Menuju konten utama

DPR: Butuh Penanganan Serius Atasi Backlog Perumahan

Pemerintah memiliki PR yang belum tuntas untuk dapat mengatasi tingginya kesenjangan antara ketersediaan dan kebutuhan (backlog) perumahan di Indonesia.

DPR: Butuh Penanganan Serius Atasi Backlog Perumahan
Politisi Partai Golkar Muhammad Misbakhun. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

tirto.id - Anggota Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun menilai, pemerintah memiliki pekerjaan rumah (PR) yang belum tuntas untuk dapat mengatasi tingginya kesenjangan antara ketersediaan dan kebutuhan (backlog) perumahan di Indonesia. Masalah backlog menurutnya perlu ditangani dengan serius.

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2020, angka backlog kepemilikan perumahan mencapai 12,75 juta. Jumlah itu belum termasuk penambahan keluarga baru yang diperkirakan mencapai 800 ribu unit per tahun.

"Butuh pemecahan sangat serius penyelesaian backlog harus dari semua lini. Kalau tidak dicari jalan keluarnya terus bertumbuh ini akan terakumulasi," kata Misbakhun dalam acara webinar Mengatasi Backlog Perumahan di Tengah Tren Kenaikan Suku Bunga, di Jakarta, Rabu (5/10/2022).

Dia memahami tingkat keterjangkauan daya beli Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk memenuhi kebutuhan rumah masih rendah. Baik membeli dari pengembang, membangun secara swadaya maupun meningkatkan kualitas rumah yang tidak layak huni.

"Data BPS menyatakan hanya 59,5 persen penduduk Indonesia yang punya rumah layak huni," jelasnya.

Ketidakseimbangan antara supply dan demand menyebabkan tingginya harga lahan. Selain itu kebutuhan masyarakat MBPR untuk tinggal di dekat tempat bekerja menyebabkan mereka harus tinggal di hunian tidak layak. Di mana sebagian diantaranya menempati pemukiman kumuh atau ilegal.

"Ini menunjukan betapa besarnya demand. Dalam setiap pembahasan dengan pemerintah selalu kita cari bagaimana prosesnya. Sektor mana saja pengungkit pertumbuhan ekonomi, salah satu terbuka adalah sektor perumahan. Karena investasi sektor perumahan ini berapapun diberikan pemerintah selalu terserap," ujarnya.

Untuk diketahui, dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2020 - 2024 pemerintah sendiri menargetkan peningkatan akses rumah layak huni dari 56,75 persen menjadi 70 persen. Ini setara dengan 17 juta rumah tangga.

Dalam kesempatan sama, Kepala Divisi Subsidized Mortgage Lending PT Bank Tabungan Negara (Persero), Mochamad Yut Penta menyampaikan, perseroan mempunyai cita-cita untuk menuntaskan backlog atau masalah kepemilikan rumah yang mana akan menuju zero backlog di 2045.

"Harapannya di 100 tahun kemerdekaan Indonesia, kita bisa menuntaskan dan tidak ada masyarakat yang backlog lagi, selain itu dana APBN yang diberikan oleh pemerintah itu bisa mencapai 0 triliun," ungkapnya.

Penta mengaku, selama ini adanya campur tangan pemerintahan dalam menyikapi kebutuhan rumah di Indonesia lewat KPR Subsidi menjadi beban fiskal bagi pemerintah. Sehingga perlu adanya dorongan dari sektor BUMN.

"Supaya nanti tidak memberatkan dana fiskal dari pemerintah lagi," katanya.

Selama ini, dukungan pemerintah terhadap sektor perumahan cukup besar. Diantaranya melalui kebijakan relaksasi berupa insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) 2022.

Kebijakan insentif PPN DTP diberikan sebesar 50 persen dari insentif PPN DT 2021, yaitu 50 persen atas penjualan rumah paling tinggi Rp2 miliar serta 25 persen atas penjualan rumah dengan harga di atas Rp2-5 miliar.

Baca juga artikel terkait PERUMAHAN RAKYAT atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang