Menuju konten utama

Grab Salah Langkah Tangani Pelecehan Seksual Terhadap Penumpang

Upaya Grab mempertemukan pengemudi sekaligus pelaku pelecehan dan korban dianggap tak tepat dan salah. Korban bisa trauma karenanya.

Grab Salah Langkah Tangani Pelecehan Seksual Terhadap Penumpang
Ridzki Kramadibrata, Managing Director Grab Indonesia menjelaskan fitur tombol SOS dan Know Your Driver-Partners (KYP) terbaru dalam acara media , Senin (21/5/2018). FOTO/Dok. Grab

tirto.id - Akun Instagram dengan pengikut 15 ribu, @indonesiafeminis, dua hari lalu (8/10/2018) mengunggah tangkapan layar yang berisi pengakuan seseorang perempuan yang dilecehkan pengendara Grab, penyedia transportasi daring. Unggahan itu di-repost beberapa akun lain seperti @lambeonlen dan jadi sorotan warganet.

Pada unggahan itu tertulis: "Kemarin, salah satu teman terbaik saya mendapat pelecehan seksual oleh pengendara mobil Grab. Dia mencium teman saya di bibir. Dan dia tidak bisa melakukan apa-apa karena terlalu takut akan dibunuh."

"Dan pengendara memaksa teman saya memberinya lima bintang ketika masih ada di dalam mobil."

Sehari sebelumnya, pengguna Twitter dengan nama @qitm--yang punya jumlah pengikut hampir 23 ribu--juga mengunggah tangkapan layar yang sama. Unggahan ini viral dan membikin Grab Indonesia merespons via Twitter @GrabID.

Dalam cuitan berangkai tanggal 8 Oktober 2018, Grab mengaku tahu kasus ini. Mereka berusaha mempertemukan terduga pelaku dengan penumpang. Namun, klaim Grab, penumpang menolak ditemui.

Mereka juga mengaku telah memberikan sanksi yang sesuai dengan Kode Etik Mitra Pengemudi Grab meski yang bersangkutan mengelak melecehkan korban.

Alih-alih direspons positif, upaya penyelesaian yang ditawarkan Grab justru diolok-olok warganet. Penyedia jasa transportasi asal Malaysia itu dianggap salah langkah dan tidak serius karena lebih memilih jalan "kekeluargaan" ketimbang, misalnya, melapor ke polisi--dalam hukum pidana, pelecehan seksual masuk sebagai tindakan melawan kesopanan.

Saat Tirto memintai klarifikasi, Selasa (9/10) malam, Grab Indonesia menjelaskan mereka tidak bisa memproses hukum terhadap mitra pengemudinya lantaran beberapa hal. Salah satunya adalah tidak mendapat aduan resmi dari pengguna, melainkan dari media sosial pada 6 Oktober 2018.

Sebelum merilis cuit berangkai itu, Grab mengaku telah menginvestigasi kasus. Pengemudi juga sudah mendatangi kantor Grab Indonesia, katanya.

"Namun yang bersangkutan merasa tidak melakukan dan sudah memberikan pernyataan siap datang dan dipertemukan dengan pelanggan jika diperlukan," jelas Mediko Azwar, Marketing Director Grab Indonesia.

Grab Indonesia juga mengaku sudah menawarkan bantuan pendampingan kepada korban jika berniat membawa kasus ini ke ranah hukum. Akan tetapi, menurut Mediko, korban merasa cukup dengan upaya yang dilakukan Grab seperti yang disampaikan dalam cuit berangkai di akun resmi Twitter-nya.

"Kami juga tawarkan untuk mediasi agar masalah ini menjadi jelas dari kedua belah pihak. Hanya saja dari pihak pelanggan menolak untuk bertemu," kata Mediko.

Infografik HL Indepth Pelecehan Seksual

Gagal Paham Grab

Bukan cuma warganet yang merasa apa yang dilakukan Grab salah langkah dan tak tepat. Ketua Komnas Perempuan, Azriana, juga menilai sama, terutama terkait upaya mempertemukan terduga pelaku dengan korban.

"Kekerasan seksual menimbulkan trauma bagi korban. Tindakan-tindakan yang dapat menghambat pemulihan korban harus dihindari," kata Azriana kepada reporter Tirto via aplikasi WhatsApp. Dan mempertemukan dengan pelaku, katanya, jelas bakal bikin trauma.

Pihak Grab sebenarnya bisa saja melaporkan mitra pengemudinya ke polisi karena mereka juga merupakan pihak yang dirugikan.

"Yang bisa melaporkan adalah pihak yang dirugikan. Bukankah Grab juga dirugikan karena hal ini? Nanti biar pembuktian dilakukan melalui penyelidikan polisi," imbuh Azriana.

Grab Indonesia mengaku telah menambahkan fitur yang dapat mencegah terjadinya tindak kekerasan seksual pada aplikasi. Misalnya dengan fitur Share My Ride, selfie authentication, uji coba kamera keamanan, hingga tombol darurat.

"Keselamatan merupakan prioritas utama bagi Grab Indoensia," tulis Grab dalam cuit berangkai yang kemudian disampaikan ulang Dewi Nuraini, Manajer Komunikasi Grab Indonesia kepada Tirto.

Menurut Azriana, langkah demikian tetap harus diapresiasi. Namun menurutnya, Grab tetap perlu memperbaiki sistem perekrutan mitra pengemudinya.

"Perlu ditinjau ulang karena ini bukan kasus kekerasan seksual pertama yang dilakukan pengemudi Grab," pungkas Azriana.

Kasus kekerasan yang dimaksud misalnya terjadi pada AN (19 tahun). Dia mengaku dirampok dan dilecehkan pada Mei lalu. Kasus lain terjadi tahun lalu. Pada Juli 2017, pengemudi Grab Car ditangkap aparat karena berusaha memperkosa penumpangnya di daerah Sulawesi Selatan. Pelaku bernama Dicky itu berusaha untuk meremas payudara penumpang dan memaksa korban memeluknya.

Pada Februari 2018, tim riset Tirto lewat penelusuran media, menemukan setidaknya 7 kasus pelanggaran yang masuk ke dalam ranah pidana yang melibatkan mitra aplikasi taksi online sepanjang 2017 hingga pertengahan Februari 2018.

Baca juga artikel terkait PELECEHAN SEKSUAL atau tulisan lainnya dari Restu Diantina Putri

tirto.id - Hukum
Reporter: Restu Diantina Putri
Penulis: Restu Diantina Putri
Editor: Rio Apinino