tirto.id - Guru Besar Sosiologi Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia, Elly Malihah, merespons rencana pemerintah menerapkan tes Assesment Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) bagi peserta didik dari tingkat dasar hingga atas.
Menurutnya penambahan tes tersebut, tidak akan memberatkan para siswa asalkan waktu dan metodenya diperhatikan.
"Untuk AKSI, kan di kelas 3, 5, 8, dan 11 waktunya dibuat fleksibel. [Metodenya] dibuat santai dan menyenangkan," ujar Elly saat dihubungi Tirto, Rabu (13/3/2019).
Tes AKSI aksi ini, menurut Elly, sangat bermanfaat, sebab dari sana bisa diketahui kelemahan siswa, misalnya, kemampuan literasi, berhitung, daya ingat materi pelajaran, dan sebagainya. Sehingga hasil tes AKSI bisa menjadi data para tenaga ajar untuk memahami dan juga menjadikannya bahan evaluasi, agar ke depan bisa mengisi kelemahan tersebut.
"AKSI juga diperlukan untuk melihat kompetensi siswa, mengenai bahasa, matematika, dan IPA, sebagai kompetensi dasar untuk tolok ukur proses belajar berikutnya," ujarnya.
Pada kesempatan terpisah, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud, Hamid Muhammad mengatakan, AKSI dimaksudkan untuk meninjau kembali mengenai rendahnya peringkat Indonesia dalam Program for International Assessment (PISA).
Secara teknis, para siswa nantinya akan diberikan soal-soal yang mirip dengan soal yang ada di PISA. Harapannya, para siswa tersebut akan terbiasa ketika menghadapi soal HOTS. Yang dilakukan sebelum para siswa menghadapi UN dan dipastikan tidak akan membebani siswa.
"AKSI ini semacam copy PISA yang diterapkan di Indonesia, untuk meningkatkan kemampuan High Order Thinking Skills [HOTS] siswa berusia 15 tahun atau kelas 9 SMP," ujarn Hamid di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu.
Namun yang perlu diketahui, AKSI belum resmi diberlakukan secara nasional. Tahapannya masih sebatas uji coba di beberapa sekolah yang ada di Indonesia.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Agung DH