tirto.id - Saat Rangga pindah ke New York dan meninggalkan Cinta di Jakarta sekitar tahun 2002, komunikasi antar keduanya masih dilakukan lewat surat, baik dalam bentuk fisik ataupun elektronik. 14 tahun kemudian, ketika Rangga kembali ke Indonesia, ia menghubungi Cinta lewat sebuah aplikasi bernama Line di ponsel pintarnya.
Dulu, ponsel paling canggih hanya bisa digunakan untuk mengambil foto dan mendengarkan lagu. Kini, kecanggihan ponsel diukur dari kecepatan mengeksekusi beberapa pekerjaan sekaligus dan generasi jaringan apa yang dibawanya. Generasi 2G sudah berlalu, generasi 3G yang dulu menjadi bintang tamu, sekarang akan mulai ditinggalkan. Para pengguna ponsel pintar kini ramai-ramai beralih ke 4G.
Pulsa bukan lagi digunakan untuk telepon dan SMS saja, ia penting untuk membeli paket data. Ketiadaan paket data akan lebih menyiksa dibandingkan dengan ketiadaan pulsa. Kini, banyak yang bisa membalas BBM atau WhatsApp atau Line atau Telegram tetapi tak bisa membalas SMS karena tak punya pulsa, tetapi berlimpah paket data.
Kehabisan pulsa tak begitu membuat orang gelisah selama ia masih memiliki paket data dengan sinyal yang baik-baik saja. Ingin mengirim pesan? Ia bisa pakai BBM atau WhatsApp atau Line atau Telegram atau aplikasi pengirim pesan lainnya. Butuh telepon? Ia bisa gunakan Skype, WhatsApp Call, Line dan aplikasi penyedia panggilan gratis lainnya.
Coba buka Hp-mu, lalu buka fitur pesan. Bisa dipastikan sebagian besar SMS yang masuk adalah pesan-pesan promosi, baik dari penyedia jasa telekomunikasi, maupun gerai-gerai rekanannya, beberapa pesan mungkin berisi tipu-tipu minta pulsa.
Keberadaan ponsel pintar tak cuma menggerus penggunaan kata SMS-an yang di masa lalu menjadi kata baru populer. Lebih jauh lagi, ia mengubah struktur bisnis perusahaan penyedia jasa telekomunikasi. SMS dan telepon tak lagi menjadi sumber pendapatan utama di bisnis ini. Kini ada sumber pendapatan lain yang pertumbuhannya semakin gila dan diprediksi akan jadi aktor utama, yakni data.
Mari kita intip laporan keuangan salah satu operator yang memiliki pelanggan 69,8 juta orang, PT Indosat Tbk. Tahun 2013, pendapatan perusahaan dari data hanya Rp3,53 triliun. Ia masih kalah jauh dari pendapatan telepon yang mencapai Rp7,83 triliun atau SMS yang berada di angka Rp4,65 triliun.
Dua tahun berselang, yakni akhir 2015, pendapatan dari data menyalip jauh pendapatan dari SMS yang stagnan di angka Rp4,98 triliun. Di tahun itu, emiten berkode ISAT ini meraup Rp7,03 triliun dari data. Angka ini mendekati pendapatan dari telepon yang mencapai Rp7,6 triliun.
Kuartal I – 2016 merupakan titik di mana data menyumbang pendapatan yang lebih tinggi dari telepon atau SMS. Sepanjang Januari hingga Maret 2016, Indosat mengantongi Rp2,2 triliun dari data. Ini adalah kali pertama data mampu mengalahkan pendapatan dari telepon yang hanya Rp1,8 triliun. Sedangkan pendapatan dari SMS tetap stagnan.
Secara keseluruhan, total pendapatan Indosat mencapai Rp6,81 triliun. Angka ini tumbuh 11,8 persen dibandingkan pendapatan pada kuartal I tahun lalu. Selain dari tiga komponen itu, ada banyak komponen lain seperti sewa satelit, sewa jaringan, jasa aplikasi, dan lain-lain.
Direktur Utama Indosat Alexander Rusli mengamini bahwa pertumbuhan yang cukup kuat ini ditopang oleh laju layanan data. Trafik melonjak dan mencatatkan pertumbuhan 52,5 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Melonjaknya pendapatan dari data tak hanya dialami Indosat. Pesaingnya, PT XL Axiata Tbk juga mencatatkan pola serupa. Tahun 2013, pendapatan dari data masih berada di bawah SMS. Data ada di angka Rp4,40 triliun sedangkan SMS sedikit lebih besar yakni Rp4,54 triliun. Pendapatan dari telepon masih jadi juara di tahun itu, yakni Rp7,68 triliun.
Dua tahun kemudian, XL membukukan pendapatan dari SMS yang menurun ke angka Rp3,89 triliun. Sementara hasil dari data terus melonjak menjadi Rp7,02 triliun, mendekati pendapatan dari telepon yang masih lebih unggul, Rp8,27 triliun.
Tak seperti di Indosat, XL masih mencatatkan pendapatan dari telepon yang lebih tinggi dari data, meskipun selisihnya tipis. Kuartal I tahun ini saja, pendapatan dari data sudah mencapai Rp1,94 triliun, mendekati pendapatan dari telepon yang berada di angka Rp2 triliun. Sampai akhir tahun, bukan tidak mungkin posisi telepon akan disalip data.
Laporan dari Ericsson Mobility Report memprediksi sebanyak 7,2 miliar penduduk dunia akan menggunakan ponsel pintar pada 2019. Ini sekitar 80 persen dari total penduduk bumi. Perkiraan ini tentu akan membuat trafik data juga meroket. Tahun ini, internet masih digunakan oleh sekitar 3,4 miliar orang atau sekitar 50 persen dari total penduduk bumi.
Tahun 2014, rata-rata pengguna ponsel pintar hanya menghabiskan 600 megabyte per bulan. Pada 2019, konsumsi data akan melonjak hingga 2,5 gigabyte.
Meningkatnya trafik, membuat para operator harus keluar dari zona nyamannya meraup untung dari telepon dan SMS. Bagi para operator, akan sangat membahagiakan jika hanya mengandalkan telepon dan SMS, sebab mereka tak perlu pusing memikirkan investasi untuk infrastruktur yang lebih mahal.
Dua tahun lalu, para pelaku industri ketar-ketir menghadapi permintaan data yang kian meningkat. Sebab ketika trafik meroket, operator juga harus menyiapkan infrastuktur yang memadai, dan ini, butuh dana. Saat itu, pendapatan dari data juga dianggap belum maksimal, belum bisa mengimbangi pendapatan dari layanan suara.
Saat ini, keadaan mulai berbalik. Perlahan tetapi pasti, pendapatan dari data terus naik tinggi, menjadi penyeimbang dari pertumbuhan pendapatan telepon dan SMS yang cenderung stagnan.
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti