tirto.id - Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung (Kejagung) Widyo Pramono mendatangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (7/4/2016). Kedatangannya tersebut untuk berkoordinasi terkait kasus dugaan suap penanganan perkara PT. Brantas Abipraya di Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta.
“Jadi kedatangan saya sebagai Jamwas bersama Inspektur Babul Khoir (Inspektur I Jaksa Agung Muda Pengawasan) itu koordinasi, silaturahim itu saja,” kata Widyo di Gedung KPK, Jakarta.
Widyo dan Khoir bertemu dengan para pimpinan KPK, yaitu Saut Situmorang, Alexander Marwata, dan Laode M Syarif.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha membenarkan kunjungan Jamwas untuk melanjutkan koordinasi kasus dugaan suap penanganan perkara PT. Brantas Abipraya di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Menurut Prihasa, operasi tangkap tangan KPK beberapa hari lalu terkait PT. Brantas merupakan kerja sama KPK dan Kejagung.
Priharsa mengatakan lanjutan koordinasi dengan Jamwas dilakukan karena dua hal. Pertama, penyidik akan memulai memeriksa sejumlah jaksa untuk pendalaman kasus tersebut. Kedua, koordinasi pemeriksaan etik di Kejagung.
“Ada rencana Kejagung akan memeriksa beberapa tersangka dalam status tahanan KPK,” kata dia.
Seperti diberitakan, KPK, pada Kamis (31/3/2016), menahan tiga orang tersangka suap terkait penghentian perkara yang tengah diusut oleh Kejati DKI Jakarta. Ketiga tersangka tersebut adalah Dandung Pamularno (DPA), Marudut (MRD), dan Sudi Wantoko (SWA).
Sudi Wantoko merupakan Direktur Keuangan PT. Brantas Abipraya, Dandung Pamularno merupakan Senior Manager PT. Brantas Abipraya dan Marudut sebagai pihak swasta. Ketiganya diduga memberikan suap kepada jaksa yang bertugas di Kejati DKI Jakarta agar kasus PT. Brantas Abipraya yang tengah ditangani Kejati DKI Jakarta dihentikan.
Ketiganya disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang perubahan atas UU 31/1999 jo pasal 55 ayat 1.
Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya.
Dalam hal bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta dan percobaan untuk melakukan kejahatan.
Sudi dan Dandung diduga memberikan USD 148.835 (sekitar Rp1,96 miliar) kepada Marudut selaku perantara untuk mengurus penghentian penyelidikan atau penyidikan perkara tersebut.
Selain menetapkan tiga orang swasta tersebut, KPK juga sudah memeriksa Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DKI Jakarta Tomo Sitepu. (ANT)