Menuju konten utama

Jaksa Agung Dinilai Langgar Komitmen Jika Buka Kasus Novel

Perkara Novel terkait kasus burung walet sudah tidak mungkin dibuka karena terjadi pada 18 Februari tahun 2004.

Jaksa Agung Dinilai Langgar Komitmen Jika Buka Kasus Novel
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan bersama istri Rina Emilda dan anak bungsunya saat ditemui di Singapura, Selasa (15/8). ANTARA FOTO/Monalisa

tirto.id - Penasihat hukum Novel Baswedan mempertanyakan alasan Kejaksaan Agung yang berencana mengungkap kembali kasus penganiayaan dan pencurian sarang burung walet di Bengkulu yang menjerat penyidik senior KPK Novel Baswedan.

Alghiffari Aqsa, penasihat hukum Novel menilai langkah Jaksa Agung HM Prasetyo akan melanggar komitmennya di masa lalu apabila mengangkat kembali kasus itu.

"Jaksa Agung tidak konsisten terhadap pernyataannya tahun 2016 yang dia menyatakan kasus Novel [sarang burung walet] sudah daluwarsa," ujar Alghiffari saat dihubungi Tirto, Selasa (12/9/2017).

Menurut dia, perkara Novel terkait kasus burung walet sudah daluwarsa per tanggal 18 februari 2016. Kasus tersebut sudah tidak mungkin dibuka karena terjadi 18 Februari tahun 2004.

Dalam KUHP 78 ayat 3, perkara dengan ancaman hukuman di atas 3 tahun baru kedaluwarsa apabila perkara sudah berumur 12 tahun. Faktanya, kasus sarang burung walet Novel masuk dalam perkara dengan ancaman pidana lebih dari 3 tahun.

Alghiffari menduga, kasus tersebut sebagai alat kriminalisasi yang dilakukan Pansus Hak Angket KPK dalam mencegah pemberantasan korupsi.

"Menurut kami ini lagi-lagi menjadi bagian dari pansus, laporan pencemaran nama baik dan pengungkapan kasus daluwarsa itu bagian dari pansus, bagian dari pelemahan KPK. sama halnya kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan Aris Budiman," tegas Alghiffari.

Sebelumnya, Jaksa Agung sempat berpikir akan membuka kembali kasus pencurian sarang burung walet yang diduga melibatkan penyidik senior KPK Novel Baswedan.

Wacana tersebut mengemuka saat Jaksa Agung melakukan rapat dengar pendapat (RDP), Senin (11/9/2017). Setidaknya ada dua anggota DPR Komisi III yang menanyakan kelanjutan kasus itu, yakni Masinton Pasaribu dan Akbar Faisal.

“Bagaimana penyelesaian soal kasus penganiayaan pencuri sarang burung walet di Bengkulu,” tanya Akbar kepada Prasetyo dalam RDP itu.

Prasetyo menjawab tidak sedikit pihak yang menanyakan pengungkapan kembali kasus burung walet. Padahal, kasus itu terjadi pada tahun 2004 dan telah dilaporkan ke Mabes Polri. Tahun 2015 perkara ini sempat dinyatakan lengkap dan segera dibawa ke persidangan. Namun, saat jaksa mengambil kembali berkas dakwaan, pihak kejaksaan memperhitungkan situasi di lapangan.

“Kita tentu tidak ingin kegaduhan. Ketika perkara masuk ke pengadilan, mempertimbangkan situasi saat itu,” lanjutnya.

Kasus Novel ini pada akhirnya dihentikan. Sebagaimana yang tertuang dalam Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) Nomor B 03/N.7.10/Eo.1/02/2016 yang ditandatangani Kepala Kejaksaan Negeri Bengkulu dan disetujui untuk dihentikan.

Sayang, beberapa waktu lalu muncul putusan praperadilan yang memenangkan para korban tindak penganiayaan yang diduga dilakukan Novel. Dari situ, jaksa mempertimbangkan untuk membuka kembali kasus itu.

“Di mana kami harus diminta mengembalikan kasus ke pengadilan,” kata Prasetyo.

Baca juga artikel terkait KASUS NOVEL BASWEDAN atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Alexander Haryanto