tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto menunda kegiatan Sub Regional Meeting on Counter Terrorism yang seyogianya dilakukan pada Senin (6/8/2018) di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Wiranto pun mengizinkan tamu undangan dari delegasi sejumlah negara pulang kembali ke negara masing-masing.
“Karena adanya gempa bumi yang terjadi, kami putuskan untuk menunda pertemuan Sub Regional yang membahas mengenai masalah terorisme dan mempersilakan semua tamu untuk kembali ke negara masing-masing,” kata Wiranto di Lombok, NTB, Minggu (5/8/2018), seperti dikutip Sekretariat Kabinet.
Lombok diguncang gempa tektonik berkekuatan 7 Skala Richter (SR) pada Minggu (5/8/2018) malam. Hingga Senin (6/8/2018) pagi, BNPB mencatat sedikitnya 91 orang meninggal dunia, ratusan lainnya mengalami luka-luka, dan ribuan rumah rusak.
Wiranto menjelaskan, ketika gempa terjadi sedang dilaksanakan gala dinner menyambut para delegasi. Ketika acara sedang berlangsung, terjadi gempa yang dirasakan oleh seluruh peserta.
Namun demikian, Wiranto memastikan para tamu undangan dari delegasi sejumlah negara aman dari gempa bumi berkekuatan 7 SR itu.
“Semua tamu delegasi selamat,” tegas Wiranto.
Presiden Joko Widodo pun sudah memerintahkan Wiranto untuk mengoordinasikan penanganan yang timbul akibat gempa tersebut, khususnya menyangkut masalah evakuasi terhadap korban meninggal maupun luka-luka.
“Tadi malam saya sudah memerintahkan Menko Polhukam Wiranto untuk mengoordinasi seluruh jajaran yang terkait dengan ini, baik BNPB, Mensos, TNI, Polri, dan yang lainnya agar penanganan masalah gempa bisa dilakukan secepat-cepatnya, baik yang evakuasi korban yang meninggal maupun yang luka-luka untuk segera ditangani,” kata Jokowi, Senin (6/8/2018) pagi, seperti dikutip dari setkab.go.id.
Presiden juga berpesan kepada Menko Polhukam agar penanganan terhadap wisatawan dilakukan sebaik-baiknya. Kepala Negara mengingatkan jangan sampai ada pelayanan yang kurang, terutama pengaturan jadwal penerbangan yang kemarin malam banyak yang tertunda.
Editor: Dipna Videlia Putsanra