tirto.id - Drektur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio mengatakan vaksin Merah Putih dikembangkan mampu menghadapi varian baru COVID-19.
Vaksin Merah Putih ini dikembangkan dengan metode rekombinan menggunakan bagian-bagian tertentu dari virus Corona yang dianggap penting kemudian diperbanyak dijadikan antigen. Selama ini virus yang dipakai adalah varian awal.
Artinya bibit pengembangan untuk vaksin tersebut masih menggunakan virus Corona varian lama. Namun Amin mengatakan pihaknya juga telah mempersiapkan untuk pengembangan menggunakan virus varian baru COVID-19.
Setelah satu setengah tahun pandemi berlalu, varian COVID bermutasi. Di Indonesia telah ditemukan varian Alpha, Beta, Delta, dan Delta Plus. Varian Delta mengakibatkan kasus COVID-19 di Indonesia tidak terkendali. Angka reproduksi (RO) varial Delta adalah 6,5 yang berarti satu orang bisa menularkan kepada enam sampai tujuh orang. RO Delta tertinggi dari varian lain.
“Kami sudah mengantisipasi apabila dibutuhkan untuk varian baru, ya, akan dilakukan. Tapi saat ini kita belum tahu varian ke depan itu varian apa. Saat ini memang varian Delta, tapi belum tentu ke depan varian Delta [yang merebak] dan varian Delta juga banyak turunannya,” kata Amin melalui sambungan telepon kepada Tirto, Rabu (4/8/2021).
Amin mengatakan bahan baku vaksin memakai varian lama, asal efikasi di atas 50 persen, vaksin Merah Putih dapat digunakan.
“Jadi kalau nanti sudah selesai kemudian ada keharusan untuk penyesuaian, maka memang kita lakukan penyesuaian dari pengembangan bibitnya. Proses-proses berikutnya tidak perlu berjalan dari nol lagi. Semisal aktivan serta komponen lainnya itu tidak ada perubahan cuma rangkaian materi genetik virus saja yang diubah,” jelasnya.
Saat ini, kata Amin, vaksin Merah Putih yang dikembangkan dalam proses transisi dari laboratorium ke PT Bio Farma. Proses optimasi sedang dilakukan agar yield atau perolehan dari bibit vaksin itu menjadi banyak dengan tujuan efisiensi industri.
Ditargetkan setelah proses tersebut selesai maka diharapkan dapat diteruskan dengan uji praklinik lalu uji klinik fase 1,2, dan 3.
“Direncanakan dalam 3-4 bulan dari saat ini akan dilakukan uji praklinik, sehingga nanti uji klinik bisa dimulai akhir tahun,” ujarnya.
Eijkman merupakan salah satu dari tujuh lembaga yang mengembangkan vaksin COVID-19 di Indonesia. Selain Eijkman, institusi lain yang juga melakukan pengembangan vaksin yakni Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Airlangga (Unair), dan Universitas Padjadjaran (Unpad).
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Zakki Amali