tirto.id - Kesehatan peserta didik memiliki peran penting dalam proses dan hasil pembelajaran. Kesehatan yang baik memungkinkan konsentrasi dan partisipasi aktif yang lebih baik, sehingga mendukung kinerja akademik yang optimal.
Selain melanjutkan pendidikan akademis, aspek yang tak kalah penting adalah proses memperkuat karakter, melanjutkan penanaman nilai-nilai, termasuk usaha menumbuhkan pembiasaan hidup sehat bagi peserta didik. Pembiasaan ini menjadi penting, karena kesehatan adalah penopang pendidikan, dan berpengaruh besar terhadap jalannya proses pembelajaran.
Saat ini, terdapat berbagai masalah kesehatan dihadapi peserta didik, yang menjadi tantangan dan harus diatasi secara bersama. Dari aspek kesehatan gizi misalnya, masih terdapat masalah stunting, gizi kurang atau kurus dengan berat badan kurang, serta anemia di kalangan remaja putri.
Pada saat bersamaan, muncul masalah baru yang mengancam kesehatan masyarakat, yaitu berat badan lebih serta obesitas. Dari aspek kesehatan fisik, studi World Health Organization (WHO) 2023 mencatat banyaknya remaja usia 13 -17 tahun yang tidak aktif secara fisik, atau menghabiskan 3 jam atau lebih per hari dalam kondisi duduk dan berbaring di luar jam sekolah atau saat tidur malam. Ketidakaktifan fisik ini meningkatkan risiko berbagai masalah kesehatan, termasuk obesitas dan penyakit kardiovaskular.
Dari aspek imunisasi, masih banyak peserta didik yang belum mendapatkan imunisasi lengkap. Hal ini disebabkan kekhawatiran orang tua mengenai kemungkinan efek samping setelah imunisasi.
Padahal, imunisasi penting untuk mencegah berbagai penyakit menular yang dapat berdampak serius pada kesehatan anak-anak. Untuk itulah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyelenggarakan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) bagi murid SD setiap bulan Agustus dan November.
Tantangan kesehatan lainnya adalah kesehatan jiwa. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan dengan sumber Global Burden of Diseases (IHME, 2019) menunjukkan, dari 10 Penyakit Terbesar Berdasarkan Siklus Hidup, Kesehatan Jiwa menduduki peringkat ke 2 pada kelompok usia remaja 1 dan 2 (10 - 18 tahun), yakni usia peserta didik di SD, SMP dan SMA.
Tiga masalah terbesarnya adalah depresi, kecemasan dan skizofrenia. nformasi ini diperkuat dengan hasil kajian Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan (PSKP) Kemendikbudristek 2024 yang menemukan bahwa peserta didik laki-laki cenderung lebih rawan mengalami perundungan, hukuman fisik, dan kekerasan seksual, serta terpapar zat adiktif, Selain itu, tingkat SMP memiliki tingkat keamanan paling rendah pada seluruh variabel iklim keamanan.
Kesehatan peserta didik juga dipengaruhi oleh kesehatan lingkungan satuan pendidikan tempat mereka belajar. Hasil studi WHO 2023 mengatakan bahwa masih ada peserta didik tidak pernah atau jarang mencuci tangan setelah menggunakan toilet.
Peserta didik menghabiskan sebagian besar waktunya di lingkungan satuan pendidikan. Oleh karenanya, mereka perlu didukung agar memiliki gaya hidup dan pembiasaan sehat, baik selama di satuan pendidikan maupun di rumah. Pembiasaan sehat ini dapat dimulai dengan melakukan aktivitas sederhana, namun memiliki dampak positif bagi kesehatan.
Memulai pembiasaan sederhana
Kemendikbudristek telah meluncurkan Gerakan Sekolah Sehat (GSS) untuk meningkatkan kesehatan sekolah dan meningkatkan kesehatan peserta didik dan memaksimalkan kesempatan bonus demografi.
Pada 23 Agustus 2022, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim meluncurkan Program Sekolah Sehat dengan tajuk “Revitalisasi UKS melalui Kampanye Sekolah Sehat’ dengan Fokus 3 Sehat: Sehat Bergizi, Sehat Fisik dan Sehat Imunisasi.
Pada bulan Februari 2024 Sekolah Sehat dikuatkan menjadi Gerakan Sekolah Sehat dan dilengkapi menjadi 5 Sehat: Sehat Bergizi, Sehat Fisik, Sehat Imunisasi, Sehat Jiwa, dan Sehat Lingkungan.
Cakupan GSS meliputi 438.267 satuan pendidikan di seluruh Indonesia, dari PAUD, SD, SMP, SMA, SMK, SLB, SKB dan PKBM dengan total peserta didik lebih dari 49 juta orang. Melalui usaha menjaga status kesehatan peserta didik, GSS juga turut berkontribusi agar bonus demografi Indonesia yang berpeluang mencapai puncaknya tahun 2030-2040 dapat termanfaatkan secara maksimal.
Gerakan Sekolah Sehat berfokus pada aktivitas yang dimulai dari langkah sederhana, dilakukan terus menerus, sehingga diharapkan menjadi kebiasaan dan dapat diterapkan berkelanjutan.
Miskonsepsi bahwa pembiasaan sehat baru bisa dimulai jika satuan pendidikan telah memiliki infrastruktur khusus, perlu mulai diluruskan. Mengingat kondisi Indonesia yang sangat beragam, baik dari aspek geografis dan sumberdaya yang dimiliki satuan pendidikan.
Lebih lanjut, peningkatan kesehatan gizi peserta didik dilakukan melalui pembiasaan minum air putih minimal 2 gelas sehari selama berkegiatan di sekolah. Kemudian juga peningkatan pemahaman dan pembiasaan konsumsi makanan bergizi seimbang, terutama protein tinggi, buah, dan sayuran melalui sarapan/makan bersama minimal 1 kali seminggu.
Selain itu menghindari/meminimalisasi konsumsi makanan cepat saji, makanan/minuman berpemanis, berpengawet, kurang serat, tinggi gula, garam, dan lemak dan pembiasaan konsumsi tablet tambah darah bagi remaja putri SMP/ sederajat dan SMA/sederajat minimal 1 kali setiap minggu.
Untuk Sehat Fisik, pembiasaan yang menjadi prioritas adalah peregangan minimal 1 kali selama pembelajaran, senam dan/atau kegiatan sejenis minimal 1 kali seminggu, permainan rakyat dan olahraga tradisional, pembiasaan jalan kaki dan pelaksanaan Tes Kebugaran Peserta Didik, termasuk peserta didik berkebutuhan khusus.
Dukungan GSS terhadap Sehat Imunisasi, dilakukan melalui pemetaan Status Imunisasi dengan cara memeriksa riwayat imunisasi peserta didik berdasarkan catatan riwayat imunisasi. Dilanjutkan dengan pemberian informasi rekomendasi oleh satuan pendidikan kepada orang tua atau wali tentang peserta didik yang belum mendapatkan imunisasi lengkap. Tahap berikutnya adalah pelaksanaan Imunisasi Lengkap bagi Anak Usia Sekolah Dasar dalam Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) pada bulan Agustus dan November melalui kerjasama dengan petugas kesehatan.
Kemendikbudristek telah mengeluarkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan yang mengatur dibentuknya Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di satuan pendidikan.
Dalam mendukung Sehat Jiwa, GSS mendorong agar satuan pendidikan melakukan sosialisasi regulasi serta keberadaan TPPK pada Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) serta melakukan sosialisasi kesehatan jiwa minimal 1 kali setiap semester dengan berbagai topik pilihan.
Beberapa diantaranya seperti mengenali dan mengatur emosi, pencegahan peredaran dan penggunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA); serta pemanfaatan internet/media sosial secara sehat dan bijaksana. Sosialisasi ini dilakukan bersama tenaga kesehatan dari Dinkes, Puskesmas atau narasumber lain dan juga melaksanakan doa bersama sebelum dan sesudah pembelajaran.
Para pendidik dan tenaga kependidikan didorong meningkatkan pengetahuan dan kapasitasnya dalam kesehatan jiwa melalui berbagai sumber belajar, termasuk yang ada di dalam platform Merdeka Mengajar. Kegiatan lainnya adalah pelaksanaan screening kesehatan jiwa peserta didik melalui koordinasi dan kerjasama dengan Puskesmas.
Terakhir, pada Sehat Lingkungan berfokus meningkatkan kondisi satuan pendidikan yang dapat mendukung tumbuh kembang peserta didik secara optimal, membentuk Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), dan berpartisipasi dalam upaya pengendalian perubahan iklim (climate change), sehingga terhindar dari berbagai pengaruh dan dampak negatif.
Hal ini dilakukan melalui pembiasaan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dengan air mengalir, pembiasaan buang sampah ke tempat sampah tertutup dan terpilah, kerjabakti kebersihan sekolah dan/atau penghijauan sekolah minimal sebulan sekali serta, penerapan Kawasan Tanpa Rokok/Vaping di lingkungan sekolah.
Kolaborasi mewujudkan Indonesia sehat
Dengan menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak seperti Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, satuan Pendidikan,GSS juga telah menjalin kerjasama dengan pelbagai dengan berbagai mitra. Sejak diluncurkan hingga Agustus 2022, GSS telah berhasil menjalin kerjasama dengan lebih dari 50 Organisasi Mitra yang terdiri dari Kementerian/ Lembaga, Organisasi Masyarakat/ nirlaba serta Dunia Usaha Dunia Industri.
Dukungan berbagai pihak ini merupakan momentum yang perlu diapresiasi dan dijaga keberlanjutannya. Oleh karena itu, Gerakan Sekolah Sehat mengajak seluruh pihak untuk bergerak bersama, dengan segala sumberdaya yang dimiliki, demi mewujudkan generasi Indonesia yang sehat, cerdas, dan berkarakter.
Penulis adalah Plt. Direktur Sekolah Menengah Pertama Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
*) Isi artikel ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya.