tirto.id - Rabu sore di pertengahan bulan Mei, di antara 500 juta twit yang tercipta tiap harinya melalui platform Twitter, sebuah akun berkicau:
“Wuooh mantab! Jadi teringat deg2annya di momen Sentsu Uza pekan lalu.”
Sekilas, tak ada yang aneh dengan tweet tersebut. Orang yang berada di balik akun tampaknya hanya ingin merespons cuitan idolanya, anggota grup penyanyi JKT48 bernama Beby Chaesasa Anadila. Sebelumnya, tepat pukul 15.24, Beby mentweet: “Selamat siang semua, sambil menemani jam istirahat teman-teman ada episode terbaru nih dari #Cerit48ebyOshi yang ke 15 dengan judul $BebyForUZA.”
Yang menjadi persoalan, akun Twitter yang dipakai untuk membalas informasi dari Beby JKT48 bukanlah akun biasa. Akun itu merupakan akun presiden Joko Widodo dengan username @jokowi, lengkap dengan centang biru pertanda akun telah terverifikasi.
Meskipun akun tersebut merupakan milik Presiden Jokowi, bukan sang presiden sendiri yang berkicau tentang kekagumannya pada Beby JKT48. Bey Machmudin, Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, mengkonfirmasi bahwa kicauan tersebut merupakan ulah salah seorang admin akun Jokowi. Ditegaskan Bey, admin yang bercuit atas nama presiden itu “sudah dibebastugaskan.”
Akun Pribadi yang Tak Pribadi
Menggunakan admin untuk mengurusi akun media sosial, khususnya Twitter, tak hanya dilakukan Presiden Jokowi. Mayoritas pemimpin dunia menggunakan jasa admin. Beberapa di antaranya ialah mantan Presiden AS Barack Obama, Paus Fransiskus, dan yang paling fenomenal: Presiden Donald Trump.
Salah satu pemimpin dunia yang diketahui tidak menggunakan admin adalah Perdana Menteri India Narendra Modi. Sebagaimana disampaikan Kantor Perdana Menteri (PMO) yang diberitakan Hindustan Times, “Perdana Menteri meng-update akun Facebook dan Twitternya seorang diri” tanpa menggunakan jasa admin.
Narendra Modi mencuit atau memposting dengan memanfaatkan ponsel yang sama seperti yang diperlihatkannya kepada publik, PMO menegaskan.
Obama, yang oleh The Atlanticdisebut sebagai “presiden media sosial pertama,” menciptakan akun @BarackObama pada 5 Maret 2007, merupakan salah satu contoh pemimpin dunia yang memanfaatkan jasa admin untuk mengurusi akun Twitternya. Sebelum, saat, dan setelah menjabat, akun Twitter Obama diurus oleh tim yang dibentuknya.
Bedanya, jika sebelum atau setelah menjabat Obama bisa menunjuk siapa pun yang dikehendaki untuk mengurusi akunnya, saat menjadi presiden akun @BarackObama diadmini oleh tim yang memiliki komitmen “non-partisan dan tidak mencari keuntungan.”
Paus Fransiskus, pemimpin gereja Katolik, juga serupa. Ia memakai jasa seorang bernama Gustavo Entrala untuk mengurusi akun resmi Twitter miliknya. Entrala merupakan seorang wartawan yang kemudian menjadi ahli pemasaran digital dengan mendirikan agensi bernama 101. Perekrutannya menjadi admin @Pontifex--nama akun Twitter Paus Fransiskus--dilakukan ketika agensi yang didirikannya mengadakan workshop di Vatikan tentang pentingnya menggunakan Twitter. Federico Lombardi, juru bicara Paus, tertarik dengan Entrala dan mempekerjakannya sebagai admin.
Menurut pemaparan Entrala, sebagaimana diungkapkannya dalam wawancara dengan Cruxnow, akun Twitter Paus haruslah merepresentasikan brand Paus Fransiskus. Yang Entrala maksud yakni, pertama, membuat setiap kicauan yang dipublikasikan “dapat dipahami setiap orang, dan merupakan bahasa yang universal.” Lalu, twit Paus wajib selaras dengan hidupnya.
“Ketika Paus berbicara [mencuit] tentang kemiskinan, ini terjadi karena ia pernah miskin sebelumnya. Jika ia berbicara tentang belas kasihan, ini terjadi lantaran ia telah lebih dahulu memberi belas kasih pada orang-orang,” kata Entrala.
Salah satu cara paling mudah untuk melihat apakah akun pemimpin dunia menggunakan admin adalah adanya tandatangan digital. Pada akun Presiden Jokowi, tandatangan itu ialah “Jkw.” Sementara itu, Barack Obama menggunakan “BO” yang menjadi pembeda bahwa dirina sendiri yang mencuit.
Donald Trump
Soal admin Twitter, Donald Trump merupakan kasus yang unik. Presiden AS pengganti Obama itu memiliki dua akun: @POTUS dan @RealDonaldTrump. Masing-masing akun, selain tentu saja bisa ia pegang sendiri, mempunyai adminnya sendiri-sendiri.
Akun @POTUS lebih mengarah pada sosoknya sebagai presiden yang harus bijak dan mengabarkan informasi benar. Sebaliknya, @RealDonaldTrump merupakan akun yang dipelihara Trump untuk menunjukkan “Trump adalah Trump.” Dan orang yang berada di balik “Trump adalah Trump” ialah Dan Scavino, staf khusus Presiden Trump bergaji $179.700.
The Independentdalam salah satu publikasinya menyebut bahwa Scavino sesungguhnya tak layak menjadi admin bagi sosok sekelas presiden.Scavino merupakan sosok kontroversial. Ia, disebut The Independent, memanfaatkan akun pribadi Twitternya “untuk mempublikasikan serangkaian unggahan bohong, termasuk video yang memperlihatkan pengungsi Suriah di Jerman yang mendukung ISIS. Padahal, video tersebut merupakan protes yang dilakukan grup ‘kanan-jauh’ Jerman.”
Salah satu unggahan Twitter Scavino yang kontroversial ialah tentang vaksin yang disebutnya sebagai “pembunuh lembut” dan alat “sterilisasi.”
Robert Draper, dalam publikasinya di The New York Timesmenyebut Scavino bukanlah orang sembarangan. Scavino-la sosok original di balik kampanye Trump pada pemilu presiden tahun 2016 lalu, “yang bekerja secara agresif tapi tak mencolok.” Scavino bekerja di tengah kerumuman. Ia memanfaatkan iPhone miliknya untuk menjepret segala tindakan Trump dan memajangnya di media sosial sang politikus.
Keberadaan Scavino sebagai pembantu Trump terungkap lantaran adanya gugatan hukum dari orang-orang yang diblokir sang presiden. Dalam salah satu dokumen persidangan, Scavino disebut “mengasistensi Presiden Trump mengoperasikan akun @realDonaldTrump, termasuk mendraf dan memposting dengan akun tersebut.”
Scavino berbeda dengan dengan Entrala yang merupakan ahli pemasaran digital. Draper menyebut bahwa kekuatan Scavino yang terpenting adalah ia merupakan “Trump die-hard.” Ini yang membuat Scavino bisa menggebu-gebu memposting apa pun tentang Trump, dengan gaya Trump.
Twiplomacy
Apa yang dilakukan admin @jokowi sedikit mengusik citra corong media sosial milik presiden tersebut. Dalam sebuah wawancara dengan Financial Times, Donald Trump, konglomerat yang lalu jadi Presiden Amerika Serikat, menyebut secara tersirat bahwa media sosial, terutama Twitter, sangat penting.
“Tanpa berkicau di Twitter, saya tidak akan di sini [menjadi presiden]. Saya memiliki lebih dari 100 juta pengikut dari Facebook, Twitter, dan Instagram. Lebih dari 100 juta. Saya tidak perlu pergi ke media palsu,” kata Trump menerangkan bagaimana kuatnya pengaruh Twitter.
Twitter merupakan media sosial mikroblog, yang lambat laut berubah jadi corong komunikasi pemimpin dunia pada masyarakat. Jack Dorsey, pendiri Twitter, mengatakan bahwa mendengar informasi langsung dari pemimpin adalah hal yang sangat penting bagi masyarakat, termasuk dirinya. Twitter sukses memberikan wadah bagi pemimpin dunia untuk langsung mengabarkan apa yang mereka kehendaki pada rakyatnya.
“Saya sangat percaya bahwa sangat penting informasi ini keluar [langsung pada masyarakat] dibandingkan hanya terdengar di ruangan tertutup mereka saja,” ucap Dorsey.
Saat ini, mengutip hasil riset yang dilakukan Burson-Marsteller berjudul "Twiplomacy 2017", ada 856 akun pemimpin dunia/pemerintah yang ada di Twitter. Angka tersebut berasal dari 92 persen negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. Hanya ada 15 negara, baik pemerintahan maupun pemimpinnya, yang tak memiliki akun Twitter. Kebanyakan berasal dari Afrika, Asia, dan wilayah Pasifik.
Hingga 2017 lalu, akun Paus Fransiskus didaulat sebagai yang terbanyak diikuti. Dalam laporan tersebut, tercatat ada 33.716.301 pengikut pada akun @Pontifex, akun resmi Paus. Angka itu disusul oleh @RealDOnaldTrump milik Presiden AS ke-45 dengan 30.133.036 pengikut. Terakhir, Perdana Menteri India Narendra Modi, melalui akunnya @NarendraModi, didaulat menempati posisi ke-3 dengan 30.058.659 pengikut.
Editor: Maulida Sri Handayani