tirto.id - Blantika musik Indonesia selalu diramaikan oleh lagu-lagu cengeng. Lagu-lagu bertema cinta, dan cenderung cengeng sangat sering diputar di radio juga di televisi. Banyak yang percaya itulah selera publik.
“Mungkin karena kita orang Melayu... suka yang sendu-sendu,” dendang Efek Rumah Kaca dalam lagu mereka Cinta Melulu (2007). Kritik dalam lagu tersebut adalah wakil dari musik Indonesia yang memang dihiasi banyak lagu-lagu cengeng.
Ini bukan fenomena baru. Sejak tahun 1960an, setidaknya lagu-lagu pop Indonesia pun sudah cengeng. Maraknya lagu cengeng ini bahkan sempat membuat pemerintahan Orde Baru gusar, sehingga mengeluarkan larangan.
Awal Pop Indonesia
Pada 1963, Koes Bersaudara merekam lagu dengan irama rock n roll yang dicap ngak ngik nguk atau musik setan, Bis Sekolah. Lagu itu terkesan ceria. Tentu saja, Tonny Koeswoyo dan saudara-saudara ikut arus musik pop dunia, yang liriknya tak bisa jauh dari tema cinta yang agak mendayu-dayu. Bersama lagu Bis Sekolah yang ceria, Koes Bersaudara juga merekam lagu Telaga Sunyi yang mendayu-dayu.
Koes Bersaudara kemudian bubar, berganti menjadi Koes Plus pada 1969, dengan menambah Murry sebagai drumer pengganti Nomo. Band ini dikenal sebagai band pop paling legendaris dalam sejarah Indonesia. Lagu-lagunya pun terkesan cengeng, tetapi tetap laris manis.
Jejak Koes Plus diikuti oleh Panjaitan Bersaudara (Panbers). Hit pertama band ini, Akhir Cinta (1971) termasuk lagu cengeng yang cukup legendaris di Indonesia. Sebagian penikmat musik pop, masih ingat bagian lirik terakhir Akhir Cinta.
“Hanya titik, air mata... Dan senyum kehancuran,” yang dinyanyikan dengan lantang. Patah hati boleh, tapi dalam nyanyikan lagu cengeng pun harus lantang. Lagu-lagu semacam ini justru sering dinyanyikan para preman di terminal dengan bermodal gitar bolong saja.
Lagu-lagu The Mercy's atau Panbers cukup memengaruhi musisi-musisi Batak seperti Trio Ambisi, bahkan musisi Manado macam Pance Pondaag. Meski cengeng, lagu-lagu itu selalu dinyanyikan dengan penuh energi dan perasaaan. Legenda-legenda pop lainnya yang sering menyanyikan lagu cengeng adalah Broeri Marantika, Bob Tutupoli, Titiek Puspa, The Rollies.
Rocker pun Ikut Cengeng
Sejak dekade 1970an, band-band beraliran rock sudah bermunculan di Indonesia. Termasuk band yang lahir karena campur tangan pemilik Apotik Kali Asin, yang dikenal dengan nama AKA. Apotek itu milik orang tua Ucok Harahap, sang pendiri band AKA.
AKA muncul sebelum tahun 1969, mendahului God Bless di tahun 1973. AKA band yang dicap band underground yang cukup sangar di zamannya juga pernah membuat lagu cengeng. Nyatanya, publik lebih banyak merespons lagu cengengnya.
Di setiap albumnya, AKA menyisipinya dengan lagu-lagu pop berbahasa Indonesia yang mendayu-dayu. Lagu AKA yang mendayu-dayu selain Badai Bulan Desember antara lain Jatuh Cinta, Mira, Jeritan Seniman atau Seniman dan Biola. Maksudnya barangkali untuk mengakali publik Indonesia yang tak semuanya doyan musik cadas. Inilah jurus AKA bertahan hidup ditengah pendengar Indonesia yang lebih suka lagu pop, termasuk pop yang cengeng.
Jika AKA mengakali dengan menyisipkan lagu-lagu pop yang agak mendayu, God Bless tidak melakukannya dalam album God Bless (1975). God Bless pernah juga menggarap lagu cinta untuk film, sebelum merilis album pertama. Namun, God Bless yang digawangi Achmad Albar dan kawan-kawan tidak hanya mengandalkan lagu cengeng untuk bertahan hidup. Mereka juga menggarap proyek di luar God Bless untuk bertahan hidup, termasuk dengan merilis lagu dangdut.
Lagu rock kalah laku dibanding pop. Jika terus membawakan musik rock, para rocker yang hidup di kota metropolitan, tentu sulit hidup. Bagaimana pun perut harus diisi. Sementara kebutuhan hidup juga bukan cuma makan. Para personil AKA dan God Bless sudah melakukannya dengan caranya masing-masing. Banyak musisi rock lain melakukannya. Beruntunglah belakangan musik rock dengan tema cinta yang disebut balada bisa laris. Masih ngerock, tapi tetap cengeng di lirik.
Penikmat musik Indonesia kenal betapa legendarisnya Deddy Dores. Soal membuat lagu bertema cinta, Deddy Dores termasuk rajanya. Berkat Deddy, Nike Ardilla melesat di dunia musik pop. Di jajaran rocker yang terlibat proyek lagu cengeng, Deddy yang paling sukses.
Idealisme memang penting, tetapi mengikuti selera pasar juga tak kalah penting. Itulah mengapa banyak yang mengakalinya dengan membuat lagu cengeng yang laris manis. Selera pasar toh tak bisa dibohongi. Campur tangan pemerintah dengan melarang lagu cengeng di era 1985, ternyata tak cukup ampuh. Lagu cengeng tetap melegenda dan menjadi favorit masyarakat Indonesia.
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti