tirto.id - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berencana menyelesaikan krisis kepemimpinan di tubuh partai dalam musyawarah kerja nasional hari ini, Rabu (20/3/2019). Salah satu agenda musyawarah yakni membahas apakah pelaksana tugas ketua umum Suharso Monoarfa bisa dikukuhkan menjadi ketua umum PPP atau tidak.
Suharso diangkat menjadi Pelaksana Tugas Ketua Umum PPP pada akhir pekan lalu setelah Ketua Umum PPP Muhammad Romahurmuziy diberhentikan dari jabatannya karena tersangkut kasus korupsi di KPK.
Namun penunjukan Suharso ditolak beberapa petinggi PPP karena dianggap melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Salah satunya diungkapkan Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) PPP, Rudiman.
"Pengangkatan itu batal demi hukum. Kita harus mengacu ke AD/ART, jangan bicara di luar itu. Dalam pasal 11 dan 13 [AD/ART PPP] jelas bahwa apabila ketum berhalangan, diberhentikan, atau mundur, terjadi kekosongan hukum. Kekosongan hanya dapat diganti oleh salah satu waketum," kata Rudiman saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (20/3/3019).
Rudiman menuturkan, petinggi partai yang seharusnya ditunjuk sebagai plt ketum adalah salah satu wakil ketua umum. Jika tidak ada yang bersedia, kata dia, maka bisa digantikan salah satu ketua DPP.
"Masak iya waketum satu pun enggak ada yang mau. Saya disuruh naik pun mau. Paling enggak mengantar sampai Muktamar nanti," ujarnya.
Rudiman menilai jika Mukernas yang diselenggarakan 20 hingga 21 Maret ini mengukuhkan Suharso sebagai ketum PPP, maka hal tersebut juga melanggar AD/ART.
"Kalau bicara figur, Pak Suharso itu sudah sempurna masuk kriteria ketum. Apabila Pak Suharso siap maju jadi ketum, saya siap dukung. Tapi bukan di Mukernas, harusnya di Muktamar nanti," kata Rudiman.
Berdasarkan Fatwa Mbah Moen
Wasekjen PPP Achmad Baidowi membantah penunjukan Suharso sebagai plt ketum melanggar AD/ART. Menurutnya, hal itu sudah sesuai mekanisme di internal partai.
"Mereka yang berpendapat demikian hanya merujuk ke pasal 13 ART tanpa mengetahui prosedural berlangsungnya rapat seperti apa. Ada pasal lain dalam AD/ART PPP yang menjadi dasar mengesahkan penunjukan Suharso sebagai plt ketum," kata Baidowi lewat pesan singkat kepada reporter Tirto.
Ketentuan yang dimaksud Baidowi adalah pasal 20 ayat 1 Anggaran Dasar PPP, yang berisi fatwa Majelis Syariah PPP harus diperhatikan dan dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Saat ini, Majelis Syariah PPP dipimpin Maimoen Zubair alias Mbah Moen.
Pasal 20 ayat 1 menyebutkan kewenangan Majelis Syariah adalah memberikan fatwa soal kebangsaan, kenegaraan yang wajib dipatuhi, diperhatikan dan dilaksanakan oleh pengurus partai.
Baidowi menjelaskan, rapat pengurus harian pada Sabtu (16/3/2019), dihadiri Mbah Moen. Saat itu, Mbah Moen memberi fatwa di depan para waketum tentang perlunya penyelamatan partai secara luar biasa. Menurut Baidowi, Mbah Moen juga menunjuk Suharso sebagai Plt Ketum PPP.
"Kalau menurut saya yang menjabat Plt itu, Pak Suharso Monoarfa," klaim Baidowi menirukan ucapan Mbah Moen.
Setelah Mbah Moen mengeluarkan fatwa, Baidowi mengatakan para waketum kemudian berembuk untuk memutuskan langkah yang akan ditempuh partai. Para waketum sepakat mengikuti petuah Mbah Moen untuk menunjuk Suharso sebagai Plt Ketum PPP.
"Ketika para waketum tersebut patuh terhadap fatwa majelis syariah, pasal 13 menjadi tidak terpenuhi karena tidak ada satu waketum pun yang pasang badan menyatakan siap mengisi posisi plt ketum," jelasnya.
Untuk mengisi kekosongan hukum tersebut, kata Baidowi, maka ada ijtihad hukum dengan meminta pendapat Mahkamah Partai PPP sebagai lembaga peradilan internal. Mahkamah partai memutuskan fatwa Mbah Moen harus dilaksanakan sesuai pasal 20 ayat 1 Anggaran Dasar PPP.
"Rapat pengurus harian menerima pendapat hukum Mahkamah Partai," ujarnya.
Namun penjelasan Baidowi tetap dianggap menyalahi AD/ART oleh Rudiman. Menurutnya, fatwa Mbah Moen lebih ke arah regulasi seperti penentuan halal dan haram, bukan pemilihan ketua umum.
"Fatwa yang dikeluarkan Kiai Moen itu keliru. Bahwa fatwa memang di AD/ART, namun sifatnya bukan untuk memilih ketua umum," tegas Rudiman.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Gilang Ramadhan & Mufti Sholih