Menuju konten utama

Cara Memanfaatkan Lahan Sempit dengan Urban Farming

Urban farming merupakan aktivitas pertanian yang dilaksanakan di tanah milik pribadi di daerah perkotaan.

Cara Memanfaatkan Lahan Sempit dengan Urban Farming
Ilustrasi Hidroponik. foto/istockphoto

tirto.id - Saat ini, ada banyak masyarakat yang menggandrungi urban farming. Apa itu? Sebagaimana tercatat dalam buku Urban Agriculture: Food, Jobs and Sustainable Cities (2001) oleh Jac Smit, Joe Nasr dan Annu Ratta, urban farming atau pertanian perkotaan, merupakan industri yang memproduksi, memproses, dan memasarkan makanan atau hasil pertanian untuk memenuhi permintaan harian konsumen di kota.

Singkatnya, urban farming merupakan aktivitas pertanian seperti hortikultura, akuakultur, arborikultur dan peternakan, yang dilaksanakan di tanah milik pribadi di daerah perkotaan.

Jenis pertanian ini muncul akibat terbatasnya lahan dan air di suatu wilayah. Berbagai keterbatasan tersebut akhirnya mendorong terciptanya teknologi baru yang mampu dikembangkan di area yang tidak memiliki banyak lahan dan air.

Walaupun hanya memanfaatkan lahan yang terbatas, pertanian perkotaan dipercaya mampu berkontribusi terhadap perkembangan ekonomi semua lapisan masyarakat.

Bagi masyarakat dengan ekonomi kelas bawah, pertanian perkotaan memberikan akses untuk mempunyai persediaan makanan. Sementara itu, jenis pertanian ini juga memberikan sumber pemasukan dan persediaan makanan berkualitas dengan harga rendah.

Selain itu, dengan menerapkan pertanian perkotaan, masyarakat berpenghasilan menengah juga berkesempatan untuk menyisihkan tabungan yang dapat digunakan untuk berinvestasi. Bagi wirausahawan kecil hingga besar, pertanian perkotaan merupakan bisnis yang menguntungkan.

Dengan mencakup skala industri kecil hingga industri besar, pertanian perkotaan biasanya dilaksanakan di lahan yang lebih kecil dari pertanian di pedesaan, maupun daerah-daerah yang tidak cocok untuk pembangunan perkotaan.

Dikutip dari fao.org, beberapa tipe pertanian perkotaan antara lain:

1. Hidroponik

Hidroponik berasal dari kata hydro yang aritnya air, dan phonic yang artinya pengerjaan. Singkatnya, hidroponik merupakan metode pertanian yang menggunakan air sebagai media tanam pengganti tanah. Metode ini merupakan solusi bagi petani yang memiliki akses air yang terbatas atau kondisi tanah yang minim nutrisi. Beberapa keuntungan penerapan metode hidroponik antara lain:

  • Tidak ada gulma dan hama lain yang berasal dari tanah;
  • Tidak ada residu pestisida beracun;
  • Penggunaan air yang lebih baik;
  • Kontrol nutrisi dan oksigen yang lebih baik;
  • Peningkatan kualitas dan hasil panen yang lebih bersih.

2. Aquaponik

Akuaponik merupakan sistem pertanian yang mengombinasikan hidroponik dan akuakultur, atau budidaya perikanan. Terdapat 3 komponen biologis dalam penerapan aquaponik, yaitu ikan, tanaman, dan bakteri.

Tanaman hidroponik dan budidaya ikan bekerja sama membentuk simbiosis mutualisme. Air yang digunakan untuk budidaya ikan berguna sebagai pupuk bagi tanaman. Sementara tanaman membantu membersihkan air sehingga ikan dapat hidup dengan optimal. Beberapa keuntungan metode ini antara lain:

  • Memproduksi 2 produk pertanian dalam 1 waktu;
  • Penggunaan air yang efisien;
  • Tidak membutuhkan tanah, pupuk atau pestisida kimia lainnya;
  • Mencegah pencemaran lingkungan dari limbah budidaya ikan;
  • Dapat diterapkan di area yang tidak bisa ditanami seperti gurun, tanah yang rusak, atau pulau berpasir yang asin.

LamanJakarta.litbang.pertanian.go.id juga menambahkan beberapa sistem lain, di antaranya:

3. Vertikultur

Vertikultur merupakan sistem pertanian dengan menanam tanaman secara vertikal sehingga dapat memaksimalkan lahan yang ada. Sistem ini dapat dilakukan dengan menanam di pot, polybag, pipa pralon, botol bekas, maupun ban bekas, sehingga mampu membantu mengurangi permasalahan sampah.

4. Wall gardening

Hampir mirip dengan vertikultur, wall gardening juga menerapkan budidaya tanaman secara vertikal. Bedanya, sistem ini menggunakan tembok atau dinding sebagai tempat penanaman tanaman dan biasanya lebih sering digunakan untuk tanaman hias di gedung-gedung perkantoran atau pusat perbelanjaan.

Beberapa contoh lain penerapan pertanian perkotaan yaitu:

  • Menanam buah dalam pot (tabulampot);
  • Budidaya ikan dan hasil produk perikanan lainnya di tangki, kolam, sungai, laguna limbah, dan muara;
  • Kelinci, marmut, dan ayam yang dibesarkan di kandang rak yang digantung di dinding.

Walaupun bernama pertanian perkotaan, pelaksanaan sistem ini tidak terbatas di area perkotaan saja. Sistem ini juga merambah ke daerah-daerah pedesaan yang lahan pertaniannya semakin tergerus.

Dengan demikian, masyarakat tetap dapat menikmati hasil-hasil pertanian tanpa dipengaruhi minimnya lahan di pedesaan. Selain itu, sistem ini dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat.

Ditambah dengan pandemi Covid-19, berbagai lapisan masyarakat juga mulai menerapkan sistem ini untuk memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri. Dengan demikian, penerapan sistem pertanian perkotaan dipercaya menjadi satu komponen kunci pembangunan sistem pangan masyarakat, yang dapat mengentaskan permasalahan kerawanan pangan.

Baca juga artikel terkait HIDROPONIK atau tulisan lainnya dari Frizka Amalia Purnama

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Frizka Amalia Purnama
Penulis: Frizka Amalia Purnama
Editor: Alexander Haryanto