tirto.id - Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa memprediksi lifting migas Indonesia akan kembali menurun di tahun 2019. Sebab, kata dia, realisasi investasi yang dicanangkan pemerintah di sektor migas jauh dari target.
Hal itu ia sampaikan dalam diskusi bertajuk "Catatan Akhir Tahun 2018 dan 4 Tahun Nawa Cita Jokowi-JK di Sektor Energi, Migas dan Pertambangan" yang digelar di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (21/12/2018).
"Realisasi sumur eksplorasi dari 104 yang direncanakan tahun ini hanya kira-kira 18 sampai tahun kemarin yang dibor. Untuk sumur eksisting realisasi 70 persen dari target, dan sumur pengembangan juga jauh dari target. Kuat dugaan 2019 migas kita akan anjlok," kata Fabby.
Fabby menilai pengelolaan sektor migas dalam negeri belum menarik bagi investor. Misalnya, kata dia, penerapan skema gross split menyurutkan investor untuk melakukan eksplorasi migas di Indonesia.
"Gross split memang cocok untuk lapangan mature makanya sebagian besar yang sign [teken] kontak adalah lapangan mature," ujar Fabby.
Mengacu pada data SKK Migas dalam 10 tahun terakhir, produksi minyak dalam negeri memang terus menurun. Pada 2008, lifting minyak tercatat 926 ribu barel per hari (bph), capaian ini secara terus-menerus turun hingga 803,8 ribu barel per hari pada 2017.
"Kalau dilihat, ada faktor yang sifatnya sangat struktural dan tidak dibenahi secara benar," kata dia.
"Inkonsistensi dalam peraturan atau regulasi. Cadangan migas ada di laut dalam, iklim investasi kita kan 10 tahun terakhir tidak menarik [jika] dibanding Malaysia dan negara lain," dia mengimbuhkan.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom