tirto.id - Deputi Riset Lembaga Eijkman Herawati Sudoyo menegaskan pembuatan vaksin tidak bisa buru-buru. Setiap pembuatan vaksin harus tetap mematuhi regulasi meski ada percepatan.
"Kita tidak bisa membuat suatu vaksin yang dibuat karena kita ingin cepat-cepat tapi terus tidak mengindahkan semua aturan yang berlaku," kata Herawati dalam diskusi daring, Kamis (3/9/2020).
Herawati mengatakan, 150 kandidat vaksin COVID-19 memang mengalami percepatan, tetapi tidak berarti melewati tahapan tes vaksin. Tahapan seperti pencarian benih vaksin, uji hewan, uji klinik 3 tahapan tetap harus dilalui oleh pembuat vaksin.
Herawati mengatakan, percepatan dilakukan saat uji klinik 1, 2 dan 3. Sebab, uji klinik bisa dilakukan secara paralel.
Di Indonesia, Eijkman tengah mengembangkan vaksin bersama PT Bio Farma. Eijkman mengembangkan dua benih vaksin yaitu benih vaksin yang menggunakan pendekatan uji lewat sel mamalia dan uji sel ragi. Pengembangan tersebut pun dipercepat karena melibatkan Badan Pengelola Obat dan Makanan (BPOM) untuk memonitor langsung kualitas vaksin dan memonitor tahapan pelaksanaan pembuatan vaksin.
"Kami sudah berkomunikasi dengan industri dan BPOM sehingga mereka benar-benar tahu step by step yang kami lalui karena kami tidak ingin setelah semua selesai tahu-tahunya ada satu tahap di mana diperlukan uji sebenarnya suatu program atau suatu fase dalam urusan klinik semuanya," kata Hera.
Epidemiolog UI Pandu Riono menegaskan, pemenuhan tahapan penting dilakukan. Sebab, tidak ada jalan pintas dalam pengembangan produk baik obat maupun vaksin. Ia mengingatkan, vaksin harus dipastikan efektif dan seberapa besar proteksi bagi masyarakat.
"Vaksin itu harus kita pastikan efektif, selain efektif berapa besar proteksinya pada komunitas sehingga kita bisa memprediksi berapa penduduk yang harus divaksin kemudian aman tidak. Kalau itu sudah dipastikan aman, itu pun dalam fase 4 tadi kita masih memonitoring, supaya kalau betul-betul ada masalah bisa diselesaikan dengan cepat," kata Pandu, Kamis.
Pandu mengingatkan, virus sangat mudah bermutasi. Ia menceritakan pengalaman ketika membantu penderita HIV dan belajar bahwa virus bisa bermutasi.
Kecepatan pengembangan vaksin RNA di masa lalu bisa menjadi keuntungan untuk mempercepat penemuan vaksin. Akan tetapi, uji vaksin tetap harus diuji dengan prosedur dan tata cara secara hati-hati meskipun dipaksa orang berkuasa sekalipun.
"Jangan kemudian lompat penelitian dari hewan atau dari sel langsung fase 3, enggak mungkinlah. Walau dipaksa oleh orang yang paling punya otoritas tertinggi di republik ini, tidak mungkin. Karena itu akan merugikan kita semua, termasuk merugikan bangsa dan negara," kata Pandu.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Restu Diantina Putri