Menuju konten utama

Disebut Ikut Mencitrakan Positif Lippo, Media Membantah

Saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut KPK yakni Direktur Utama Kobo Media Spirit Stefanus Slamet Wibowo menyebutkan Lippo Grup membayar hingga ratusan juta kepada perusahaannya untuk “mengamankan” sejumlah media nasional supaya tidak membuat berita negatif tentang Lippo Grup dan Nurhadi. Sontak, sejumlah media yang disebut Slamet, membantahnya.

Disebut Ikut Mencitrakan Positif Lippo, Media Membantah
Dirut PT Kobo Media Spirit Stefanus Slamet Wibowo bersaksi dalam sidang dengan terdakwa mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (19/10). Jaksa Penuntut Umum KPK menghadirkan seorang saksi yakni Dirut PT Kobo Media Spirit Stefanus Slamet Wibowo untuk terdakwa Edy Nasution terkait kasus suap bertahap senilai Rp2,3 miliar untuk mengurus sejumlah perkara yang melibatkan perusahaan Lippo Group di PN Jakarta Pusat. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf.

tirto.id - Sidang kasus suap pengurusan sejumlah perkara hukum yang melibatkan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (19/10/2016)membuat heboh. Saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut KPK yakni Direktur Utama Kobo Media Spirit Stefanus Slamet Wibowo menyebutkan Lippo Grup membayar hingga ratusan juta kepada perusahaannya untuk “mengamankan” sejumlah media nasional supaya tidak membuat berita negatif tentang Lippo Grup dan Nurhadi. Sontak, sejumlah media yang disebut Slamet, membantahnya.

Dalam keterangannya di persidangan Slamet Wibowo mengaku pencitraan positif itu diminta oleh Paul Montolalu salah satu petinggi Lippo Group yang menjabat sebagai Direktur PT Direct Vision. Kepada Slamet, Paul meminta untuk "mengendalikan" media guna memberitakan positif sejumlah unit usaha yang berada di bawah Lippo Group.

“Yang minta Pak Paul Montolalu, Pak Paul minta pencitraan unit-unit kerja di Lippo. Pak Paul itu dari First Media dan yang saya tahu First Media masuk perusahaan Lippo,” ungkap Slamet seperti dinukil dari Antara.

Slamet menjelaskan bahwa tugas perusahaannya adalah untuk membuat pemberitaan positif atau pencitraan positif terutama setelah KPK menangkap pegawai PT Artha Pratama Anugerah (bagian dari Lippo Grup) bernama Doddy Aryanto Supeno serta dikaitkannya nama Nurhadi dan Lippo Grup dengan perkara tersebut.

Dalam kesaksiannya, Slamet yang mengaku punya banyak relasi dengan wartawan di banyak media, terutama media cetak, selanjutnya mengirimkan proposal kepada Paul dengan mendaftarkan nama-nama media cetak yang ia sasar untuk membuat pencitraan positif terhadap isu Lippo Grup dan Nurhadi.

Dari kiriman surat elektronik yang ditunjukkan jaksa penuntut KPK di persidangan, media cetak tersebut antara lain Bisnis Indonesia, Kontan, Media Indonesia, Seputar Indonesia, Republika, Jakarta Post, koran Tempo, majalah Tempo, majalah Gatra, majalah Sindo, majalah Review, majalah Forum, Rakyat Merdeka, Neraca, Koran Jakarta dan Indopos dengan nominal angka di masing-masing media dari 450 hingga 650.

“Tiap media jasanya berbeda, tergantung berapa persen komisi yang mau saya ambil dari satu media, dan angka 450 itu dalam jutaan rupiah,” ungkap Slamet.

Jumlah tersebut kemudian diberikan kepada tim yang ia sebut “pawang”.

“Proposal itu ditawarkan ke pawang, yaitu tim saya yang mengaku bisa menghandle media dengan biaya-biaya seperti itu, jadi uang dari saya ke pawang, dan pawang mengaku didistribuskan ke media,” jelas Slamet.

Setidaknya sudah Rp600 juta yang dikeluarkan Paul sejak periode 1 Mei hingga 31 Juli 2016 sedangkan pada periode 2010-2015 mencapai Rp10-15 miliar.

“Nilai yang di proposal tidak semuanya disetujui, kalau disetujui belum tentu dibayar, dan kalau disetujui dan periodenya sudah habis bisa saja client minta diskon. Tagihan saya sekitar 5-6 bulan itu Rp600 juta, tapi angka dari Rp600 juta ke pawang tidak semuanya saya berikan karena saya menjalankan fungsi marketing karena saya sendirian jadi saya berhak menentukan fee management untuk saya,” ungkap Slamet.

Bantahan Media

Sejumlah media yang disebut dalam proposal Slamet, terang membantah. Pemimpin redaksi Koran Tempo Daru Priyambodo membantah pihaknya pernah menerima permintaan ihwal berita pencitraan Nurhadi maupun Lippo.

"Selama layak untuk dimuat, akan diberitakan. Jika tidak layak, tentu tak akan diberitakan," katanya seperti ditulis Tempo.co, Rabu (19/10/2016).

Bantahan serupa dilayangkan Kontan. “KONTAN dengan tegas menyatakan tidak pernah terlibat, merencanakan, mengajukan maupun menerima proposal proyek tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh Direktur Utama Kobo Media Spirit Stefanus Slamet Wibowo, dalam persidangan perkara suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution, Rabu (19/10),” demikian tertulis di laman Kontan.co.id, Kamis (20/10/2016).

Sementara Republika dalam bantahannya menyebutkan bahwa setiap pemberitaan yang dimuat Republika, termasuk kasus hukum yang melibatkan Lippo maupun Nurhadi selalu menjunjung tinggi nilai-nilai jurnalistik.

"Kami meyakini sekali berita soal suap Lippo untuk Republika adalah tidak benar. Hal ini bisa diamati dalam seluruh pemberitaan Republika dalam kasus Nurhadi yang tetap menjunjung tinggi nilai-nilai jurnalistik," Pemimpin Redaksi Republika, Irfan Junaedi seperti dikutip dari Republika.co.id, Kamis (20/10/2016).

Sementara itu Direktur Utama PT Kobo Media Spirit Stefanus Slamet Wibowo pada Kamis (20/10/2016) membantah memberikan gratifkasi kepada wartawan terkait pemberitaan Lippo Grup dan mantan Sekretaris MA Nurhadi.

"Saya pastikan dan yakinkan kepada seluruh pimpinan media massa khususnya media cetak bahwa tidak sepeserpun dana mengalir ke pribadi pekerja media sebagai gratifikasi atas ada-tidaknya pemberitaan terkait klien saya," kata Slamet seperti dilaporkan Antara.

Baca juga artikel terkait LIPPO atau tulisan lainnya dari Yantina Debora

tirto.id - Hukum
Reporter: Yantina Debora
Penulis: Yantina Debora
Editor: Agung DH