Menuju konten utama

Hukum Qurban Tapi Belum Aqiqah, Mana Lebih Dulu Jelang Idul Adha?

Bagaimana hukum qurban, tetapi belum aqiqah? Mana yang harus didahulukan terlebih dahulu jelang Idul Adha 2022?

Hukum Qurban Tapi Belum Aqiqah, Mana Lebih Dulu Jelang Idul Adha?
Peternak meminumkan jamu tradisional berupa larutan kunyit dan temu hitam sebagai antibiotik alami serta penambah nafsu makan pada sapi peliharaannya di Peternakan Sari Rumput, Malang, Jawa Timur, Kamis (12/5/2022). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/foc.

tirto.id - Bagaimana hukum seseorang yang berniat untuk berqurban saat Idul Adha, sedangkan dia atau orang tuanya belum melakukan aqiqah untuk dirinya sendiri? Apakah ia harus menunda berqurban dan baru mengerjakannya setelah aqiqah? Ataukah tidak masalah jika berqurban, dalam posisi belum aqiqah?

Berdasarkan keputusan hasil sidang isbat Kementerian Agama (Kemenag) pada Rabu (29/6/2022), ditetapkan bahwa Idul Adha 1443 Hijriah bertepatan dengan Minggu, 10 Juli 2022.

Keputusan itu didasarkan dari pantau hilal di 86 titik seluruh wilayah Indonesia, kemudian dilanjutkan dengan rapat sidang isbat. Proses pengamatan hilal ini menjadi pertimbangan penting dalam sidang isbat.

"Dari 34 provinsi yang telah kita tempatkan pemantau hilal, tidak ada satu pun dari mereka yang menyaksikan hilal,"papar Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa'adi dikutip laman Kemenag.

Sementara itu, PP Muhammadiyah, sudah mengeluarkan Maklumat Nomor 01/MLM/I.0/E/2022 yang merujuk hasil hisab hakiki wujudul hilal oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Ditetapkan bahwa warga Muhammadiyah merayakan Idul Adha (10 Zulhijah) pada Sabtu, 9 Juli 2022.

Hukum Qurban Saat Idul Adha

Pada hari Idul Adha, umat muslim diperintahkan untuk menyembelih hewan qurban. Hukum pelaksanaan qurban adalah sunah.

Waktu yang ditetapkan untuk penyembelihan hewan qurban adalah sejak selesai shalat Idul Adha tanggal 10 Zulhijah sampai terbenam matahari pada 13 Zulhijah. Dasar pelaksanaan qurban adalah dalil berikut.

Surah Al-Kautsar: 1-2

اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ

“Sesungguhnya Kami telah memberimu (Nabi Muhammad) nikmat yang banyak. Maka, laksanakanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah!”

Surah Al-Hajj: 28

لِّيَشْهَدُوْا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ فِيْٓ اَيَّامٍ مَّعْلُوْمٰتٍ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۚ فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْبَاۤىِٕسَ الْفَقِيْرَ

"(Mereka berdatangan) supaya menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan atas rezeki yang telah dianugerahkan-Nya kepada mereka berupa binatang ternak. Makanlah sebagian darinya dan (sebagian lainnya) berilah makan orang yang sengsara lagi fakir."

Hukum Qurban, Tetapi Belum Aqiqah

Mengutip Muhammadiyah dalam Suara Muhammadiyah Nomor 23 Tahun 2012, merujuk pada kitab fikih Sulubus-Salam karya Imam ash-Shan'ani, aqiqah secara bahasa adalah membelah dan memotong; dengan demikian hewan yang disembelih pun juga disebut aqiqah, karena tenggorokannya dibelah dan dipotong. Aqiqah juga dapat diartikan sebagai rambut yang terdapat di kepala bayi yang baru keluar dari perut ibunya.

Sementara itu, menurut terminologi, dalam Shahih Fiqhus-Sunnah oleh Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, aqiqah adalah hewan yang disembelih untuk anak yang baru dilahirkan sebagai ungkapan syukur kepada Allah dengan niat dan syarat-syarat yang khusus.

Hukum aqiqah berdasarkan pendapat rajih (kuat) yang disepakati oleh jumhur ulama adalah sunah muakadah. Ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw., “Barangsiapa yang dikaruniai anak dan ingin beribadah atas namanya maka hendaklah ia beribadah (dengan menyembelih binatang aqiqah)." Sabda tersebut menunjukkan bahwa aqiqah hukumnya sunnah, bukan perkara wajib.

Waktu pelaksanaan aqiqah adalah pada hari ke-7 ari kelahiran anak, sebagaimana dijelaskan dalam hadis Rasulullah saw., “Tiap-tiap anak itu tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih sebagai tebusan pada hari yang ketujuh dan diberi nama pada hari itu serta dicukur kepalanya.” [Hadis diriwayatkan oleh lima ahli hadis dari Samurah bin Jundub, disahihkan oleh at-Tirmidzi]

Setelah mengetahui hukum aqiqah adalah sunah muakadah dan waktu pelaksanaan aqiqah adalah mulai hari ketujuh dari kelahiran bayi, hal lain yang penting adalah pelaku amalan aqiqah, yaitu dilakukan oleh orang tua dari bayi yang dilahirkan.

Terkait hal ini, ada beberapa pendapat soal kurun waktu aqiqah. Di antaranya, pendapat sebagian ulama madzhab Syafi’i bahwa aqiqah tidak akan gugur atau hilang penundaannya sampai aqiqah itu dilakasanakan. Ada pula yang berpendapat bahwa batas waktu aqiqah dibatasi hingga anak tersebut baligh.

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa aqiqah pelaksanaannya berbeda dengan ibadah qurban. Keduanya tidak memiliki keterkaitan satu sama lain, berbeda dengan misalnya seseorang yang harus wudu terlebih dahulu sebelum salat.

Oleh karenanya, ibadah qurban dapat dilaksanakan seseorang tanpa perlu mempertimbangkan apakah ia sudah aqiqah atau belum.

Baca juga artikel terkait HUKUM KURBAN atau tulisan lainnya dari Nurul Azizah

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Nurul Azizah
Penulis: Nurul Azizah
Editor: Fitra Firdaus