Menuju konten utama

ICW soal Revisi UU Pemasyarakatan: Karpet Merah bagi Koruptor

Dicabutnya aturan ketat remisi koruptor di PP 99/2012 menjadi angin segar bagi pemerintah & DPR untuk merevisi UU Pemasyarakatan.

ICW soal Revisi UU Pemasyarakatan: Karpet Merah bagi Koruptor
Sejumlah aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) berunjuk rasa menolak pembatalan PP 99/2012 di depan gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Senin (8/11/2021). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/wsj.

tirto.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo memberikan karpet merah terhadap koruptor melalui Revisi UU Pemasyarakatan. Hal ini dinilai ICW merupakan salah satu regulasi yang paling bermasalah pada tahun ini.

"Salah satu regulasi yang paling bermasalah yang dikeluarkan tahun ini yang justru memberikan karpet merah bagi narapidana korupsi itu lewat Revisi Undang-undang Pemasyarakatan," kata Koordinator Divisi Hukum ICW Lalola Easter dalam konferensi pers daring, Minggu (13/11/2022).

Hal tersebut menurut Lola dimulai dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan yang telah diupayakan sejak pemerintahan Jokowi periode pertama yang belum juga berbuah hasil.

Para koruptor kemudian menguji pasal dalam PP 99/2012 melalui uji materi di Mahkamah Agung (MA). Kemudian, MA pada Oktober 2021 mengabulkan uji materi tersebut dengan mencabut aturan ketat remisi koruptor di PP 99/2012. Keputusan itu lantas direspons pemerintah dengan merevisi UU Pemasyarakatan.

"Dari rangkaian itu kemudian pemerintah mendapat angin yang sesuai dengan keinginan mereka, didorong dan didukung juga dengan DPR RI yang sama problematiknya, kemudian loloslah Revisi UU Pemasyarakatan di tahun ini," papar Lola.

RUU Pemasyarakatan membatalkan dua poin penting yang ada di dalam PP 99/2012 yang berkaitan dengan narapidana kasus korupsi. Pertama adalah kewajiban membayar denda, pidana tambahan dan uang pengganti dihapus.

Kedua, kewajiban menjadi justice collaborator untuk memperoleh remisi dihapus atas nama nondiskriminasi.

"Atas nama nondisriminatif, kemudian treatment yang diberikan itu justru sangat kental dengan pengistimewaan terhadap koruptor," ujar Lola.

Baca juga artikel terkait RUU PEMASYARAKATAN atau tulisan lainnya dari Fatimatuz Zahra

tirto.id - Hukum
Reporter: Fatimatuz Zahra
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Bayu Septianto