tirto.id - Anggota DPR RI Komisi IV Endro Hermono menyoroti lemahnya sistem teknologi yang dimiliki pemerintah di bidang pangan. Ia menyebut, teknologi pemerintah kalah dengan teknologi pangan yang dimiliki oleh Swasta. Sebab, jika melihat harga fluktuasi ini berkaitan dengan persaingan total antara pemerintah dengan swasta.
"Di sini, kalau kita melihat harga fluktuasi sepertinya ini adalah kompetisi total dengan swasta. Kita tahu bahwa di dalam kompetisi ini paling tidak ada tiga hal yang menjadi indikator kita bisa menang atau kalah. Salah satunya teknologi," ucap Endro di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (8/11/2023).
Selain teknologi, Endro juga melihat aspek lainnya seperti sumber daya manusia (SDM), dan modal. Menurut Endro, jika pemerintah mempunyai wewenang kekuasaan, tetap saja dari segi modal swasta masih berpeluang untuk memenangkan persaingan.
"Ketika kita kompetisi dengan swasta, kalau modal kita kalah ini walaupun kita punya wewenang dan sebagainya. Ini juga masih mengkhawatirkan bahwa kita itu bisa menang," kata Endro.
"Karena ada pepatah yang mengatakan kalau kita tidak tahu kekuatan lawan, itu kemenangan kita hanya 50 persen banding 50 persen lah. Tetapi, kalau kita tahu kita akan tahu posisi kita, kita kalah atau menang dalam perdagangan," lanjut Endro.
Sementara itu, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengakui bahwa teknologi pangan yang dimiliki BUMN masih perlu ditingkatkan. Namun, peningkatan teknologi pangan BUMN perlu yang namanya penyertaan modal negara (PMN).
"Teknologi yang dimiliki BUMN dalam bidang pangan perlu ditingkatkan segera dan itu perlu PMN. Contoh, kalau kita mau punya cadangan pangan pemerintah dalam bentuk frozen chicken, tolong cold room-nya dibangun yang besar, dan disiapkan. Pada saat panen kita banyak sekali harga live bird di bawah Rp17 ribu," kata Arief.
Pasalnya, tugas BUMN di bidang pangan adalah menyerap. Selain teknologi pangan, ada dua hal lainnya yang perlu ditingkatkan yaitu, infrastruktur dan modal kerja bersih atau working capital.
"Tugas BUMN di bidang pangan adalah menyerap. Berarti [terkait] dua [hal], yang satu adalah infrastruktur, kedua adalah working capital. Kalau yang namanya RNI tidak punya cash untuk meng-off take apalagi pembiayaannya semua dari utang ya seperti hari ini," kata Arief.
Lebih lanjut, untuk infrastruktur tersebut sebetulnya sudah dihitung terlebih dahulu oleh Menteri BUMN Erick Thohir. Arief menyebut ada total sebanyak Rp41 triliun untuk membangun infrastruktur dan dibentuk untuk dijadikan cadangan pangan pemerintah.
"Jadi udah dihitung sama Pak Erick juga total Rp41 triliun. Rp41 triliun ini bukan untuk buang, tetapi mengubah Rp41 triliun itu menjadi bentuk cadangan pangan pemerintah. Jadi berapa frozen chicken yang mau kita kuasai berapa frozen meat atau daging yang mau kita kuasai, itu sudah dihitung sebenarnya," jelas Arief.
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Maya Saputri