tirto.id - Hari Toleransi Internasional (International Day for Tolerance) selalu diperingati setiap tahunnya pada tanggal 16 November.
Hari Toleransi Sedunia ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1996, dengan harapan untuk memperkuat toleransi dengan meningkatkan rasa saling pengertian antara budaya dan bangsa.
Peringatan hari internasional adalah kesempatan untuk mengedukasi publik tentang masalah-masalah yang menjadi perhatian dan untuk merayakan dan memperkuat pencapaian kemanusiaan.
Laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menulis, toleransi secara bahasa berasal dari bahasa Latin “tolerare”, yang berarti sabar dan menahan diri.
Toleransi juga dapat berarti suatu sikap saling menghormati dan menghargai antarkelompok atau antarindividu dalam masyarakat atau dalam lingkup lainnya.
Hal itu dilakukan dengan harapan sikap toleransi dapat menghindari terjadinya diskriminasi walaupun banyak terdapat kelompok atau golongan yang berbeda dalam suatu kelompok masyarakat.
Sementara, lawan kata dari toleransi adalah intoleransi yang artinya sifat atau sikap yang tidak toleran. Toleran sendiri diartikan sebagai sikap saling menghargai.
Kemendikbud juga memberikan contoh sikap saling toleransi untuk memperingati Hari Toleransi Internasional, sebagai berikut.
Toleransi di Lingkungan Masyarakat
Pada masyarakat suku Tengger, praktik saling menghormati ditunjukkan dengan kesediaan untuk memenuhi undangan dari orang lain. Praktik ini memiliki istilah sayan.
Seseorang diundang untuk menghadiri hajatan maka ia harus hadir. Sebaliknya, jika ia yang menyampaikan undangan, warga yang diundang juga wajib hadir.
Tradisi membagi makanan juga menjadi praktik yang biasa dilakukan, terutama pada saat hari raya.
Pada hari raya Karo contohnya, terdapat tradisi genten cecelukan, yaitu tradisi saling mengundang makan tetangga.
Dalam kehidupan secara kolektif pun, masyarakat suku Tengger melakukan kegiatan bersama-sama seperti gotong-royong dan kerja bakti tanpa membeda-bedakan agama.
Bahkan uniknya, dalam pembangunan rumah ibadah semua warga turut berpartisipasi tanpa terkecuali.
Toleransi di Sekolah
Contoh toleransi di sekolah dipraktikkan di SMA Katolik St. Hendrikus, Surabaya.
Yang mana, sekitar 60 siswa-siswi SMA Katolik St. Hendrikus mengunjungi tiga tempat dari tiga agama berbeda yang ada di Surabaya, yakni di Pondok Pesantren Darus Sa’adah Nginden, Klenteng Boen Bio Kapasan, dan Pura Segara Kenjeran.
Para siswa-siswi sengaja mengunjungi tempat tersebut agar dapat langsung berdialog mengenai berbagai hal berkaitan dengan isu keberagaman dan toleransi antarumat beragama.
Toleransi di Pesantren
Sikap toleransi juga dipraktikkan di Pondok Modern Gontor melalui penempatan permanen santri dalam sebuah asrama yang mereka miliki.
Untuk menumbuhkan sikap toleransi dan pemahaman terhadap budaya lain, dalam satu kamar ditempatkan para santri yang berasal dari berbagai daerah, baik Jawa, luar Jawa, dan bahkan santri dari luar negeri.
Toleransi Ala Sekolah Falcon College Zimbabwe
Di wilayah Matabeleland di selatan Zimbabwe sejak tahun 1954 beridiri sekolah rekonsilisasi yang diberinama Falcon College.
Zimbabwe awalnya adalah sebuah negara yang penuh dengan konflik. Kekejaman demi kekejaman saling berbalas tanpa mengenal kemanusiaan.
Tata pemerintahan dan tata kehidupan tidak sempat tersentuh oleh penguasa negara yang silih berganti tumbang akibat perang saudara.
Falcon College kini sering menjadi rujukan beberapa negara tetangga yang sama-sama mengalami traumatis etnik dan kekerasan radikal di kawasan Afrika.
Sekolah berasrama independen tersebut bahkan menoreh prestasi akademik bersamaan dengan prestasi di bidang kemasyarakatan, perkebunan, pertanian, olahraga.
Daerah yang dulu pernah menjadi kawasan bekas tambang emas itu bahkan berubah menjadi kawasan asri dan produktif.
Editor: Dipna Videlia Putsanra