tirto.id - Sengketa internasional adalah sengketa yang terjadi antar-negara, ataupun negara dengan subyek hukum bukan negara, atau antar-subyek hukum bukan negara.
Dalam pandangan klasik, sengketa internasional memang lebih dimaknai sebagai perselisihan yang melibatkan negara dengan negara. Namun, dewasa ini, subyek hukum internasional bukan hanya negara. Subyek hukum bukan negara bisa berupa organisasi internasional atau individu.
Contoh kasus sengketa internasional selama ini memang kebanyakan terjadi antar-negara, dengan melibatkan berbagai kepentingan. Misalnya, sengketa wilayah, sengketa dagang, sengketa batas wilayah, dan lain sebagainya.
Huala Adolf dalam Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional (2014:4-6) menerangkan terdapat 2 jenis sengketa internasional, yakni sengketa politik dan sengketa hukum.
Sengketa hukum adalah sengketa yang terjadi ketika pihak-pihak yang berselisih mengajukan tuntutan dengan landasan argumen berupa ketentuan dalam perjanjian atau hukum internasional. Maka itu, penyelesaian sengketa pun lebih didasarkan pada prinsip-prinsip hukum internasional.
Lain halnya dengan sengketa politik yang terjadi pada saat tuntutan pihak-pihak yang berselisih lebih berdasarkan pada kepentingan, bukan alasan yuridis. Proses penyelesaian sengketa politik sering kali berupa usul-usul yang tidak mengikat secara hukum.
Namun, meski ada perbedaan di antara kedua jenis di atas, para ahli hukum internasional belum sepakat tentang adanya dasar objektif yang mendasari klasifikasi tersebut.
Cara Penyelesaian Sengketa Internasional secara Damai
Penyelesaian sengketa internasional secara damai menjadi langkah utama yang harus diupayakan. Langkah ini jauh lebih baik dibandingkan penggunaan cara kekerasan atau konflik bersenjata. Di sisi lain, upaya damai dalam penyelesaian konflik merupakan amanat Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
Cara penyelesaian sengketa secara damai dapat dilakukan apabila para pihak telah menyepakati untuk menemukan suatu solusi yang dialatarbelakangi oleh sikap bersahabat.
J.G. Starke dalam Pengantar Hukum Internasional (2007) menjabarkan 8 jenis cara penyelesaian sengketa internasional secara damai, yakni arbitrase, penyelesaian yudisial, negosiasi, jasa-jasa baik (good offices), mediasi, konsiliasi, penyelidikan, dan penyelesaian di bawah organisasi PBB.
Berikut penjelasan singkat mengenai sejumlah cara penyelesaian sengketa internasional secara damai:
1. Negosiasi
Negosiasi hingga kini masih menjadi cara untuk menjembatani diskusi antar-negara yang terlibat dalam sengketa internasional. Meski ia tergolong metode tradisional, negosiasi tetap efektif.
Negosiasi tidak memerlukan pihak ketiga, serta berfokus pada diskusi terkait hal-hal yang menjadi persoalan di mata pihak-pihak yang bersengketa. Melalui negosiasi, perbedaan persepsi antar-dua belah pihak bisa dipertemukan untuk menghasilkan solusi sengketa.
Kendati demikian, negosiasi akan menjadi begitu sulit dilaksanakan jika salah satu negara enggan melakukan negosiasi. Proses negosiasi juga hanya mungkin terjadi jika pihak yang berselisih mau mengakui eksistensi satu sama lain.
2. Mediasi
Mediasi mirip dengan negosiasi. Perbedaannya, dalam mediasi, ada keterlibatan pihak ketiga yang berperan sebagai perantara yang mempertemukan pihak-pihak yang bersengketa.
Pelaksanaan mediasi dapat berlangsung jika pihak bersengketa sepakat terhadap kehadiran pihak ketiga dan beserdua menerima syarat dari masing-masing kubu.
Dalam mediasi, pihak ketiga yang menjadi mediator mempunyai peran aktif mendamaikan kubu-kubu yang berselisih. Mediator juga memiliki kewenangan memimpin perundingan, serta menjadi fasilitator yang mendistribusikan proposal penyelesaian sengketa dari masing-masing pihak.
3. Jasa-jasa Baik (Good Offices)
Jasa-Jasa baik (Good Offices) adalah tindakan pihak ketiga yang berusaha mendorong perundingan atau memfasilitasi penyelenggaraannya, tanpa berperan aktif di pembahasan masalah sengketa.
Pihak ketiga bisa negara atau organisasi internasional yang bertindak untuk memberikan jasa-jasa baik. Pihak yang bersengketa dapat meminta kehadiran jasa-jasa baik saat proses negosiasi buntu.
Berbeda dari peran mediator dalam mediasi, pihak ketiga yang menjalankan fungsi jasa-jasa baik hanya mempertemukan kubu yang berselisih tanpa terlibat dalam perundingan.
Dalam jasa-jasa baik, pihak ketiga sekadar fasilitator dan menawarkan saluran komunikasi supaya dimanfaatkan oleh para pihak yang bersengketa demi terlaksananya perundingan.
4. Konsiliasi
Konsiliasi memiliki dua arti. Pertama, konsiliasi merupakan metode penyelesaian sengketa secara damai melalui perantara negara lain atau badan penyelidikan dan komite tertentu yang dinilai tidak berpihak kepada salah satu yang bersengketa.
Kedua, konsiliasi merupakan metode penyelesaian konflik yang dilakukan dengan menyerahkannya pada sebuah komite untuk membuat semacam laporan investigasi dan memuat usul penyelesaian kepada pihak yang bertikai.
Jika dibandingkan dengan mediasi, metode konsiliasi lebih formal. Sebab, dalam konsiliasi, pihak ketiga ditunjuk atau dibentuk oleh pihak-pihak yang bersengketa dan diberi kewenangan tertentu dalam penyelesaian konflik.
Komite atau komisi yang dibentuk dalam proses konsiliasi bisa sudah terlembaga atau sekadar ad hoc (sementara). Komisi itu bisa merumuskan syarat-syarat penyelesaian konflik, tapi putusannya tidak mengikat para pihak yang berselisih.
5. Penyelidikan (pencarian fakta atau inquiry)
Penyelidikan berfokus pada tujuan pencarian fakta. Metode ini berupa penyelidikan secara khusus untuk pengumpulan bukti dan permasalahan yang dianggap menjadi pangkal sengketa.
Komisi yang dibentuk kemudian mengungkapkan hasil penyelidikan yang disertai rekomendasi cara ataupun solusi penyelesaian sengketa.
Pada 18 Desember 1967, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sudah mengeluarkan resolusi kepada anggotanya untuk menyelesaikan sengketa internasional dengan pencarian fakta.
6. Penyelesaian di Bawah Organisasi PBB
Pasal 1 Piagam PBB menyebutkan, di antara tujuan pembentukan PBB adalah untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Tujuan ini erat kaitannya dengan upaya penyelesaian sengketa internasional secara damai.
PBB memiliki lembaga bernama International Court of Justice yang berperan penting dalam proses penyelesaian sengketa antar-negara melalui Dewan Keamanan (DK). Dewan Keamanan memiliki kewenangan untuk melakukan upaya-upaya terkait penyelesaian sengketa.
7. Arbitrase
Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa internasional dengan mengajukan masalah konflik ke pihak tertentu, yang dipilih untuk memutuskan sengketa tanpa harus memperhatikan ketentuan hukum secara ketat.
Arbitrase telah dikenal lama dalam hukum internasional. Dalam penyelesaian satu kasus sengketa internasional, sengketa diajukan kepara para arbitrator yang dipilih secara bebas oleh pihak-pihak yang bersengketa. Jadi, arbitrase hanya dapat dilakukan dengan persetujuan negara-negara atau pihak-pihak yang bersengketa.
8. Penyelesaian Yudisial
Penyelesaian Yudisial atau Judicial Settlement adalah penyelesaian yang dihasilkan melalui suatu pengadilan internasional yang dibentuk berdasarkan pemberlakuan kaidah-kaidah hukum.
Pengadilan internasional dapat dibagi jadi dua kategori yaitu pengadilan permanen dan pengadilan ad hoc atau pengadilan khusus. Pengadilan internasional permanen contohnya adalah Mahkamah Internasional (ICJ).
Peradilan internasional memutuskan masalah sengketa berdasarkan pada ketentuan hukum, atau berbeda dengan arbitrase internasional yang bisa cuma mempertimbangkan aspek kepantasan. Di sisi lain, peradilan internasional digelar terbuka, sedangkan arbitrasi internasional tertutup.
Contoh Penyelesaian Sengketa Internasional secara Damai
Mengutip data dari berbagai sumber, berikut adalah sejumlah contoh kasus penyelesaian sengketa internasional secara damai:
1. Sengketa Kuil Preah Vihear
Sengketa tentang status kepemilikan Kuil Preah Vihear termasuk dalam konflik perbatasan antara Kamboja dan Thailand. Sengketa ini menjadi isu utama dalam KTT ASEAN 2008. Kedua negara lalu bersepakat menyerahkan penyelesaian sengketa ini ke Mahkamah Internasional yang memutuskan Kamboja sebagai pemilik Kuil Preah Vihear.
2. Sengketa Sipadan dan Ligitan
Sengketa Sipadan dan Ligitan adalah perselisihan antara Indonesia dan Malaysia atas kepemilikan dua pulau di Selat Makassar yaitu pulau Sipadan dan pulau Ligitan. Indonesia dan Malaysia lalu bersepakat membawa masalah sengketa ini ke Mahkamah Insternasional (ICJ). Pada 2002, Mahkamah Insternasional memutuskan pulau Sipadan dan Ligitan menjadi milik Malaysia.
3. Sengketa Blok Ambalat
Indonesia dan Malaysia sejak lamat terlibat dalam sengketa kepemilikan blok Ambalat, wilayah di selat Makassar yang diperkirakan kaya akan cadangan migas.
Sengketa ini terjadi karena tumpang-tindihnya klaim penguasaan wilayah laun di antara Indonesia dan Malaysia. Kedua negara mengupayakan penyelesaian sengketa blok Ambalat via perundingan (negosiasi), tetapi hingga 2023 belum ada kesepakatan.
4. Sengketa Indonesia dan Timor Leste tentang perbatasan
Sengketa perbatasan darat antara Indonesia dan Timor Leste tercatat selesai melalui perundingan (negosiasi) kedua negara pada Juli 2019. Kesepakatan ini mengakhisi sengketa perbatasan darat Indonesia dan Timor Leste di Noel Besi-Citrana dan Bidjael Sunan Oben.
Penulis: Nurul Azizah
Editor: Addi M Idhom