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) juga sepakat dengan prospek cerah bisnis kargo. Salah satu rute penerbangan kargo yang potensial untuk digarap adalah dari dan ke Papua.

Berdasarkan data Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub, volume kargo di Bandara Mozes Kilangin Timika pada 2018 naik hampir dua kali menjadi 12.207 ton dari tahun sebelumnya 7.325 ton.

Sama halnya di Bandara Sentani, Jayapura. Volume kargo udara dari dan ke Sentani tercatat 140.592 ton sepanjang 2018 atau naik dua kali lipat dari tahun sebelumnya sebanyak 70.568 ton.

Wakil Ketua Asperindo Budi Paryanta mengakui bahwa lalu lintas kargo udara dari dan ke Papua cukup padat dalam dua tahun terakhir ini. Hanya saja, persaingan bisnis kargo cukup ketat di sana.

“Prospek bisnis kargo cerah, tapi persaingannya mungkin tidak mudah, karena ada maskapai lokal juga yang bermain di sana seperti Tri MG Airlines dan lain-lain," ucap Budi kepada reporter Tirto, Kamis (17/10/2019).

Persaingan merebut kargo udara juga semakin ketat manakala rival utama Garuda yakni Lion Air Grup juga menggarap bisnis kargo, melalui layanan Lion Parcel—salah satu lini bisnis Lion yang bergerak di pengiriman barang door to door.

Baca juga artikel terkait GARUDA INDONESIA atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Bisnis
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Ringkang Gumiwang