Menuju konten utama

KEIN: Pembangunan ICT di Indonesia Agar Devisa Tak Tergerus

ICT dalam negeri untuk mengurangi beban biaya penggunaan hak kekayaan intelektual dan impor barang dan jasa.

KEIN: Pembangunan ICT di Indonesia Agar Devisa Tak Tergerus
Ilustrasi. Seorang laki-laki sedang membaca website ulasan teknologi pada perangkat tabletnya. Foto/theverge.com/Michael Shane

tirto.id - Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta menilai pemerintah perlu membangun industri teknologi komunikasi dan informasi agar devisa negara tak tergerus terus-menerus. Saat ini belanja aplikasi impor mobile dan hardware masih tinggi.

"Tentu ada strategi khusus. Salah satunya yaitu harus segera mendorong pembangunan ICT [industri teknologi komunikasi dan informas] dalam negeri seperti yang sudah dilakukan di Vietnam," kata dia dalam diskusi yang dilakukan KEIN, di Ballroom Hotel Century Park, Jakarta Selatan, Kamis (27/6/2019).

Selain itu, kata dia, pemerintah juga harus mendorong penggunaan komoditas dan jasa ICT dalam negeri untuk mengurangi beban biaya penggunaan hak kekayaan intelektual dan impor barang dan jasa ICT.

"Sehingga hal ini akan memperbaiki transaksi neraca pembayaran Indonesia [sektor jasa] secara keseluruhan," ujar dia.

Ia menjelaskan, pemerintah juga perlu mendorong produk elektronik dalam negeri agar bisa bersaing dengan produk luar.

Hingga saat ini produk luar negeri seperti smartphone Samsung, Oppo dan Vivo merupakan produk luar negeri. Sedangkan, produk dalam negeri yaitu Advan menjadi produk minoritas yang dijual di dalam negeri.

Dari data grafis yang diberikan KEIN terhadap daya beli masyarakat Indonesia untuk jenis smartphone, Samsung menduduki peringkat pertama dari brand yang paling dicari masyarakat dengan persentase sekitar 28 persen.

Setelah itu, disusul brand Xiaomi 24 persen, Oppo 19 persen, beberapa brand lain seperti Realme, Nokia sampai Iphone 13 persen, Vivo 11 persen dan Advan yang merupakan produk asli Indonesia hanya menyumbang 5 persen.

Sebagai informasi, sektor jasa teknologi informasi dan telekomunikasi menjadi salah satu penyebab dari persoalan defisit neraca transaksi berjalan sejak 2011.

Menurut United Nations International Trade, impor barang untuk komoditas mesin dan peralatan elektronik (H585) Indonesia pada 2018 sebesar 21,45 miliar dolar Amerika Serikat.

Nilai ini setara dengan 11,37 persen kontribusinya terhadap total impor. Kondisi ini diprediksi menggerus devisa negara di setiap tahun.

Baca juga artikel terkait DEVISA NEGARA atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Zakki Amali