tirto.id - Menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Hangzhou, Provinsi Zhejiang, Cina, pada 4 hingga 5 September 2016, sebanyak 255 perusahaan di Shanghai berhenti beroperasi untuk sementara. Hal ini rutin dilakukan Pemerintah Cina ketika dipercaya menjadi tuan rumah sebuah perhelatan besar berskala internasional dengan tujuan untuk mengurangi tingkat polusi.
Merujuk pernyataan resmi Pemerintah Shanghai yang dikutip Antara pada Kamis (1/9/2016), salah satu perusahaan besar yang menghentikan sementara kegiatan operasionalnya adalah Sinopec Shanghai Petrochemical, perusahaan minyak raksasa milik negara. Ada juga Baoshan Iron & Steel, sebuah perusahaan furnitur dan cat yang tingkat produksinya sehari-hari tergolong tinggi. Keduanya menjadi dua dari ratusan perusahaan penyumbang polusi di Shanghai dan kota-kota tetangga.
Selain menutup sementara operasional pabrik, pemerintah Hangzhou juga memberlakukan pembatasan penggunaan kendaraan. Langkah ini sudah dilakukan sejak beberapa pekan silam, dan pemerintah setempat juga membuat kebijakan untuk meliburkan warganya selama satu pekan. Namun kegiatan wisata itu juga disertai himbauan dan dorongan agar warga Hangzhou berlibur ke luar kota.
Kebijakan ramah lingkungan tersebut pernah dilakukan Cina ketika menjadi tuan rumah KTT APEC 2014 di Beijing, yang dikenal dengan "APEC Blue". Kini, di KTT G20 di Hangzhou, semboyannya adalah "G20 Blue". Semboyan ini nantinya akan diterapkan ke seluruh kota dan provinsi yang berdekatan dengan Hangzhou.
Polusi Cina Bagian Barat dan Tengah Masih Memburuk
Kementerian Perlindungan Lingkungan Cina mencatat Beijing berada pada peringkat 66 dari 74 kota terpolusi di Negeri Panda tersebut. Shanghai dan Hangzhou masing-masing berada pada urutan 57 dan 43. Data Greenpeace menyebutkan pada April 2016 lalu kualitas udara di bagian timur Cina semakin membaik, namun asap tebal makin memburuk di bagian tengah dan barat.
Kementerian Perlindungan Lingkungan Cina juga telah mengeluarkan sebuah laporan yang menyoroti secara garis besar perubahan kualitas udara pada kuartal awal tahun ini. Laporan itu mencantumkan analisa terhadap beberapa kota, dan kebetulan temuannya itu sejalan dengan apa yang juga ditemukan oleh Greenpeace.
Sebuah analisis terkait kadar partikel polutan kecil yang disebut dengan PM2.5 menyoroti keefektifan kebijakan pemerintah untuk membersihkan udara di sejumlah pusat masyarakat kunci di sepanjang pantai timur yang mencakup wilayah sekitar Beijing, Shanghai dan Guangdong, kata Greenpeace Asia Timur.
Namun mereka mengatakan bahwa kadar polusi udara di bagian tengah dan barat tampak memburuk saat investasi terhadap pembangkit listrik tenaga batu bara di wilayah itu semakin besar, "khususnya dikarenakan regulasi polusi udara dan emisi mereka lebih longgar". Beberapa kota di bagian tengah dan barat negara mendominasi daftar wilayah perkotaan dengan kadar polusi udara terburuk, dengan lima wilayah yang berada di daftar paling atas berada di wilayah Xinjiang.
Demi mengatasi masalah akut ini, Bank Dunia telah menyetujui pinjaman $500 juta ke Cina untuk mendukung pembiayaan proyek pengendalian polusi udara di Beijing dan sekitarnya. Dana tersebut merupakan bagian dari program lebih besar yang diperkirakan mencapai $1,4 miliar "pendanaan hijau" selama enam tahun ke depan yang mencakup setengah miliar dolar dari Bank Hua Xia Co Ltd dan 400 miliar dolar AS dalam kontribusi ekuitas dari sub-peminjam, demikian kata Bank Dunia.
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Akhmad Muawal Hasan