Menuju konten utama
Pencegahan Misinformasi

Isu Kesehatan di Indonesia Perlu Dikomunikasikan dengan Benar

Salah satu upaya mengatasi isu kesehatan di Indonesia dimulai dari pencegahan misinformasi kepada masyarakat. Caranya memberikan pengetahuan yang benar.

Isu Kesehatan di Indonesia Perlu Dikomunikasikan dengan Benar
Risang Rimbatmaja, M.Si., SBC Specialist UNICEF, tengah memaparkan isu kesehatan dan problemnya, di COMICOS 2024, Kamis (12/9) di FISIP UAJY. FOTO/Dok. FISIP UAJY

tirto.id - Pencegahan penyakit kronis di Indonesia bisa dicegah dengan mengkomunikasikan penyakit dengan benar . Saat ini, masyarakat sering salah persepsi bahwa penyakit merupakan hal yang negatif.

Risang Rimbatmaja, M.Si., SBC Specialist UNICEF, dalam Conference on Media, Communication, and Sociology (COMICOS) 2024, Kamis (12/9) memaparkan pengetahuan soal isu-isu kesehatan tinggi di Indonesia khususnya yang menyebabkan kematian tinggi seperti jantung, TBC, diare, kanker, hingga diabetes belum dipahami masyarakat secara utuh. Ia mencontohkan, untuk penyakit TBC, misalnya, masih dipandang masyarakat sebagai bentuk mistis atau guna-guna, menyerang pada status ekonomi lemah, serta penyakit yang ganas.

Risang memaparkan bahwa persepsi masyarakat Indonesia mengenai penyakit merupakan takdir bagi mereka yang tidak dapat dicegah. “Salahnya persepsi ini menyebabkan angka kematian menjadi tinggi," ujar dia dalam siaran pers yang diterima Tirto, Sabtu (14/9/2024).

Pencegahan Penyakit dengan Pendekatan Kuratif

Dia juga menyampaikan bahwa saat ini penyakit di Indonesia dinilai hanya bisa dicegah melalui pendekatan kuratif. Padahal, penyakit bisa dicegah dengan pendekatan preventif. “Masyarakat sebenarnya bisa melakukan tindakan preventif terlebih dahulu sebelum penyakit menjadi parah,” katanya.

Tindakan preventif ini, lanjutnya, bisa dilakukan dengan kontribusi akademisi atau masyarakat dalam menyampaikan sebuah isu kesehatan. Risang menyebutkan bahwa isu pencegahan penyakit di Indonesia merupakan suatu isu yang dapat masuk ke ranah komunikasi. Ia pun memberi contoh atas hasil survei mengenai isu stunting dan hasilnya 30,9% tidak mengetahui mengenai stunting.

Ia menegaskan perlunya perubahan perilaku dalam pencegahan penyakit di Indonesia. Hal inilah yang mendukung pembangunan berkelanjutan.

Di sisi lain, untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia, Redempta Tete Bato, S.Sos, Chairwoman Sumba Hospitality, menyatakan perlunya pemberdayaan masyarakat lokal dalam pembangunan pariwisata.

“Saya sangat percaya bahwa pembangunan pariwisata hanya bisa menghasilkan sesuatu yang baik kalau sejak awal masyarakat lokal dilibatkan,” papar Demta.

Penjelasan ini berangkat dari kondisi Sumba yang saat ini yang hampir seluruh tanahnya sudah diakuisisi oleh para investor luar. Para pemilik modal dapat memperoleh keuntungan besar melalui bidang pariwisata, sementara masyarakat lokal bekerja dengan biaya rendah.

Demta melanjutkan bahwa masyarakat lokal perlu disiapkan betul melalui pendidikan berstandar internasional untuk keberlanjutan pembangunan di Indonesia COMICOS 2024 merupakan wadah diskusi bagi akademisi, praktisi, dan masyarakat dalam merespons isu-isu terkini di Indonesia.

Pada tahun ini, Comicos mengambil tema “Ekosistem Pembangunan Berkelanjutan: Interelasi dalam Merespons Perubahan”. Koordinator Utama kegiatan, Caecilia Santi Praharsiwi menyatakan kegiatan ini dapat menambah kekayaan diskusi dan wacana tentang pembangunan berkelanjutan di Indonesia. “Membangun masyarakat seharusnya tidak boleh meninggalkan satu orangpun dan perspektifnya tidak hanya infrastruktur fisik tetapi juga dari perspektif sosial.” ujar Santi.

Baca juga artikel terkait PENYAKIT KRONIS

tirto.id - GWS
Sumber: Siaran Pers
Penulis: Tim Media Service