tirto.id - Dua Calon Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Anies Rasyid Baswedan saling perang retorika saat mendeskripsikan gaya kepemimpinan masing-masing di debat Pilkada DKI Jakarta 2017 yang ditayangkan program Mata Najwa di Metro TV pada Senin malam (27/3/2017).
Kedua Calon Gubernur, yang akan bertarung di putaran kedua Pilkada DKI Jakarta 2017. itu “perang kata” mengenai konsep ideal kepemimpinan di ibu kota.
Ahok mengatakan figur Gubernur DKI Jakarta harus jadi model bagi semua bawahannya. Karena itu, selama memimpin DKI Jakarta, Ahok mengaku berusaha berperilaku bersih, transparan dan memegang prinsip melayani publik dengan empati.
“Lalu sistem tak boleh berpihak dan terima suap. Ini standard. Kalau gak mau menurut silakan mundur, kalau profesional pasti anda (bawahan Ahok) patuh. Itu yang selama ini hasilkan produk (program) di Jakarta,” kata Ahok yang menerima giliran pertama untuk mendeskripsikan gaya kepemimpinan idealnya di DKI Jakarta.
Ahok melanjutkan, dirinya juga berusaha memberikan contoh dengan datang ke kantor selalu tepat waktu sejak Pukul 7.30 pagi, menuntaskan semua disposisi paling lama seminggu dan lainnya. Dengan begitu, dia berani tegas ke pegawai bawahannya yang berkinerja buruk sebab sudah mencontohkan profesionalitasnya.
Anies, yang menerima giliran berikutnya, memulai deskripsinya mengenai kepemimpinan ideal dengan kalimat, “Kepemimpinan harus efektif, bisa merumuskan masalah dan target dengan benar sehingga ukuran jelas, hasilnya jelas, birokrasi jalan baik.”
Dia kemudian menyindir Ahok dengan menyatakan pemimpin ideal harus bekerja secara baik dari segi hukum maupun sosiologis. “Jadi kepemimpinan harus rangkul semua, bukan berpihak ke atas saja,” ujar Anies.
Anies mencontohkan kritiknya ke kinerja Ahok, seperti program Kartu Jakarta Lansia yang baru direalisasikan pada tahun ini, sementara pembangunan infrastruktur jalan lebih dahulu selesai. “Keberpihakannya itu kemana?”
Belum puas, Anies juga mengkritik sikap Ahok yang emosional saat beberapa waktu silam, ditemui seorang ibu yang mengadu soal masalah Kartu Jakarta Pintar (KJP).
Menanggapi ini, Ahok buka suara dengan beralasan dirinya tidak mungkin merangkul semua orang saat memimpin DKI Jakarta. Alasan dia, “Kalau korup, tidak akan saya rangkul.”
Ahok menambahkan, “Ada oknum mau suap, saya gak mau, masak saya mau kompromi. Kalau orang gak mau sejalan, tinggal saja.”
Dia juga menjelaskan tujuan utama pembangunan infrastruktur di Jakarta justru untuk memberikan pelayanan bagi semua masyarakat.
Di kesempatan terakhirnya berbicara, Anies menuding Ahok beda pemahaman dengan dia mengenai kalimat “merangkul semua” di debat itu. “Ini masalahnya, beda merangkul dan menegakkan hukum. Merangkul itu bagaimana seluruh warga atas, bawah, kanan dan kiri dirangkul.”
Menurut Anies penegakan memang harus diberlakukan ke siapa saja. Namun untuk pelaksanaan program, pemimpin harus merangkul semua pihak.
“Contoh, kalau ada program tidak disetujui sebagian masyarakat, gubernur haru mau turun ke bawah, dialog. Kalau gubernur tak mau dialog, bawahannya juga tidak mau,” ujar Anies.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom