Menuju konten utama
Idul Fitri 2022

Contoh Teks Khutbah Idul Fitri 2022: Merayakan Hari Kemenangan

Contoh teks khutbah Idul Fitri 1443 H atau 2022 tentang makna Idulfitri sebagai hari kemenangan.

Contoh Teks Khutbah Idul Fitri 2022: Merayakan Hari Kemenangan
Ilusstrasi Lebaran. foto/istockphoto

tirto.id - Contoh Khutbah Idul Fitri 2022 mengambil tema tentang merayakan Hari Kemenangan setelah Ramadan.

الله أكبر الله أكبر الله أكبر، الله أكبر الله أكبر الله أكبر، الله أكبر الله أكبر الله أكبر اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ كثيرا وسبحان الله بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ

اْلحَمْدُ اْلحَمْدُ للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وعلى اله وأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أما بعد: فيايها الإخوان، أوصيكم و نفسي بتقوى الله وطاعته لعلكم تفلحون، قال الله تعالى في القران الكريم: أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمان الرحيم: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. صدق الله العظيم

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh..

Jamaah salat Idul Fitri 2022 rahimakumullah,

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT, hari ini kita berkumpul untuk menjalankan salat dan mendengarkan khotbah Idulfitri menyambut hari kemenangan setelah berperang melawan hawa nafsu dan hal-hal terlarang lainnya selama satu bulan lamanya.

Karenanya di hari yang fitri ini, kita juga sepatutnya berbahagia karena di samping telah berhasil menambah pundi-pundi pahala di bulan Ramadan, insya Allah dosa-dosa kita juga diampuni oleh Allah subhanahu wata’ala.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda yang artinya:

“Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu,” (HR. Bukhari).

Dikutip laman NU Online, berdasarkan hadis di atas, lahirlah makna Idul Fitri yang dalam konteks Indonesia tidak hanya secara bahasa bermakna Hari Raya setelah berakhirnya Ramadan, tetapi juga secara konseptual bermakna “kembali suci” seperti ketika kita baru terlahir ke dunia.

Datangnya Idul Fitri membawa kita semua kembali pada kesucian sebagaimana telah diuraikan di atas.

Lalu, bagaimana kita harus menyikapi hari-hari setelah kita kembali pada keadaan suci ini? Minimal ada dua hal yang bisa kita lakukan, yakni:

Pertama, kita hendaknya meneruskan kebaikan yang sudah dicapai selama Ramadan.

Kedua, menjaga agar kita tidak mengalami kebangkrutan amal yang telah kita raih baik sebelum dan selama Ramadan dengan cara tidak menzalimi orang lain.

Rasulullah SAW bersabda yang artinya:

“Sesungguhnya orang bangkrut dari umatku ialah mereka yang pada hari kiamat membawa amal kebaikan dari shalat, puasa, dan zakat. Tetapi mereka dahulu pernah mencaci maki orang lain, menuduh (dan mencemarkan nama baik) orang lain, memakan harta orang lain, menumpahkan darah orang lain dan memukul orang lain. Maka kepada orang yang mereka salahi itu diberikan pahala amal baik mereka; dan kepada orang yang lain lagi diberikan pula amal baik mereka. Apabila amal baik mereka telah habis sebelum utangnya lunas, maka diambillah kesalahan orang yang disalahi itu dan diberikan kepada mereka; Sesudah itu, mereka yang suka mencaci, menuduh, memakan harta orang lain, menumpahkan darah orang lain, dan memukul orang lain itu, akan dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim No.6478)

Oleh sebab itu, sangat disayangkan jika kita tidak bisa menjaga amalan-amalan bulan Ramadan yang pahalanya berlipat ganda.

Bila dalam bulan Ramadan kita bisa menjaga sholat lima waktu secara berjamaah di masjid ditambah amalan-amalan sunah yang lain mengapa di bulan selain ramadan kita tidak bisa menjaganya?

Padahal Allah SWT tidak hanya di bulan Ramadan saja memberikan limpahan pahala, di bulan-bulan yang lain di sepanjang masa Allah SWT tetap melimpahkan pahala-Nya.

Sebagai muslim beriman yang diseru untuk melaksanakan puasa dengan tujuan akhir supaya menjadi orang yang bertakwa, sudah seharusnya pula kita menjaga keistikamahan dalam melaksanakan amal ibadah.

Hadirin ma'asyiral muslimin rahimakumullah,

Betapa besar kasih sayang Allah SWT kepada kita sehingga kita diproyeksikan untuk menjadi insan Muttaqin atau insan yang kedudukannya paling mulia di sisi Allah SWT.

Sebagaimana firman Allah dalam Surat Al Hujurat ayat 13:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ - ١٣

Ya ayyuhannasu idzaa khalaqnaakum min dzakarinw wauntsaa wa ja'alnaakum syu'ubaw wa qabaa ila li ta'arafuu, inna akramakum 'indallaahi atsqakum, innallaaha 'aliimun khabiir

Artinya: "Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti." (QS. Al Hujurat: 13)

Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dari seorang laki-laki (Adam) dan seorang perempuan (Hawa) dan menjadikannya berbangsa-bangsa, bersuku-suku, dan berbeda-beda warna kulit bukan untuk saling mencemoohkan.

Tetapi, Allah menciptakan manusia supaya saling mengenal dan menolong. Allah tidak menyukai orang-orang yang memperlihatkan kesombongan dengan keturunan, kepangkatan, atau kekayaannya karena yang paling mulia di antara manusia pada sisi Allah hanyalah orang yang paling bertakwa kepada-Nya.

Kebiasaan manusia memandang kemuliaan itu selalu ada sangkut-pautnya dengan kebangsaan dan kekayaan. Padahal menurut pandangan Allah, orang yang paling mulia itu adalah orang yang paling takwa kepada-Nya.

Kemuliaan orang yang bertaqwa tidak hanya di dunia namun lebih penting lagi kemuliaan di akhirat kelak, maka dari itu sudah semestinya tidak hanya di bulan Ramadan kita bersikap religius tetapi sepanjang hayat kita jika kita hendak meraih kemuliaan di dunia maupun di akhirat.

Hanya insan yang “istiqomah”lah yang bisa menjaga itu semua. Kata istiqomah yang dimaksud adalah konsisten dalam menjalankan ibadah semata-mata hanya karena Allah SWT.

Demikianlah khotbah salat Ied 1443 Hijriah, semoga apa yang disampaikan dapat bermanfaat dan bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Wassalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh.

Baca juga artikel terkait KHUTBAH IDUL FITRI atau tulisan lainnya dari Dhita Koesno

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Dhita Koesno