tirto.id - Japan Bank for International Corporation (JBIC) dikabarkan telah melakukan pembicaraan dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait sejumlah investasi pada proyek di Indonesia. Lembaga keuangan publik Jepang itu bahkan menginginkan untuk membiayai sejumlah proyek di Indonesia dengan nilai yang lebih besar dibanding pembiayaan selama ini.
CEO JIBC Takashi Maeda usai bertemu Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jakarta, Rabu (19/10/2016) menyampaikan bahwa JBCI sangat tertarik untuk membiayai proyek migas, sektor energi, dan transportasi,.
"Kami sangat berharap ada penandatanganan kesepakatan proyek migas di Jawa. Kami juga ingin mendapatkan kesempatan untuk mendukung proyek infrastruktur yang lebih besar lagi di Indonesia," kata Takashi "Kami akan bekerja sama dalam menjalankan proyek-proyek berskala besar, seperti Pertamina dan PLN tanpa jaminan pemerintah. Jadi ini adalah sebuah tren baru."
Takashi Maeda menjelaskan bahwa pada pertemuan negara-negara G7 di Jepang pertengahan tahun ini, Perdana Menteri Shinzo Abe dan Wapres Kalla telah menyepakati penambahan pembiayaan kerja sama proyek infrastruktur.
"Sebelumnya hanya 110 miliar dolar AS dalam lima tahun menjadi 200 miliar dolar AS," ujar Maeda tanpa memerinci dana ini untuk proyek apa saja.
Terkait dengan kualitas proyek infratruktur, Takashi menjamin proyek infrastruktur yang ditawarkan untuk dibiayai itu berkualitas tinggi sehingga pemerintah Indonesia tidak perlu mengkhawatirkan ketahanannya.
Sementara itu melalui Kepala Sekretariat Wapres Mohamad Oemar menyampaikan
Jusuf Kalla menyambut positif ajakan JBIC untuk bekerja sama dalam pembiayaan infrastruktur yang lebih besar, yang sudah berjalan, atau yang akan dimulai.
"Termasuk Batang (PLTU Batang) yang secara finansial tidak ada masalah, kecuali persoalan pembebasan lahan," katanya.
JBIC rencananya akan membiayai proyek MRT di Jakarta dan juga mengusulkan pembiayaan proyek Pelabuhan Patimban, Subang, dan kereta api kecepatan sedang Jakarta-Surabaya.
"Mereka juga telah menurunkan syarat-syaratnya, di antaranya kewajiban pemerintah Indonesia untuk menyiapkan dana jaminan," ujar Oemar.