tirto.id - Sudahkah kamu sadari pentingnya menjalani gaya hidup sehat melalui rutinitas berolahraga? Pengalaman aktris Soraya Larasati (37) berikut mungkin bisa jadi salah satu inspirasimu.
Ibu dua anak yang biasa disapa Laras ini bercerita tentang awal hobi berlari, “Sebenarnya aku menyukai olahraga lari itu karena ‘terjebak’ pekerjaan. Waktu itu tahun 2019 ada satu project pekerjaan dengan salah satu brand yang mengharuskanku untuk join Tokyo Marathon. Padahal aku belum pernah ikut event lari apapun sebelumnya.”
“Walaupun sudah sering olahraga, tapi suka on-off gitu. Cuma zumba atau gym sesekali. Lari ini adalah first time bagiku. Waktu itu aku latihan kurang lebih tiga bulan untuk ikutan Tokyo Marathon 2019—full marathon dengan jarak 42,195 km. Dari ikutan maraton itu, aku merasakan euphoria-nya luar biasa banget. Jadi menyesal latihannya kurang maksimal. Dari situ aku pengen banget bisa belajar lari dengan lebih serius dan proper lagi,” lanjut Laras.
Selain aktivitas lari, berjalan kaki juga menjadi upaya populer untuk menjaga kesehatan. Keduanya sama-sama jenis olahraga kardiovaskular yang dapat membantu meningkatkan kekuatan jantung dan paru-paru, namun masing-masing punya keunggulan manfaat berbeda.
Melansir situs Very Well Health, berjalan kaki relatif mudah dilakukan, bahkan untuk orang yang tingkat kebugarannya lebih rendah atau memiliki tantangan mobilitas.
Jalan kaki juga dapat mengurangi keinginan makan, membantu menurunkan risiko diabetes, kolesterol tinggi, dan tekanan darah tinggi, serta membantu melawan nyeri sendi. Apabila kamu berjalan kaki secara konsisten, kamu cenderung lebih sedikit mengalami nyeri sendi akibat radang sendi.
Selain itu, jalan kaki dapat membantu mengurangi risiko genetik untuk obesitas. Pada orang-orang yang memiliki gen yang berkontribusi terhadap obesitas, dampak gen tersebut berkurang setengahnya pada yang konsisten berjalan kaki.
Nah, bagaimana dengan aktivitas lari?
Lari merupakan pilihan yang tepat bagi kamu yang waktunya terbatas. Lari juga memberikan dampak signifikan terhadap umur panjang.
Berlari juga dapat membantu menguatkan tulang. Memang betul berjalan kaki dan berlari sama-sama meningkatkan kepadatan tulang, namun pelari cenderung memiliki tulang lebih kuat.
Menurut data dari American Council on Exercise, pada orang dengan berat badan 72,5 kg, berlari dapat membakar 15,1 kalori per menit, sedangkan berjalan kaki 8,7 kalori per menit.
Artinya, aktivitas lari selama 30 menit dapat membakar 453 kalori, sementara berjalan kaki membakar 261 kalori.
Selain menyehatkan, manfaat lain dari lari sangat dirasakan Laras, “Lari itu mengubah hidupku secara keseluruhan. Dari pola pikir, lifestyle, hingga social life. Tapi ke arah yang positif, ya. Dari berlari itu, tanpa aku sadari, aku punya goal yang aku inginkan. Semua itu dijalanin dengan disiplin kalau ingin hasilnya maksimal.”
“Aku merasa, sejak lari hidupku lebih teratur, seperti punya tujuan. Itu berpengaruh bukan cuma ke lari saja, tapi ke keseluruhan, ke pekerjaan, juga keluarga. Yang pasti, lifestyle-nya sangat-sangat sehat. Tidur cukup, makan teratur, nutrisi cukup, dietnya juga santai saja makan yang aku mau sesuai kebutuhan. Fun banget!”
Jadi, mana yang lebih baik? Jalan kaki atau lari?
Tentu semuanya baik. Pilihan terbaik akan sangat tergantung pada tujuan, kesanggupan, dan aktivitas mana yang lebih nyaman dan kamu sukai.
Apabila kamu menyukai olahraga dengan intensitas tinggi dan ingin membakar lebih banyak kalori per menit, berlari mungkin cocok buatmu.
Menurut studi di Medicine & Science in Sports & Exercise (2013), meskipun berlari dan aktivitas jalan kaki sama-sama dapat menurunkan berat badan, penurunan berat badan lebih besar cenderung terjadi pada pelari.
Di satu sisi, berjalan kaki bisa jadi pilihan lebih aman bagi kamu yang baru memulai rutinitas kebugaran karena berisiko rendah dan tidak terlalu intens.
Dokter yang akrab disapa dr. Dhika ini menambahkan, “Dibandingkan dengan berlari, berjalan kaki dengan durasi yang sama, intensitasnya akan lebih rendah. Artinya, kalori yang terbakarnya lebih kecil. Efek keterlatihan terhadap jantung mungkin akan berbeda dibandingkan dengan lari yang dilakukan dengan durasi yang sama.
Kamu juga perlu pastikan ke diri sendiri, “Apa aku betul-betul sudah siap lari?”
Kalau kamu belum merasa siap berlari atau kurang sehat, sebaiknya berjalan kaki dulu saja. Apabila dipaksakan lari, padahal lututmu belum stabil atau punya kondisi medis tertentu, kamu lebih berisiko cedera.
Selama ini, mungkin sering kita dapati orang-orang yang mengaku tidak bisa lari karena “napasnya pendek” dan akan ngos-ngosan saat lari sehingga lebih memilih olahraga jalan kaki.
Menanggapi hal ini, dr. Dhika menjelaskan, “Kalau bicara tentang lari dibandingkan dengan berjalan kaki, intensitasnya lebih tinggi. Artinya, kerja jantung, kerja paru-paru pada aktivitas lari juga lebih tinggi dibandingkan dengan berjalan kaki. Nah, untuk orang-orang yang ‘napasnya pendek’—bisa dianggap adalah orang-orang yang belum terlatih, terlepas dari ada masalah pada paru-parunya, disarankan untuk berjalan kaki dulu saja.”
Lain ceritanya kalau kamu punya kendala pada paru-paru atau jantung. Sebaiknya berjalan kaki saja dulu. Apabila kamu sudah merasa sehat, jantung dan paru-paru aman, perlahan mulailah berjalan kaki sampai akhirnya bisa berprogres ke aktivitas lari.
“Nanti bisa kita progress lagi intervalnya. Misalnya, jalan kaki selama tiga menit, dilanjutkan lari setengah atau satu menit. Bila sudah makin kuat, menjadi dua menit jalan kaki, dua menit lari. Nanti lama-lama satu menit jalan kaki, tiga menit lari, sampai kemudian full lari. Lari juga start dari yang pelan dulu, ya. Nanti pelan-pelan di-progress durasi dan kecepatannya. Jadi semuanya bertahap,” jelas dr. Dhika.
Latihan lari secara bertahap juga dilakukan oleh Laras. Ia mematok target untuk dicapai.
“Karena aku hire coach buat running, jadi mereka akan bikin program sesuai dengan goal yang aku inginkan. Contohnya, 21 April 2024 nanti aku akan berpartisipasi ikutan London Marathon 2024, mereka sudah punya goal utama untuk tanggal itu,” jelas Laras.
“Menuju ke sana, sudah pasti ada jadwal mingguan. Tiap harinya jelas, misalnya hari ini easy run satu jam, hari berikutnya ada yang namanya speed day di track dengan menu-menu yang mereka rancang khusus. Jadwal latihannya tidak asal-asalan untuk menghindari cedera saat berlari.”
Laras menambahkan, “Karena aku dalam persiapan full marathon, jadi cukup intens. Aku bisa lari 5-6 kali dalam seminggu. Durasinya beda-beda, variatif tergantung program yang diberikan hari itu. Biasanya kalau untuk recovery run 1 jam, easy run 1,5 jam atau 1 jam 45 menit. Kalau long run bisa 2 jam, 2,5 jam, atau 3 jam.”
Apa pun olahraga yang kamu pilih, jalan kaki dan lari dapat dilakukan sebagai suatu kontinum atau rangkaian.
Manfaat terbesar terjadi ketika kamu bergerak—dari awalnya tidak berolahraga menjadi mau berolahraga. Baik berjalan kaki maupun berlari, konsistensi adalah yang terpenting agar fisik dan mental lebih sehat.
Jadi, sudah siap berolahraga?
Penulis: Glenny Levina
Editor: Sekar Kinasih