Menuju konten utama

Demokrat Jadi Penentu Koalisi Selain Jokowi & Prabowo di Pilpres

Demokrat menjadi penentu munculnya koalisi baru untuk melawan Jokowi dan Prabrowo di Pilpres 2019.

Demokrat Jadi Penentu Koalisi Selain Jokowi & Prabowo di Pilpres
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

tirto.id - Direktur Riset Monitor Indonesia, Ali Rif’an, melihat peluang lahirnya tiga koalisi dalam pertarungan Capres-Cawapres 2019. Peluang itu didasari pada konstruksi hukum pencalonan presiden setelah putusan MK terkait ambang batas pencalonan presiden 20 persen.

Pasalnya, mendekati waktu pendaftaran capres-cawapres, tiga partai, Demokrat, PAN, PKB dengan total kursi parlemen di atas 20 persen belum menentukan dukungannya ke salah satu dari dua nama yang digadang-gadang maju di Pilpres 2019: Jokowi dan Prabowo.

Dalam hal ini, kata Ali, Demokrat menjadi penentu munculnya koalisi baru tersebut. Pasalnya, partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono itu konsisten berada di tengah-tengah antara koalisi pemerintah dan oposisi.

"Skenario di luar Prabowo dengan Jokowi bisa saja 3 parpol ini usung capres alternatif dengan berkoalisi," ujarnya kepada Tirto, Sabtu (23/2/2018).

Ali menyebut koalisi baru itu dengan istilah poros Cikeas, yakni Demokrat, PAN dan PKB. Sementara dua koalisi lainya, yakni poros Teungku Umar untuk menyebut PDI-P, Golkar, Hanura, Nasdem dan PPP, serta poros Hambalang untuk PKS dan Gerindra.

Peluang Koalisi Cikeas di Pilpres 2019

Koalisi Cikeas juga memiliki cukup peluang untuk memenangi pertarungan Pilpres 2019. Sebab, ujar Ali, pemilih loyal Jokowi diperkirakan masih berada di bawah 30 persen dari total pemilih di Indonesia. Artinya, mantan Gubernur Jakarta itu tak serta-merta bisa menang satu putaran meski elektabilitasnya tertinggi saat ini, yakni 57,9 Persen.

Hal ini berbeda dengan Pilpres 2009 saat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali maju sebagai Capres. Menurut Ali, keberhasilan SBY menumbangkan dua kandidat dalam satu putaran disebabkan elektabilitasnya tinggi disertai pemilih loyal di atas 60 persen. Apalagi, SBY didukung oleh tingkat kepuasan masyarakat yang tinggi terhadap pembangunan ekonomi.

"Strong voters-nya itu, pemilih loyalnya itu di era SBY sampai 60 persen. Jokowi ini masih 30 persen. Artinya kan ada 70 persen swing voters yang bisa dibawa ke mana-mana. Kalau misalnya Prabowo itu 25 persen, berarti masih ada 45 persen" ujarnya.

Selain itu, Jokowi juga tak memiliki posisi penting dalam kepengurusan partai. "Berbeda dengan SBY yang sudah jadi ketua umum partai. Makanya Jokowi itu posisinya enggak terlalu kuat. Belum lagi, isu SARA yang dituduhkan," kata Ali.

Satu-satunya penghambat terbesar poros baru untuk memenangkan pertarungan, tutur dia, adalah menentukan tokoh alternatif capres yang mampu mengambil swing voters antara Jokowi dan Prabowo.

Sebab, elektabilitas elite politik lama yang pernah tampil pada pemilu sebelumnya maupun tokoh baru yang muncul dalam dinamika elektoral tiga tahun terakhir belum bisa melampaui Jokowi dan Prabowo.

Apalagi, sambung Ali, berdasarkan survei terbaru Poltracking, tren elektabilitas keduanya cenderung naik dibandingkan Pilpres 2014. "Mau tidak mau harus cari yang paling unggul (Capres-cawapres)” kata dia.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Politik
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Alexander Haryanto