Menuju konten utama

Hal Penting dari Sengketa Embrio Sofia Vergara dan Nick Loeb

Aktris Sofie Vergara dan mantan tunangannya Nick Loeb bersengketa soal keturunan mereka yang masih berupa embrio beku. Tapi tunggu dulu, lupakan dulu sengketa mereka. Apakah embrio beku bisa berkembang menjadi bayi yang sehat?

Hal Penting dari Sengketa Embrio Sofia Vergara dan Nick Loeb
Petugas mengecek kondisi bayi kembar empat yang masih dalam perawatan intensif dokter di ruang NICU (Neonatal Invasive Care Unit) RS Siloam Surabaya, Jawa Timur, Senin (14/11). Bayi kembar empat yang lahir melalui proses operasi cesar (Sectio Caesaria) tersebut merupakan hasil dari program bayi tabung (inseminasi). ANTARA FOTO/Irfan Anshori.

tirto.id - Apakah embrio manusia sudah tergolong makhluk hidup? Di Amerika Serikat, perdebatan abadi antara kubu liberal dan konservatif yang berawal dari pertanyaan itu kembali menyeruak saat dua embrio beku milik aktris Sofia Vergara digugat oleh mantan tunangannya, pebisnis Nick Loeb. Kasusnya unik, sekaligus mempertontonkan kembali konflik mereka yang terjadi selama hampir tiga tahun.

Bagi Nick, kedua embrio itu adalah calon manusia, sehingga tak perlu ada perdebatan lagi. Keduanya pun sudah memiliki nama, yakni Emma dan Isabella. Mereka tedaftar sebagai penggugat dalam gugatan di pengadilan Louisiana. Isi gugatan, tentu saja, menuntut agar kedua embrio dipercayakan pada sang ayah kandung, Loeb, untuk kemudian dilahirkan ke dunia. Loeb sudah memperjuangkan ini sejak 2013, sebelum mereka akhirnya berpisah pada 2014.

Menurut sejumlah media AS yang memberitakan gugatan ini, pihak Sofia belum berkomentar, namun pengacaranya menyebut gugatan ini hanyalah aksi publisitas yang akan gagal. “Manuver terbaru ini tak lain dan tak bukan adalah upaya Tuan Loeb agar tetap terlihat di mata publik dengan terus menghubungkan dirinya dengan Nyonya Vergara,” kata pengacara Frend Silberberg dalam keterangan pers yang dilansir Reuters, Jumat (9/12/2016).

Publik ramai berkomentar atas kasus ini. Dalam kolom komentar di media sosial, sebagian sepakat gugatan ini konyol. Vergara juga dinilai tak akan terlalu terpengaruh sebab kini ia sedang dalam masa-masa bahagia bersama suami barunya, aktor “Magic Mike” Joe Manganiello. Menariknya, sebagian komentator justru mempertanyakan kembali keputusan Loeb dan Vergara yang memilih embrio beku dibandingkan yang segar. Bukankah selama ini diketahui bahwa embrio yang segarlah yang terbaik dalam urusan bayi tabung?

Pemahaman klasik tersebut pernah disinggung oleh Dr. Ash Carroll Miller dalam sebuah analisis di situsweb sekaligus nama klinik yang ia dirikan, Acces Fertility. Ia mengatakan pemahaman “yang segar yang terbaik” adalah warisan klasik saat program bayi tabung pertama kali dikenalkan atau di era 1970-an. Idiom ini mengacu pada fakta bahwa perempuan lebih mungkin hamil ketika embrio masih segar (antara perkembangan di hari ke-3 dan ke-5) dan segera dipindahkan ke rahim. Embrio beku disangsikan tingkat keberhasilannya sebab dibekukan dalam waktu yang lebih lama.

Kini teknologi medis sudah sedemikian maju. Oleh karena itu Miller berusaha untuk membandingkan teknik bayi tabung dengan melibatkan dua jenis embrio: segar dan beku. Mana yang memiliki tingkat keberhasilan lebih tinggi?

Program bayi tabung dengan melibatkan embrio beku berarti pencairan embrio yang sebelumnya telah dibekukan dan disimpan dengan aman lalu ditransferkan ke pasien perempuan yang akan membawa si jabang bayi dalam rahimnya. Sedangkan yang segar adalah saat sel telur dikumpulkan, dibuahi, dan kemudian ditransferkan ke pasien. Menurut Miller, penggunaan embrio segar lebih memberatkan si pasien sebab membutuhkan rangsangan lebih tinggi—selain juga si pasien mesti memiliki sel telur yang sehat. Untuk proses yang lebih ringan, pemakaian embrio beku bisa jadi pilihan,

Sejak berjalannya program bayi tabung di Inggris, tingkat keberhasilan embrio segar memang lebih signifikan ketimbang yang beku. Namun data dari dalam lima tahun terakhir menunjukkan tingkat keberhasilan embrio beku menunjukkan kemajuan menggembirakan. Kini, tingkat keberhasilan kedua jenis embrio bersaing ketat.

Data dari Human Fertilisation and Embryology Authority (HFEA) pernah meneliti tentang rata-rata tingkat keberhasilan program bayi tabung di Inggris. Data per 27/5/2016 menunjukkan bahwa persaingan ketat antara embrio segar dan beku lebih kepada pembagian tingkat keberhasilan usia si pasien.

Untuk pasien berumur 40-41 tahun, tingkat keberhasilan program bayu tabung memakai embrio beku berkisar 18,9 persen, sedangkan untuk embrio segar hanya 13,8. Untuk kelompok usia 38-39 tahun, tingkat keberhasilan embrio segar berkisar di angka 21,9 persen, sedangkan untuk embrio beku bisa mencapai 24,4 persen. Sementara itu untuk usia 35-37 dan di bawah 35 tahun tingkat keberhasilannya memang lebih besar, namun selisihnya tak terlalu jauh. Sebagaimana kata Miller, program embrio beku mengalami peningkatan yang signifikan di tiap tahunnya.

Pada dasarnya Miller ingin mengatakan sudah saatnya kita tepis pemahaman keliru bahwa embrio beku tak lebih berhasil ketimbang embrio segar. Bahkan embrio beku memiliki sejumlah kelebihan dibanding yang segar. Salah satunya adalah keuntungan dari segi finansial si pasien sebab biaya program bayi tabung dengan memakai embrio beku tiga kali lipat lebih murah dibanding memakai embrio segar. Kini impian memperoleh keturunan bukan lagi monopoli keluarga dari kelas menengah ke atas saja.

Infografik Embrio Segar atau Embrio Beku

Lebih Sehat

Tak hanya lebih murah, sebuah penelitian yang dipresentasikan dalam British Fertility Society Annual Meeting awal 2012 silam mengungkapkan bayi tabung hasil dari embrio beku rata-rata memiliki berat badan yang lebih ketimbang bayi tabung hasil dari embrio segar. Tak hanya itu, bayi dari embrio beku juga bisa bertahan lebih lama di kandungan tanpa harus mengalami kelahiran prematur.

Sebagaimana dilaporkan Daily Mail, penelitian tersebut mengungkapkan lebih detail bahwa bayi hasil embrio beku secara rata-rata berbobot 253 gram lebih berat ketimbang bayi hasil embrio segar. Proporsi bayi yang lahir dengan berat badan di bawah normal (2,5 kg) juga lebih rendah di kubu embrio beku yakni hanya 3,7 persen berbanding 10,7 persen. Bayi embrio beku bertahan 0,65 minggu lebih lama di rahim ketimbang bayi embrio segar.

Pemimpin penelitian Suzzane Cawood yang berstatus sebagai kepala bagian embriologi di Centre for Reproductive and Genetic Health, London, mengatakan penting baginya untuk memastikan bahwa seluruh kemajuan teknologi medis untuk dunia reproduksi benar-benar memayungi tujuan utamanya, yakni mempromosikan kesehatan optimal anak-anak yang lahir ke dunia.

“Ini penting sebab kelahiran prematur dan bayi yang lahir dengan berat badan di bawah standar adalah dua faktor utama seseorang mengalami kondisi kesehatan yang lebih buruk saat dewasa. Ini menuntun pada kesulitannya nanti dalam berperilaku dan belajar, baik selama menjalani masa kanak-kanak maupun saat remaja,” jelasnya.

Cawood mengakui bahwa perlu penelitian lanjutan atas temuannya tersebut. Di tengah perdebatan boleh tidaknya program bayi tabung berdasarkan argumen moral maupun keagamaan, ia sesungguhnya hanya ingin bayi yang lahir ke dunia ini bisa dalam kondisi yang lebih sehat dibanding mereka yang lahir di era sebelumnya.

Pilihan ada di tangan si orangtua. Mau embrio beku ataupun segar, hasil penelitian terbaru diharapkan selalu bisa jadi salah satu bahan pertimbangan. Demi kesehatan anak-anak mereka sendiri, bukan untuk siapa-siapa.

Baca juga artikel terkait EMBRIO atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Akhmad Muawal Hasan
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Maulida Sri Handayani