Menuju konten utama

Hasil Pertemuan Trump-Kim Jong Un dan Motif Ekonomi di Baliknya

Trump dan Kim menghasilkan empat kesepakatan.

Hasil Pertemuan Trump-Kim Jong Un dan Motif Ekonomi di Baliknya
Presiden Donald Trump bertemu dengan pimpinan Korea Utara Kim Jong Un di Pulau Sentosa, Singapura, Selasa (12/6/18). AP Photo/Evan Vucci

tirto.id - Hotel Capella di Pulau Sentosa Singapura bakal menjadi tempat bersejarah bagi rakyat Amerika dan rakyat Korea Utara. Di tempat itu, dua pemimpin mereka, Donald Trump dan Kim Jong Un, bertemu pada Selasa (12/6) pagi sekitar pukul 09.00 waktu setempat. Trump dan Kim berjalan menyusuri lorong Hotel Capella dari arah berlawanan menuju lobi.

Ketika keduanya sudah berada di lobi hotel, Trump mengulurkan tangan mengajak Kim bersalaman. Dalam jabat tangan sekira 13 detik dan disaksikan pewarta dari berbagai belahan dunia itu, Trump tampak mendominasi pembicaraan. Kim sempat tersenyum simpul saat Trump mengakhiri jabat tangan dan mengajak berbalik badan berpose ke arah awak media. Setelah itu, raut muka datar dan tegang ditunjukkan Kim di tengah hujan jepretan foto dari para juru kamera.

Trump mempersilakan Kim berjalan lebih dahulu ke ruang bilateral tempat mereka akan membahas berbagai masalah krusial. Ketika mereka berjalan menuju ruang pertemuan, Kim berkata kepada Trump melalui seorang penerjemah, “Banyak orang di dunia akan menganggap ini sebagai fantasi… dari film fiksi ilmiah.”

Setelah sekitar tiga jam melakukan serangkaian pembicaraan dan makan siang, Trump berkata kepada awak media bahwa pertemuan tersebut sangat fantastis. “Benar-benar sangat positif. Aku pikir ini lebih baik dari yang orang duga,” kata Trump seperti dilansir The Guardian.

Pertemuan bersejarah kedua pemimpin itu berakhir sekitar pukul 12.23 dengan pembubuhan tanda tangan dokumen kesepakatan. Sebelum penandatanganan, Kim berkata, “Hari ini kami telah mengadakan pertemuan bersejarah, kami memutuskan untuk meninggalkan masa lalu. Dunia akan melihat perubahan besar. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Presiden Trump untuk membuat pertemuan ini terjadi.”

Dilansir dari Reuters yang memuat teks lengkap dokumen perjanjian, ada empat poin yang disepakati kedua pihak. Pertama, komitmen untuk membangun hubungan baru AS-Korut menuju perdamaian dan kemakmuran. Kedua, AS-Korut bergabung dalam membangun rezim perdamaian yang abadi di Semenanjung Korea. Ketiga, menegaskan kembali Deklarasi Panmunjom 27 April 2018 antara Korut dan Korsel mengenai komitmen denuklirisasi menyeluruh di Semenanjung Korea. Terakhir, memulihkan masalah tahanan perang kedua negara.

Mengakhiri Perseteruan

Sejak Trump memenangkan kursi Presiden AS, ketegangan antara AS dan Korut meningkat terutama di sepanjang 2017. Melalui akun Twitternya, Trump banyak melontarkan kritik dan kecaman. Ia misalnya memprotes uji rudal Korut sebagai sesuatu yang kurang kerjaan, mengatakan dialog dengan Korut bukan sebuah jawaban, bahkan menjuluki Kim sebagai pria gila yang tak peduli dan membunuhi rakyatnya.

Awal 2018 Trump mengklaim memiliki tombol nuklir yang lebih besar dan kuat dari milik Kim. Kim dan jajaran pemerintahannya tidak tinggal diam. Kim pernah menyebut Trump sebagai orang tua pikun yang menderita gangguan jiwa dan akan dijinakkan lewat tembakan. Menlu Korut pernah menanggapi ancaman Trump sebagai ajakan perang terbuka. Pyongyang juga pernah menyatakan deretan rudal dalam kondisi siap meluncur ke wilayah AS. Bahkan keduanya sempat saling ancam membatalkan rencana pertemuan, termasuk Trump yang pada 24 Mei lalu sempat menyurati Kim yang isinya pembatalan pertemuan.

Kenyataannya, perseteruan keduanya berakhir ketika pertemuan yang juga disebut KTT Singapura atau KTT AS-Korut 2018 itu terselenggara. Bahkan berakhir dengan penandatanganan perjanjian damai oleh Kim dan Trump.

Infografik Pohon Keluarga Kim

Motif Pertemuan

Sejauh ini, satu-satunya alasan mengapa Kim mau melunak dengan musuh bebuyutannya adalah alasan ekonomi. Perekonomian Korut banyak dibantu Cina. Keuangan Korut yang terbatas dihabiskan untuk membangun kekuatan nuklir.

Hankyoreh menyebut sejak 2013 pemerintah Korut tidak dapat lagi menyembunyikan kesulitan ekonomi yang didapat lantaran mendapat banyak sanksi dari dunia internasional. Konsekuensinya, denuklirisasi menjadi kunci utama Korut untuk mendapat kelonggaran sanksi internasional termasuk dukungan ekonomi dan kerja sama.

Ekonomi Korut diprediksi bakal tumbuh seperti Cina. Dikutip dari CNN, para ahli mengatakan telah terjadi revolusi yang tenang di Korut dengan wujud liberalisasi kontrol atas bisnis negara hingga berkembangnya perusahaan dan pasar swasta meski statusnya masih illegal. Ada banyak sanksi dari AS yang dijatuhkan kepada Korut.

Pada 21 September 2017 lalu, misalnya, Trump mengeluarkan Perintah Eksekutif yang memungkinkan AS memotong sistem keuangan dan membekukan aset perusahaan, bisnis, organisasi dan individu yang berdagang barang, jasa, atau teknologi dengan Korut. Pesawat atau kapal yang berani memasuki Korut bakal dilarang selama 180 hari memasuki wilayah AS. Terlebih, Cina melakukan hal yang sama dengan mengikuti sanksi dari PBB yang diberikan kepada Korut.

Strategi Byungjin yang diadopsi Kim sejak ia berkuasa pada 2011 dengan fokus pembangunan gudang senjata nuklir pada akhirnya menjadi kunci penting dalam negosiasi dengan para musuh. Strategi itu sukses membuat AS dan Korea Selatan mau menggelar meja diplomasi.

Baca juga artikel terkait PERTEMUAN TRUMP DAN KIM JONG UN atau tulisan lainnya dari Tony Firman

tirto.id - Politik
Reporter: Tony Firman
Penulis: Tony Firman
Editor: Jay Akbar