tirto.id - Sepintas Jim Ratcliffe terlihat seperti manusia paling bahagia di dunia. Berstatus orang terkaya di Inggris--sebelum digeser James Dyson pada awal 2019--Ratcliffe jarang kesulitan memenuhi hasratnya, mulai dari membeli jet pribadi, belasan rumah mewah, sampai dua kapal pesiar pribadi.
Pria berusia 66 tahun tersebut diperkirakan memiliki kekayaan sebesar 21 miliar poundsterling alias Rp396 triliun dari konglomerasi bisnisnya, Ineos, dengan bisnis utama petrokimia yang berkembang ke jaringan hotel dan properti.
Namun, pada 2018 lalu, dunia membuktikan bahwa tidak semua hasrat Ratcliffe bisa diwujudkan pundi-pundi uangnya. Bukti itu muncul dalam wujud penolakan Roman Abramovich atas proposal pembelian klub Liga Inggris, Chelsea yang diajukan Ratcliffe.
Abramovich, taipan minyak yang telah berkuasa di Chelsea sejak 2003, menolak mentah-mentah tawaran pembelian saham Chelsea senilai 2 triliun poundsterling yang diajukan oleh Ratcliffe.
"Sumber internal memberitahu kami bahwa Chelsea sama sekali tak meragukan komitmen Roman Abramovic dan Abramovic sama sekali tidak berniat menjual Chelsea terlepas dari masalah Visa yang menghambatnya," tulis ESPN dalam pemberitaannya, Juni 2018.
Sama seperti Abramovic, Ratcliffe memang penggemar berat Chelsea. Meski lahir di Manchester dan sempat jadi suporter klub berjuluk Setan Merah itu, di masa mudanya hati Ratcliffe tertambat ke Stamford Bridge menyusul perpindahan domisilinya dari Manchester ke London.
Sampai musim ini, Ratcliffe bahkan masih berlangganan tiket terusan pertandingan-pertandingan Chelsea selama semusim penuh.
Kecintaan itu pula yang membuat Ratcliffe tidak begitu saja menyerah untuk membayar Chelsea. Dia, diketahui sedang mempersiapkan tawaran menggiurkan untuk menggoda Abramovich agar minggat sepenuhnya dari London.
Media-media di Inggris meyakini kalau kali ini Abramovich tidak akan langsung menolak tawaran Ratcliffe mentah-mentah.
Masalah Berlapis Abramovich
Ada banyak faktor yang melandasi keyakinan kalau Abramovich mulai mempertimbangkan untuk melepas kepemilikannya atas Chelsea. Pertama, masih seperti polemik tahun lalu, yakni soal Visa.
Abramovich yang berpaspor Israel hingga kini belum mendapat Visa dan tak bisa mengelola Chelsea di Inggris secara langsung. Bahkan sepanjang musim ini, dia sama sekali belum menginjakkan kaki di Stamford Bridge. Kendala ini memaksa niatan Chelsea untuk membangun stadion baru dengan infrastruktur yang lebih modern terpaksa ditunda.
Di tengah situasi itu, Abramovich dibikin makin pusing dengan sanksi yang baru saja dijatuhkan FIFA terhadap Chelsea atas kasus pelanggaran perekrutan pemain muda. Akibat pelanggaran itu, The Blues dilarang merekrut pemain selama dua bursa transfer ke depan.
Situasi ini membuat Abramovich tak puas. Apalagi, prestasi Chelsea sedang hancur-hancurnya, dan untuk terus menaikkan nilai jual klub dia perlu mendatangkan pemain-pemain baru.
Saat artikel ini dirilis, mereka terbenam di peringkat enam klasemen sementara Liga Inggris.
Seperti diwartakan The Times, Roman Abramovich kini mulai terbuka dengan berbagai kemungkinan penawaran, dan dia mematok harga jual senilai 2 miliar poundsterling. Harga tersebut, menurut perkiraan Vegas Odds, bukan nominal yang akan dipermasalahkan oleh seorang Jim Ratcliff.
"Harga yang dipatok Abramovich bisa diterima Ratcliffe. Chelsea bisa jadi mahkota bagi lini bisnis olah raganya, tak diragukan lagi rencana taipan asal Inggris itu sangat serius," tulis mereka.
Ratcliffe Tak Sestabil Dulu
Jika harga itu dipasang Abramovich tahun lalu, barangkali Ratcliffe akan langsung mengiyakannya dan mengambil alih kepemilikan Chelsea dalam sekejap. Masalahnya, saat ini, Ratcliffe berada dalam situasi tidak menguntungkan.
Persoalan timbul lantaran belum lama ini Ratcliffe baru saja mengambil alih kepemilikan tim sepeda nomor wahid Inggris, The Sky. Akuisisi terhadap tim yang sudah enam kali menjuarai Tour de France itu membuat Ratcliffe mau tidak mau bakal mengucurkan dana tidak sedikit untuk rebranding.
Salah satu langkah rebranding telah dilakukannya dengan mengubah nama tim itu jadi The Inone (sesuai dengan nama perusahaan Redcliffe), namun semua jelas belum cukup di situ. Apalagi, sehari lalu, tim sepeda itu baru diprotes habis-habisan oleh kelompok kampanye anti-fracking yang sejak awal memprotes kebijakan-kebijakan perusahaan Ratcliffe.
"Saya tidak akan mengijinkan anak-anak saya melihat lagi balap sepeda yang diikuti Tim Ineos. Tidak ragu lagi, akan ada protes sepanjang Tour de Yorkshire dan kompetisi internasional di Yorkshire akhir tahun ini," ucap Mason, koordinator aksi protes itu.
Selain beban berat itu, Ratcliffe juga keberatan dengan rencana Chelsea membangun stadion baru. Dia mungkin bersedia memenuhi harga yang dipatok Abramovich, tapi membangun stadion untuk klub sama sekali bukan langkah yang ingin dia tempuh.
"Kebutuhan stadion yang lebih modern, dan kompleksitas serta dana yang harus dikeluarkan untuk membangunnya membuat Ratcliffe tidak bersedia memenuhi permintaan [Abramovic]," tulis Fox Sport dalam pemberitaannya.
Selain Tim Ineos, Ratcliff juga memiliki klub sepak bola asal Swiss, FC Lausanne-Sport yang diakuisisi per November 2017. Pada tahun perdana Ratcliffe, klub tersebut terdegradasi ke divisi dua, namun kini berpeluang kembali naik ke divisi teratas.
Kini, menurut analisis media-media setempat, hanya ada dua kemungkinan agar rezim Roman Abramovic berakhir. Pertama, harga jual klub tersebut perlu diturunkan agar pembangunan stadion masih tetap bisa dilakukan dengan sisa pendanaan yang dimiliki Ratcliffe. Kedua, tidak ada perubahan harga, Ratcliffe membeli Chelsea, namun pembangunan stadion baru bakal terus tertunda.
Editor: Abdul Aziz