Menuju konten utama

F-PKS Desak Pemerintah Ungkap Alasan Terbitnya Perppu Ormas

Pemerintah perlu menjelaskan alasan diterbitkannya Perppu Orman karena, menurut F-PKS Perppu ini dilandasi banyak pasal karet.

F-PKS Desak Pemerintah Ungkap Alasan Terbitnya Perppu Ormas
Jazuli Juwaini. FOTO/AntaraNews

tirto.id - Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini menilai pemerintah harus menjelaskan alasan kegentingan yang mengharuskan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Menurut Jazuli, F-PKS prihatin atas terbitnya Perppu tersebut karena dilandasi banyak "pasal karet" dan pengabaian proses peradilan dalam Perppu ini, yang dikhawatirkan sangat potensial merubah komitmen negara hukum menjadi negara kekuasaan.

"Banyak pasal di dalamnya yang dikhawatirkan sangat potensial mengubah komitmen negara hukum menjadi negara kekuasaan," kata Jazuli di Jakarta, Kamis (13/7/2017), seperti dikutip Antara.

Menurut dia, pemerintah harus bisa meyakinkan DPR adanya unsur kegentingan yang memaksa diterbitkannya Perppu berikut argumentasi filisofis, yuridis, dan sosiologisnya.

Jazuli menjelaskan karena harus melalui proses itu, Perppu tersebut belum serta merta bisa menjadi rujukan hukum, sebelum diajukan ke DPR, apalagi kalau ditolak oleh DPR.

Terutama, kata dia, apabila dalam proses ini ada masyarakat/ormas yang mengajukan peninjauan kembali atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena menilai bahwa Perppu ini bertentangan dengan UUD NRI 1945 terkait dengan HAM.

"Tentu, apabila MK mengabulkan peninjauan kembali tersebut, maka dengan sendirinya akan gugur, dan tidak bisa dijadikan rujukan hukum sehingga pemerintah harus taat hukum dan melaksanakan secara konsekuen UU 17 tahun 2013 tentang Ormas," ujarnya.

Jazuli menyampaikan empat catatan kritis dari F-PKS untuk pemerintah terkait Perppu Ormas. Pertama, pemerintah mengeluarkan Perppu dengan alasan UU 17 tahun 2013 tentang Ormas tidak lagi memadai sebagai sarana mencegah ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

"Benarkah UU 17 tahun 2013 sudah tidak memadai? Padahal UU ini sendiri terhitung belum lama disahkan oleh DPR bersama Pemerintah, tentu dengan pembahasan yang matang mempertimbangkan kondisi kemasyarakatan yang berkembang--yang mana kondisinya tidak jauh berbeda dengan saat ini," katanya.

Kedua, Perppu menganulir proses pembatalan ormas melalui peradilan sebagaimana diatur dalam UU 17 tahun 2013 tentang Ormas lalu diganti dengan secara sepihak pemerintah dapat membatalkan ormas.

Hal itu, menurut dia, apakah tidak semakin mengesampingkan upaya untuk menghadirkan supremasi hukum namun sebaliknya membuka peluang tindakan yang sewenang-wenang.

"Perppu memangkas tahapan pemberian sanksi dalam UU 17/2013 khususnya proses dialogis dan persuasif sebelum pembubaran ormas. Apakah pemerintah berniat menafikan proses ini dalam bernegara sehingga menjadi kemuduran dalam berdemokrasi," ujarnya.

Keempat, Perppu mengintrodusir pasal-pasal larangan bagi ormas yang bisa ditafsirkan luas seperti larangan menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

Pasal itu, menurut dia, membuka peluang kesewenang-wenangan apalagi Perppu menghapus proses peradilan bagi ormas yang dinilai melanggar larangan itu.

"Catatan kritis Fraksi PKS itu tentu pada waktunya harus dijawab oleh Pemerintah saat pengajuan pengesahan Perppu menjadi undang-undang di hadapan DPR," katanya.

Dia berharap argumentasi yang disampaikan pemerintah dapat menjawab kekhawatiran publik dan memperoleh hasil terbaik bagi masa depan bangsa Indonesia.

Baca juga artikel terkait PERPPU PEMBUBARAN ORMAS atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Hukum
Reporter: Dipna Videlia Putsanra
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra