tirto.id - Kongpop Songkrasin, seorang pekerja gila bola asal Thailand, punya ambisi besar terhadap anaknya, Chanathip Songkrasin. Ia punya satu tujuan: Kongkop ingin Chanathip menjadi bintang sepakbola.
Dikisahkan dalam video dokumenter FourFourTwo, The Making of Chanathip, Kongpop mempunyai mimpi mempunyai anak laki-laki, ia ingin anaknya itu bisa menjadi pesepakbola seperti Maradona. Maka, agar mimpinya itu bisa menjadi nyata, sebelum Chanathip lahir, ia rajin berdoa di Rai King, salah satu kuli di terkenal di Thailand. Pada 5 Oktober 1993, Chanathip kemudian lahir di dunia.
“Jay [panggilan akrab Chanathip] lahir di bulan Oktober, seperti Maradona, dan saya rasa ini memang sebuah pertanda,” kenang Kongpop.
Dengan pengetahuan yang dimilikinya, Kongpop lantas mengenalkan sepakbola sesegera mungkin kepada Chanathip. Caranya pun unik: karena Chanathip belum kuat menendang bola sungguhan, Kongkop menggunakan gulungan koran.
“Saat aku berusia 3-4 tahun, Ayah akan menggulung koran menjadi bola dan memintaku untuk menendangnya. Aku tidak paham sama sekali. Aku masih terlalu kecil,” tutur Chanathip.
Seiring bertambahnya usia Chanathip, gulungan koran akan berubah menjadi batok kelapa, lalu batok kelapa akan berubah lagi menjadi bola sepak sungguhan. Chanathip harus menendang, mengontrol, mendribel, juga menyundul bola itu setiap hari, membuatnya bosan setengah mati. Namun, saat ia berontak, ayahnya akan menamparnya.
“Saat itu FC Anyang [klub asal Korea Selatan] bermain di Stadion Supatcharasai, Thailand. Saat pelatih melihat para pemain tampil buruk, ia akan memanggilnya. Aku tidak melihat langsung, tapi membaca di koran. Koran itu berkata bahwa pelatih itu akan menampar setiap pemain. Aku mengambil metode itu karena orang-orang Korea memiliki disiplin serta kekuatan sehingga bisa lolos ke Piala Dunia,” ujar Kongpop.
Didikan Kongpop itu lalu membuat sepakbola mendarah daging dalam diri Chanathip. Meski tubuhnya kecil, yang seringkali membuatnya diledek oleh teman-temannya, Chanathip betul-betul tahan banting. Kualitas individu Chanathip lebih banyak berbicara, membuat mata banyak orang terbelalak, dan akhirnya mengantarkannya ke level sepakbola profesional lebih cepat daripada dugaan banyak orang.
Pada 2012 lalu, saat usianya baru menginjak 18 tahun, ia menjalani debut bersama BEC Tero, klub sepakbola profesional pertamanya. Kala itu BEC Tero bertanding melawan Muangthong United dalam laga pembukaan Liga Thailand.
“Aku tidak yakin akan dimainkan. Jalanan sangat macet sehingga aku harus naik ojek ke stadion. Aku melihat namaku di starting line-up... Aku gugup. Aku sangat gugup,” tutur Chanathip.
Dan pada akhir musim, Chanathip langsung menggondol TPL Young Player of The Year.
Bintang Gajah Perang
Winfried Schafer, mantan pelatih timnas Thailand, boleh salah memanggil nama Chanathip menjadi Chakrit, tetapi ia tak pernah salah menyoal potensi gelandang serang yang dinilai memiliki gaya main mirip Lionel Messi itu. Sejak Schafer memberikan debut kepada Chanathip pada 2012, ia adalah wujud dari kesuksesan timnas Thailand hingga sekarang.
Setelah berhasil menjadi tulang punggung tim timnas U-23 Thailand kala menyabet medali emas SEA Games 2013, sinar benderang Chanathip begitu kentara dalam gelaran Piala AFF 2014. Ia membawa Thailand juara dan dinobatkan sebagai pemain terbaik turnamen. Ia mencetak 2 gol dalam dan mencatatkan 2 assist, dan gol keduanya tersebut datang pada saat-saat genting di laga final.
Pada 20 Desember 2014, dalam pertandingan final leg kedua, Thailand sementara ketinggalan 1-3 dari Malaysia yang bertindak sebagai tuan rumah. Jika Malaysia berhasil mencetak satu gol tambahan, karena Thailand hanya unggul 2-0 saat bermain di kandang, maka Malaysia akan meraih gelar. Namun, saat pemain-pemain Malaysia berusaha mati-matian untuk mencetak gol tambahan, Chanathip mengkandaskan usaha Malaysia.
Di ESPN, John Duerden, pengamat sepakbola Asia, menulis, “Gol spektakuler sang Gelandang [Chanathip] dari luar area melawan Malaysia di leg kedua final AFF tidak hanya memastikan kemenangan bagi Thailand tapi juga membungkam 100 ribu pendukung tuan rumah.” Ia kemudian menyebut bahwa Chanathip merupakan salah satu dari 10 pemain Asia yang memiliki prospek bagus di masa depan.
Setelah Piala AFF 2014, dihajarlah SEA Games 2015. Dalam hajatan olahraga terbesar di ASEAN kala itu, orang-orang Indonesia, barangkali ingat betul bagaimana gol kelima Thailand ke gawang Indonesia dalam pertandingan babak semifinal. Ada 10 orang pemain Thailand terlibat dalam proses gol itu – termasuk kiper. Ada 22 operan tanpa putus. Ada tiki-taka. Dan ada tujuh orang pemain Indonesia bengong di dalam kotak penalti sendiri saat Chanathip melakukan tendangan kaki kiri yang menggetarkan gawang Teguh Amiruddin. Menit ke-89: Thailand 5, Indonesia 0.
Di final, Gajah Perang lantas menggasak Myanmar dengan skor 3-0.
Selepas SEA Games 2015, timnas Thailand kembali berjaya dalam gelaran Piala AFF 2016. Di final, anak asuh Kiatisuk Senamuang itu mengalahkan Indonesia dengan agregat 3-2. Sekali lagi, Chanathip menjadi lakon. Ia memang hanya mencetak sebiji gol di sepanjang turnamen, tapi permainannya sungguh sedap untuk dipandang. Di Piala AFF 2016 itu, menurut John Duerden dalam tulisannya di FourFourTwo, Chanathip “memiliki kaki yang cepat dan sangat mahir dalam menemukan ruang dalam situasi yang ketat, sehingga ia mungkin mampu meluncur melewati lalu lintas Bangkok di jam sibuk.”
Gelar pemain terbaik Piala AFF pun kembali Chanathip genggam, membuatnya menjadi pemain pertama yang meraih dua gelar pemain terbaik Piala AFF secara berturut-turut.
Penampilan spektakuler Chanathip bersama timnas itu kemudian membuat Consadole Sapporo, klub asal Jepang, kepincut. Pada akhir Desember 2016, Sapporo lantas meminjam gelandang serang itu dari Muangthong United selama 18 bulan per Juli 2017. Tanpa pikir panjang, Chanathip pun menerima tawaran itu.
“Kesempatan tidak sering datang. Jika aku melewatkan yang satu ini, aku rasa aku tidak akan pernah berhasil... Aku ingin pergi,” kata Chanathip.
Di Jepang, sinar Chanathip semakin terang benderang.
Memesona di Negeri Sakura
Dan Orlowitz, staf penulis Japan Times, berpendapat bahwa Chanathip Songkrasin, bersama Teerasil Dangda (Sanfrecce Hiroshima) dan Theerathon Bunmathan (Vissel Kobe), merupakan bagian dari kampanye Japan League untuk mengembangkan popularitas mereka hingga ke Asia Tenggara.
Pendapat Orlowitz sangat beralasan. Sejak mereka berada di Jepang, hingga Desember 2018 lalu, halaman Facebook resmi J. League (berbahasa Thailand) mengalami peningkatan cukup signifikan hanya dalam kurun waktu 10 bulan. Apakah mereka memang sengaja didatangkan dari Thailand hanya untuk mengeruk pundi-pundi uang saja, bukan karena kualitasnya?
Fox Sports Asia pernah melakukan hitung-hitungan. Pada musim 2018 lalu, Theerathon bermain 27 kali bermain sebagai starter bersama Vissel Kobe dan berhasil mencatatkan 3 assist; Teerasil, meski berstatus sebagai supersub, berhasil mencetak 7 gol dan mencatatkan 1 assist; Dan Chanathip ternyata mampu tampil lebih luar biasa dari kedua rekan senegaranya itu.
Chanathip sudah menunjukkan tanda-tanda bahwa ia bisa menjadi bintang J-League pada musim 2017 lalu. Ia bisa beradaptasi begitu cepat, sehingga membuat Somyot Poompanmoung, Presiden Federasi Sepakbola Thailand, kagum: “Ia tampak lebih pintar juga lebih cepat. Dia bermain di level tertinggi.”
Pada musim 2018 lalu, penampilan Chanathip pun semakin menjadi-jadi. Pemain berusia 25 tahun itu menjadi tulang punggung tim. Mencetak 8 gol dan mencatatkan 3 assist, ia berhasil membawa Sapporo finis di peringkat empat, dinobatkan sebagai pemain terbaik Condsadole Sapporo oleh rekan setimnya, masuk “J-League Best 11” 2018, diganjar kontrak permanen yang akan mulai aktif pada Februari 2019 nanti, dan namanya semakin familiar di kalangan publik sepakbola Jepang.
“Dia,” kata Hirokatsu Mikami, General Manager Sapporo, suatu kali, “tidak hanya membuat keajaiban bagi para penggemar Sapporo. Ia terus berkembang, bahkan membuat penggemar klub lain juga ingin menonton aksinya di atas lapangan!”
Namun, yang sudah di depan mata, Chanathip jelas mempunyai tugas penting yang harus diselesaikan terlebih dahulu, yakni membawa timnas Thailand berbicara banyak di kancah Piala Asia 2019.
Pada Kamis (10/1/19) lalu, Thailand berhasil mengalahkan Bahrain 1-0, Chanathip berhasil mencetak gol kemenangan Gajah Perang. Sebuah gol yang membuka kans Thailand lolos ke putaran kedua Piala Asia untuk pertama kalinya dalam sejarah.
Thailand akan menghadapi Uni Emirat Arab dalam pertandingan penentuan di Grup A Senin (14/1/2019) nanti. Dalam pertandingan itu, Thailand tentu membutuhkan keajaiban Chanathip untuk menggapainya.
Editor: Suhendra