tirto.id - Ahli mikro ekspresi Universitas Indonesia Monica Kumalasari memberikan penilaian beragam terhadap para calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta saat sesi debat 13 Januari lalu. Penilaian pertama dia berikan kepada Anies Baswedan. Menurutnya dari sisi penampilan Anies tampil lebih baik ketimbang dua calon gubernur lain. "Anies gesturnya bagus. Apa yang dikatakan bagus," kata Monica dalam diskusi "Menakar Kapabilitas Kandidat Lewat Evaluasi Kandidat Pertama" di Jakarta, Sabtu (21/01/2017).
Namun begitu bukan berarti Anies tanpa kritik. Menurutnya mantan rektor Paramadina itu kerap menyampaikan hal-hal yang bersifat normatif. Sehingga kesan yang ditimbulkan adalah Anies sedang menggurui layaknya seorang dosen. Kritik lainnya adalah soal ucapan Anies kepada calon wakil gubernur DKI Jakarta nomor urut satu Sylviana Murni.
Monica pernyataan Anies bahwa jawaban Sylvi menarik namun tidak nyambung memberikan kesan negatif. Apalagi di saat bersamaan pasangan Anies di Pilkada yakni Sandiaga Uno tampak tertawa meski hanya sesaat. "Itu merupakan hal yang meremehkan," ujar peraih gelar master Psikologi Terapan Kesehatan dari Universitas Indonesia ini.
Selain Anies, Monica juga memberikan penilaian terhadap penampilan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat. Dia melihat jawaban yang disampaikan Ahok terasa lebih rasional karena didukung oleh sejumlah data. Sayangnya, penampilan Ahok terasa kurang maksimal di sesi terakhir debat.
Hal tersebut karena Ahok lebih mempercayakan Djarot untuk menjawab pertanyaan terakhir. Padahal pertanyaan terakhir sangat penting karena berisi komitmen setiap calon memimpin selama lima tahun jika memenangkan pilkada. "Waktu Ahok mendapatkan pertanyaan, ia tertawa dan melempar ke Djarot seolah ia pasti maju di tahap selanjutnya. Hal tersebut yang membuat closing-nya kurang maksimal," kata Monica.
Sedangkan untuk pasangan nomor urut satu, Monica memberikan catatan kepada Sylviana Murni. Dia mengatakan Sylvi terlalu banyak beretorika. Sehingga apa yang disampaikan membuat masyarakat capek mendengarkan.
Begitu juga halnya dengan Agus. Monica menilai Agus terlalu seringn mengatakan "saya". Sehingga menimbulkan kesan mementingkan diri sendiri bila menjadi pemimpin. "Mungkin juga karena dia bekas tentara jadi empati itu berkurang. Mukanya juga flat saja,” ujar Monica.
Pengamat perkotaan dari Trisakti, Yayat Supriatna, menambahkan jika debat kemarin dalam segi tema masih terlalu melebar dan belum spesifik. “Pertama adalah ada hal yang sangat substansif, misalkan ada yang menguasai data, ada yang sama sekali tidak mempunyai data masih meraba-raba,” tutur dia.
Yayat mengatakan ada tiga unsur yang akan menjadi penilaian masyarakat selama debat: integritas, komitmen, dan kepemimpinan.
Di tempat yang sama salah satu anggota KPU DKI Jakarta Betty Epsilon Idroos menyampaikan evaluasinya terhadap jalannya debat Pilkada pertama. Betty menyatakan evaluasi bersifat teknis dan non-teknis. Soal waktu misalnya. Betty mengatakan mestinya debat dimulai jam setengah delapan. Namun mesti ditunda karena ada pasangan calon yang terlambat datang. "Akhirnya kita mulai jam 8 kurang sepuluh, sehingga ada beberapa segmen yang harus kita putus. Jadi besok-besok itu waktunya lebih on time,” ungkap dia.
Selain itu, kata Betty, KPU DKI Jakarta juga akan mempersempit tema debat. Sehingga masyarakat lebih mudah membandingkan visi dan misi ketiga calon kepala daerah.
Penulis: Chusnul Chotimah
Editor: Jay Akbar