tirto.id - Antony Sutton sedang bersiap menyantap hidangan ketika ditemui Tirto, Selasa (17/1), di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan. Wajahnya tampak santai meski ia tidak nyaman dengan udara dingin di dalam pusat perbelanjaan. Pria berkebangsaan Inggris ini akan mengeluarkan buku pertamanya yang berjudul Sepakbola: The Indonesian Way of Life pada 14 Februari nanti.
Dengan tubuh yang tinggi besar, kira-kira 190cm, pria berumur 52 tahun ini mengenakan topi merah berlogo Arsenal. Dilihat dari pudarnya warna merah pada topi tersebut, pastilah topi itu sudah ia kenakan sejak lama.
Antony mengaku sudah menjadi penggemar Arsenal sejak kecil. Cintanya membengkak ketika menonton Arsenal melawan West Ham United pada 1973. Meski hasil pertandingan berakhir seri, Arsenal kadung menancap di hati Antony.
Usianya belum genap 7 tahun ketika ia melahap berbagai bacaan tentang Arsenal. Menurut pria penggemar berat Dennis Bergkamp dan Liam Braddy ini, kegemarannya tidak berasal dari pengaruh sekelilingnya, termasuk ayahnya. Ayahnya malah pendukung Watford.
Ada satu keunikan Antony yang bisa membuat penggemar sepakbola Indonesia berdecak kagum. Pengetahuan sepakbola Indonesia Antony cukup mendalam. Sepanjang 15 tahun tinggal di Indonesia, Antony sudah menonton lebih dari 200 pertandingan liga Indonesia. Bukan hanya tim papan atas di Indonesia Super League, tapi Divisi Utama dan Liga Nusantara pun ia ikuti dan tonton.
Ia jatuh cinta setelah menonton pertandingan Persija melawan Sriwijaya di Stadion Lebak Bulus pada 2006. Meski stadion itu sudah menjadi kenangan, Antony membagikan pengalamannya melalui buku pertamanya yang mengupas berbagai hal menarik sepakbola Indonesia.
Dalam bukunya, Antony menyindir secara halus kejenakaan yang terjadi di arena sepakbola Indonesia. Perkelahian antar supporter dan kekerasan di lapangan menurutnya adalah hal yang biasa. Tapi, Indonesia punya satu hal yang sangat unik dibanding sepakbola negara lain.
“Tapi, yang saya yakini tidak terjadi dimanapun di dunia ini barangkali adalah aparat keamanan yang masuk ke dalam lapangan dan bisa menghentikan pertandingan. Otonomi FIFA seketika lenyap, digantikan oleh perangkat kekuasaan di negeri ini,” toreh Antony dalam bukunya.
Dalam buku ini Antony juga mengutarakan kekagumannya pada supporter Indonesia. Ia memuji karakteristik penonton Indonesia meski tidak mendukung 100% tindakan mereka.
“Anda tak perlu menghabiskan terlalu banyak waktu di kalangan sepakbola Bandung untuk menemukan fakta bahwa orang-orang di sana sangat menghormati pemain-pemain mereka kini ataupun di masa lalu,” katanya lagi.
Tradisi dan sejarah, itulah yang membedakan sepakbola di Indonesia dengan negara-negara lain di Asia. Dan itulah yang membuatnya antusiasi menikmati sepakbola Indonesia, walau pun prestasi sepakbola Indonesia tidak juga muncul.
Berikut petikan wawancara wartawan Tirto, Felix Nathaniel, dengan Antony Sutton:
Sejak kapan Anda melancong ke luar negeri?
Sejak saya lahir. Saya lahir di Afrika, tumbuh besar di Belgia, Jerman, dan Inggris, Australia. Saya pindah dari Australia 30 tahun yang lalu. Jadi, sudah 30 tahun saya menjadi ekspatriat. Saya di Australia, 6 tahun saya habiskan melancong ke Jerman. Dari Jerman ke Thailand, dari Thailand ke Bangladesh, Bangladesh balik lagi ke Thailand, dari Thailand ke sini (Indonesia). Gitu.
Kapan datang ke Indonesia?
Pertama kali datang tahun 1987, lalu saya datang lagi pada 1991. Tapi, saya tinggal (di Indonesia) baru mulai tahun 2002. Jadi kira-kira saya sudah tinggal di sini cukup lama, lebih dari 15 tahun.
Apa yang membuat Anda tinggal lama di Indonesia?
Saya menikah di sini, sudah jalan 11 tahun, dan saya punya putra 7 tahun di sini.
Saya awalnya tinggal di Thailand, tinggal selama 7 tahun di Bangkok. Namun, saya pikir sudah cukup, saya mau cari tempat baru. Saya punya dua pekerjaan kala itu, satu di Jakarta, satu lagi di Cina. Karena Cina dingin, ada musim dingin (salju), akhirnya Jakarta yang saya pilih.
Sejak kapan Anda menggemari sepakbola?
Seumur hidup saya. Saya tinggal di London Utara, bertetanggaan dengan (markas) Arsenal. Saya tentu tidak bisa tidak mendukung klub asal tempat tinggal sendiri. Jadi, saya tentunya mendukung Arsenal, klub lokal saya. Dan kemudian, saya pergi ke luar negeri.
Tapi tetap saja, setiap saya pulang ke Inggris, biasanya orang mengecek tiket penerbangan, tapi yang saya lakukan pertama kali ketika hendak pulang ke Inggris adalah melihat jadwal pertandingan (Arsenal). Main di mana, tik…tik…tik… pesan, baru saya cari penerbangan. Sepakbola harus lebih didahulukan daripada tiket penerbangan.
Kapan pertama kali menonton sepakbola?
Kali pertama saya menonton seingat saya pada 1973. Ayah saya mengajak menonton pertandingan Brighton karena kita tinggal di dekat Brighton saat itu. Tapi setelah itu, kita melihat pertandingan Arsenal an terus berlanjut setelah itu. Jika saya punya uang cukup, saya akan datang menonton Arsenal berlaga. Jika tidak ada uang, saya akan menonton yang lain, di divisi kedua mungkin. Saya sering menonton pertandingan divisi lain. Tapi kalau saya punya uang cukup, saya akan menonton Arsenal.
Apakah Liga Inggris sedemikian bagusnya dibanding liga lainnya?
Kamu mungkin berpikir tim (klub) Inggris bagus, tapi tim Inggris tidak memenangkan Liga Champion (baru-baru ini). Inggris juga tidak menang di Piala Eropa atau Piala Dunia. Saya tidak berpikir liga Inggris sebegitu hebatnya.
Lalu mengapa liga Inggris selalu menarik perhatian banyak orang?
Karena atmosfer dan penjualan mereka sangat bagus. Strategi penjualan untuk liga Inggris sangatlah baik – hal ini yang belum didapatkan oleh Spanyol, Italia, atau bahkan Jerman. Belum lagi orang sudah tahu tentang liga Inggris sejak 1970-an atau 1980-an. Orang-orang merasa familiar dengan liga Inggris. Jadi orang selalu tahu tentang tim seperti Liverpool, Manchester United, ataupun Arsenal sejak 30-40 tahun lalu.
Pertama kali Arsenal datang ke Indonesia itu tahun 1983. Jadi mereka sudah akrab dengan sepakbola Inggris. Kamu tidak akan mendengar tentang Real Madrid atau Barcelona dulu. Dan fans sepakbola sangatlah loyal. Contohnya, para pendukung Arsenal: The Gooners. Arsenal tidak memenangkan banyak piala, tapi kamu akan melihat makin banyak orang bergabung. Ketika kamu mulai mendukung tim kesayanganmu, biasanya kamu akan kukuh bertahan dengan itu.
Apa ketika berkeliling ke Thailand dan Bangladesh juga menonton sepakbola?
Tidak. Tidak ketika saya tinggal di sana. Tapi kadang, ketika saya berjalan-jalan untuk liburan, saya menonton bola di sana karena banyak teman saya yang menonton sepakbola di Thailand.
Apa perbedaan liga Indonesia dengan Thailand dari segi pendukungnya?
Pendukung Thailand juga sebenarnya ramai. Namun, Thailand hanya sekadar mengikuti penampilan. Mengekor pada tim yang kuat belakangan ini saja.
Pada 2009, tim-tim Thailand sangatlah buruk. Liga Thailand sama buruknya di 2009. Jadi Thailand sangat, sangat baru. Tapi ketika kamu melihat Indonesia, ada PSM Makassar (lahir) pada 1915. Ada Persebaya pada 1927, ada Persija Jakarta pada 1928. Indonesia punya banyak sejarah pada sepakbola. Sejarah inilah yang menjadi budaya.
Jika kamu bertanya kepada saya atau beberapa orang lain tentang para pendukung Persib Bandung yang datang mendukung di Gelora Bung Karno melawan PSMS pada 1984 pasti banyak yang ingat, meskipun itu berlangsung 30 tahun lalu.
Tapi di Thailand, ‘kamu ingat pertandingan bulan lalu?’ Pastinya tidak. Mereka tidak punya sejarah, tidak punya budaya dalam sepakbola. Sepakbola adalah hal baru untuk mereka.
Di Indonesia, tim yang kamu dukung adalah tim yang benar-benar kamu sukai. Namun, di Thailand yang baru demam sepakbola pada 2009, pendukungnya adalah para generasi baru.
Apa Anda sudah berjumpa dengan semua supporter klub sepakbola Indonesia?
Semuanya? Tidak, tidak semuanya. Karena banyak juga klub sepakbola yang tidak punya banyak fans setia.
Anda kenal Yuli Sumpil?
Saya bertemu dia bulan lalu. Saya bertemu dia di Filipina. Di Final AFF Suzuki Cup, di final di Filipina.
Di final? Bagaimana pendapat Anda tentang stadion Pakansari tempat final leg pertama?
Masih baru, salah satu yang paling baik di Indonesia. Masih banyak orang yang belum bisa merawat fasilitasnya, tapi ini Indonesia, bukan Singapura. Para supporter yang membuat sepakbola Indonesia begitu spesial.
Walaupun Indonesia tidak tangguh?
Lalu? Indonesia bukan Inggris. Indonesia tidak punya liga Inggris yang mengharuskannya menghabiskan banyak uang, kan? Yang penting budaya sepakbola Indonesia merupakan yang terbaik di Asia Tenggara.
Benarkah Indonesia nomor satu?
Ya. Sepanjang yang saya lihat.
Sudah pernah menonton Persipura?
Tidak di Jayapura, tapi saya sudah menonton mereka.
Bagaimana menurut Anda fanatisme supporter Indonesia yang mirip dengan suporter Amerika Selatan?
Ya (mirip), tapi saya tidak tertarik (dengan suporter Amerika Selatan). Lagi pula, pasti selalu ada perbedaan pada dasarnya. Kamu tidak meniru bagaimana mereka bertingkah laku di Amerika Selatan karena Amerika Selatan lebih besar, lama, dan tangguh. Di Amerika Selatan, banyak para pendukung yang tidak mempunyai kontrol terhadap klub lokalnya sendiri. Jadi, Indonesia tidak perlu berusaha meniru siapa pun. Malaysia dan Singapura malah hendak meniru Indonesia.
Bagaimana dengan perkelahian antar suporter di Indonesia?
Ya sebenarnya sama seperti Alexis Sanchez (salah satu penyerang Arsenal). Ia akan kesal sekali jika seri atau kalah, dan lebih baik dibiarkan dulu. Mereka harus sadar dulu. Kalah adalah bagian dari sepakbola, begitu juga kemenangan. Ketika seseorang menang, pasti akan ada yang kalah. Dan ketika kamu kalah, bukan berarti kamu bebas melakukan kekerasan atau kerusuhan.
Namun, itu juga datang dari klub sepakbolanya sendiri. Manajer di lapangan menyerang wasit, begitu pun pemain juga menyerang wasit, mereka tidak memberi contoh baik bagi para supporter. Ini salah satu masalah di Indonesia yang harus diselesaikan. Namun, sebenarnya ini bukan ranah orang asing (seperti saya) untuk memberi penyelesaian.
Sama saja seperti demo, kamu melihat orang banyak protes. Jika mereka pikir mereka benar atau tidak dihormati, mereka akan berdemo. Sepakbola pun demikian, mereka terus mengucap:" wasit goblok"! Melempar segala benda ke wasit. Itulah yang terjadi di masyarakat Indonesia.
Kamu harus sadar, sepakbola tidak akan menjadi "bersih".
Pernah terlibat dalam kerusuhan?
Tidak pernah, tidak di Inggris, tidak ada alasan juga untuk memulainya di Indonesia. Saya sering melihat kerusuhan terjadi, tapi tidak pernah ikut dalam hal itu. Jika saya ikut, tentunya koran nasional akan memuat wajah saya dengan judul: Bule Riot.
Pernah dilempari atau semacamnya saat menonton?
Apa orang Indonesia akan melakukan hal tersebut? Saya tinggal di sini selama 15 tahun dan saya rasa orang Indonesia cukup bersahabat. Mereka sering berkata: Hello, mister. Mau kemana? (Saya jawab): nonton sepakbola. ‘Whoaa! Dia bisa ngomong Indonesia’.
Mereka sangat bersahabat dan meski suka mengejutkan saya, mereka sangat bersahabat.
Kenapa menulis buku Sepakbola: Indonesian Way of Life?
Kenapa? Buka Google, dan cari tentang Arsenal. Silakan, coba cari Arsenal di Google. Ketika saya menulis buku ini, saya sudah menjadi orang Inggris yang menulis tentang sepakbola Indonesia di tempat asalnya. Itu gila.
Indonesia adalah negara terbesar keempat di dunia. Dia punya sepakbola, sepakbola dengan kultur budaya terbaik di area Asia Tenggara dan lebih banyak pendukung bahkan di pertandingan divisi bawah – dan tidak ada satupun di dunia yang tahu tentang sepakbola Indonesia. Orang hanya melihat Indonesia melalui berita. Di negara lain, Indonesia dikatakan penuh dengan kekerasan, gempa bumi, tsunami. Semuanya adalah artikel bernada negatif.
Ketika saya memulai (web) Jakarta Casual, saya mencoba menulis tentang Indonesia, sisi berbeda dari Indonesia. Tidak masalah beberapa orang menulis dengan niat mengubah persepakbolaan Indonesia dan percaya itu harus terjadi. Setiap bule punya ekspektasi: mengatakan kalian harus melakukan itu, kalian harusnya melakukan ini. Itu tidak akan terjadi.
Jadi jika orang-orang Indonesia lain menulis tentang bagaimana mereka mempengaruhi pemerintah, saya hanya mencoba untuk membuat buku yang dipublikasikan di Inggris – itu sasaran utama. Jadi, mereka bisa mengetahui tentang sepakbola Indonesia. Sedikit kaget ketika saya mengetahui buku ini dipublikasikan di Indonesia lebih dulu – saya berharap ini diterbitkan di Inggris. Saya berharap orang tidak lagi mengatakan mereka tidak tahu tentang sepakbola Indonesia. Saya berharap mereka akan membaca dan ketika itu mereka akan mengatakan: Wow!
Karena ini berita yang langka. Indonesia negara dengan populasi terbesar keempat di dunia dan kita semua tidak tahu tentang sepakbolanya. Mereka menemukan berbagai hal tentang Arsenal dan semacamnya, tapi ketika menyinggung tentang Indonesia, mereka tidak menemukan apa-apa.
Karena itu di bagian pertama, saya menuliskan tentang tim di Papua (Persipura). Saya ingin memberitahu orang-orang tentang sepakbola Indonesia pada mereka yang tidak berada di Indonesia.
Jadi pentingkah untuk mendistribusikannya di Indonesia?
Tentu, karena di Indonesia saja banyak orang tidak tahu mengapa kita menggandrungi sepakbola. Saya beritahu istri saya bahwa saya ingin menonton sepakbola, dan dia terus berkata: "Ga mau, ga mau." Tapi sekarang: Eh, ini menyenangkan juga, ya?
Jadi sepakbola Indonesia sangatlah menghibur. Saya ingin memberitahu orang-orang tentang ini. Sepakbola Indonesia tidak sempurna, tapi menyenangkan. Jika kamu ingin mengetahui tentang pemerintah Indonesia, gaya hidup Indonesia, kamu bisa melihatnya melalui sepakbola. Jadi nanti saya akan menambahkan sub-bab di buku saya ini tentang Surabaya, tentang Bonek.
Kenapa tidak ada satu pun pemain muda Indonesia yang memiliki keterampilan pemain dunia?
Tengoklah Inggris. Coba hitung berapa banyak uang yang mereka habiskan untuk sepakbola. Kita tidak menemukan pemain kelas dunia juga, tidak semudah itu. Kita menghabiskan banyak uang di sepakbola untuk hal tersebut.
Di Indonesia, hal itu masih sulit karena kita tidak mempunyai pengorganisasian yang jelas. SSB di sini, SSB di sana, SSB di situ, tapi mereka tidak nyambung satu sama lain. Mereka melakukan segalanya dengan caranya sendiri. Kita sebenarnya punya pemain bagus di SSB Kupang, Muhammad Hera, tapi tidak ada yang tahu tentang dia. Karena tidak adanya komunikasi di antara SSB. Selama ini tidak ada komunikasi, tidak ada pengorganisasian.
Para pemain muda tidak mendapat kesempatan untuk dibentuk. Mereka pemain bagus, tapi kebanyakan dari mereka matang di usia 30 atau bahkan 40. Padahal yang mereka butuhkan hanya latihan. Dan ketika tidak ada organisasi yang memberi perhatian pada generasi muda, hal itu akan menjadi masalah di 10 tahun ke depan. Itulah alasannya. Meskipun mereka bagus, ketika mereka masuk ke liga, banyak pemain lain yang lebih bagus, negara lain mempunyai jumlah pertandingan yang lebih intens. Terlalu banyak masalah di liga Indonesia.
Jika bertemu dengan Thailand lagi, apakah Anda berpikir Indonesia bisa menang?
Tidak. Indonesia membutuhkan konsistensi. Mereka terus mengganti pelatih, mereka tidak bisa melakukan itu. Mereka juga ditendang keluar dari FIFA. Mereka juga terus mengadakan pertandingan liga dengan PSSI yang belum stabil. Mereka terus sibuk di level yang rendah. Saya pikir Indonesia butuh fokus di liga U-21 atau U-19 yang saya dengar sedang didiskusikan. Tapi mereka butuh pelatih untuk melakukan itu, melakukan selama 3-4 tahun secara matang. Mereka perlu mempercayai pelatih untuk melakukan itu – yang sepertinya tidak akan terjadi.
Padahal, tidak ada yang menyangka Indonesia akan bisa ambil bagian di Manila. Ketika Indonesia di tengah istirahat babak bertama melawan Thailand (di laga pertama babak grup AFF 2016), Indonesia tertinggal 2-0. Ya, kita memang tidak pulang saat itu. Tidak ada yang menyangka Indonesia bisa mencapai semifinal, tidak ada yang menyangka juga Indonesia bisa ke final, kita sangat beruntung dan tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi. Indonesia bermain sangat-sangat bagus. Tapi mereka juga sangat-sangat beruntung.
Di SEA Games, keberuntungan tidak akan selalu menyertai.
Anda mengoleksi pernak-pernik tim sepakbola Indonesia?
Sedikit, saya tidak memiliki terlalu banyak. Klub seharusnya mampu membuat sendiri, bukan dari pihak ketiga yang memproduksi barang-barang mereka.
Ada tim favorit di Indonesia?
Tidak ada.
Siapa pelatih terbaik yang pernah Anda temui?
Sulit untuk menyebutkan satu nama. Saya pikir pelatih harus bisa menanggung seluruh beban berat di punggungnya. Mereka memilih para pemain dalam seleksi, dan ketika ada masalah segalanya akan menjadi salah, berantakan.
Saya pikir pelatih perlu meniru apa yang dilakukan oleh Rahmad Darmawan. Ia pergi ke luar negeri dan mencoba bekerja di negara yang berbeda. Jackson F. Tiago pun demikian. Belakangan ini dia pergi ke Malaysia. Ia bekerja di divisi 2 liga Malaysia. Saya pikir 4 atau 5 pelatih cukup. Ketika mereka kembali ke Indonesia, mereka bisa memberikan pengaruh positif pada pemain di Indonesia.
Semua membutuhkan itu. Kenapa Thailand sangat kuat sekarang? Ketika 1993-1994 saat mereka kaya akan pemain muda berbakat, yang di sana disebut Dream Team, Kiantisuk (Senamuang) dan teman-temannya, pergi melancong ke Singapura, Vietnam, atau Malaysia saat mereka beranjak dewasa. Mereka pergi ke negara-negara yang berbeda.
Selain karena uang yang banyak, pengalaman yang mereka dapat dari luar negeri menjadi persenjataan Thailand untuk menjadi tim terbaik di Asia Tenggara. Indonesia berkutat dengan SEA Games, Thailand sudah berpikir tentang Piala Asia dan Piala Dunia.
Gary Neville tidak pernah terlahir sebagai pesepakbola yang hebat sejak awal, tapi dia bekerja keras, sangat keras dalam latihan. Alexis Sanchez juga sama. Dia memiliki keterampilan yang hebat, tapi dia juga bekerja keras, sangat keras. Dan kalau mereka tidak bekerja keras dalam dunia persepakbolaan, kamu tidak akan menjadi apa-apa.
Kalau pelatih malas, dia tidak menjadi apa-apa. Suporter malas, dia tidak mendapat apa-apa. Pemain tidak perlu menjadi terampil, mereka hanya perlu bekerja keras, sungguh-sungguh keras.
Apa yang paling Anda ingin saksikan ketika menonton pertandingan di Indonesia?
Suporternya, biasanya saya melihat para pendukungnya. Tapi ini satu kesatuan, semuanya adalah bagian dari pengalaman menonton. Kamu datang ke pertandingan, melihat apa yang terjadi di lapangan, apa yang dilakukan oleh para fans. Jadi itu semua satu kesatuan. Pengalaman menonton sepakbola Indonesia.
Berapa pertandingan yang telah Anda tonton?
Di hidup saya, mungkin sekitar 1.000 pertandingan. Di Indonesia, sekitar 200.
Sudahkah Anda menonton seluruh tim?
Tidak semua, tapi cukup banyak. Juga di Divisi Utama dan Liga Nusantara.
Kenapa tertarik dengan pertandingan Divisi Utama?
Kenapa tidak?
Bukankah itu agak jarang?
Benarkah?
Orang berbicara tentang ISL, kenapa Anda malah menonton Divisi Utama?
Pernahkah kamu mendengar tentang tim bernama PSS Sleman? Tahun kemarin, mereka mempunyai jumlah pendukung terbanyak dalam satu pertandingan melebihi semua tim yang ada di Thailand. Mereka mempunyai jumlah pendukung melebihi tim-tim di Malaysia. Mereka ada di kasta kedua liga Indonesia, dan mereka tetap mempunyai pendukung lebih banyak.
Mereka memiliki lebih dari 22.000 penonton di setiap pertandingan. Buriram United (Thailand)? Johor Darul Ta’zim (Malaysia)? 13, 14, 15 ribu. Mereka merupakan tim dengan jumlah penonton tertinggi di liganya masing-masing. Muangthong United (Thailand): 13-14 ribu. PSS Sleman: 22,23 ribu. Jadi saya tidak paham mengapa orang tidak peduli dengan pertandingan di luar ISL.
Manakah stadion terbaik di Indonesia?
Mungkin PSS Sleman, Stadion Maguwuharjo. Di sana bagus, tidak ada lintasan lari, hal ini membuatnya menjadi lebih fokus. Semua stadion di Inggris tidak memiliki lintasan lari di dalam stadion.
Inggris menghabiskan banyak uang untuk stadion. Sedangkan di Jakarta, sebagian uang dihabiskan dengan berbelanja di mal. Jika Anda lihat pembangunan stadion belakangan ini, Jakabaring, Palaran – semuanya ditempatkan di luar pusat kota, seperti Stadion Bung Tomo, Surabaya. Sangat sulit untuk menjangkau daerah tersebut. Mengapa? Karena tanah di sana lebih murah. Ini karena pemerintah tidak mau benar-benar membangun stadion, investor tidak mau membangun stadion.
Stadion Arsenal (Emirates Stadion) seluruhnya dibangun dan dibiayai oleh Arsenal, bukan pemerintah. Di Inggris, stadion dimiliki oleh klub sepakbolanya. Di Indonesia, Pakansari dimiliki oleh pemerintah daerah. Di pusat kota, tanah sangat mahal, jadi banyak stadion bagus yang tidak dapat terjangkau.
Tidak ada yang peduli dengan infrastruktur, yang mereka pedulikan adalah harga yang lebih murah. Jadi ketika kamu pergi ke stadion, pasti macet. Ketika kembali, sama juga macetnya dan kita terjebak di antara kemacetan. Ini juga sebabnya kenapa kenapa kebanyakan stadion digunakan untuk berbagai olahraga, bukan hanya sepakbola. Harga murah.
Itu sebabnya mereka membangun stadion, untuk PON (Pekan Olahraga Nasional). Ini juga sebabnya kenapa Samarinda mempunyai stadion sangat besar, tetapi seringkali kosong. Tidak ada yang menggunakannya, karena tidak ada yang mau ke sana. Sulit untuk transportasi, bahkan transportasi umum tidak ada.
Bagaimana pendapat Anda tentang Liga Nusantara?
Sepakbola. Mereka tetap memainkan sepakbola. Tentunya dengan penonton yang lebih sedikit, tapi kita harus melihat segala jenis sepakbola di negara ini, jadi saya pergi ke Cilegon. Pergi ke Sleman, ke Bantul untuk menonton berbagai pertandingan. Karena sepakbola yang saya pedulikan.
Apakah Indonesia tidak mungkin menjadi tuan rumah Piala Dunia?
Untuk 5 tahun ke depan, tentunya mustahil. 2022 di Qatar, 2026 masih belum ditentukan. Tapi, Indonesia tidak bisa menjadi tuan rumah 2026. Untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia, Indonesia butuh stadion dan pembangunan yang memadai. Saat ini, Indonesia belum memiliki stadion yang memadai. Jadi, saat itu (ketika Indonesia mengajukan diri menjadi tuan rumah Piala Dunia), tentunya juga tidak mungkin. Indonesia butuh investasi, dan itu belum berjalan hingga sekarang.
Apa pengalaman paling menarik dalam menonton sepakbola di Indoensia?
Terlalu banyak, terlalu banyak kegembiraan.
Saya pergi ke Malaysia untuk menonton final Piala AFF Suzuki Cup di Malaysia bersama 15.000 penonton Indonesia lainnya. Sangat menyenangkan.
Saya pergi ke Madura mendukung tim tamu, saya mendapat badai umpatan di sana. Saya pergi ke Samarinda – saya tidak pernah pergi ke Samarinda sebelumnya – tapi saya pergi ke sana hanya untuk menonton pertandingan sepakbola dan orang-orang di sana sangat luar biasa. Ke manapun Anda pergi dan menemukan orang-orang baik, tentunya menjadi pengalaman yang berharga.
Saya pikir ketika saya pergi ke Arema juga pengalaman yang sangat menarik. Anda akan melihat menara biru berdiri tegak di sana. Dukungan mereka sangat luar biasa, sangat indah untuk dilihat.
Saat saya pergi ke Manila tahun lalu bersama pendukung Indonesia, ketika Indonesia mengalahkan Singapura di laga terakhir, kegembiraannya, semangatnya, kesenangan di dalam stadion, gairahnya – menjadi bagian dari itu semua sangatlah luar biasa.
Ketika saya menonton pertandingan final Indonesia melawan Thailand di luar stadion Pakansari saya menemui seorang Bobotoh. Sontak saya menyapanya: kamu Bobotoh ya? Dia terlihat begitu kaget dan mengatakan, ”Apa ini? Bule bisa bicara Indonesia.”
Begitu menyenangkan bertemu dengan orang-orang seperti itu.
Bagaimana pendapat Anda tentang loyalitas para pendukung klub kecil?
Apa kamu ingin mengikuti arus kerumunan orang banyak? Saya pernah melihat orang Indonesia sekitar 4-5 orang yang mendukung Sevilla (saat melayani eksebisi dengan Pelita Bandung Raya). Bukan Real Madrid, bukan juga Barcelona, tapi Sevilla.
Intinya, kita mendukung klub asal kota kita, suport tim lokal sendiri. Jika kamu pergi ke Singapura, semua orang mendukung klub-klub Inggris. Di sini, masyarakat mendukung klub kotanya sendiri. Orang China seperti Thailand, sepakbola baru terbentuk 2-3 tahun lalu. Mereka tidak akan bertahan lama.
Saya sendiri jatuh cinta pada Arsenal sebelum menonton pertandingan pertama Arsenal melawan West Ham. Hal ini karena Arsenal adalah klub asal kota saya. Saya membaca banyak hal tentang mereka. Saya menggalinya sendiri dan mengetahuinya sendiri. Saya tidak mampu mengingat semuanya, tapi saya belajar sendiri
Siapa pemain favorit Anda di Arsenal?
Liam Brady, Dennis Bergkamp.
Anak Anda juga seorang Gunners?
Tentu saja, pastinya.
Dan bagaimana jika ia berubah pikiran setelah beranjak dewasa?
“Tidak masalah jika kamu memilih itu, tapi kamu harus tinggal besama kakek dan nenekmu. Tidak di rumahku.”
Siapa pemain terbaik Indonesia menurut Anda?
Budi Sudarsono, pemain yang sangat terampil di lapangan. Hamka Hamzah, secara teknik sangat bagus.
Anda tidak membutuhkan waktu lama untuk mengetahui bahwa mereka sangat bagus. Ketika itu saya menonton mereka lagi dan lagi.
Dari mana asal nama Jakarta Casual?
Saya berpikir cukup lama tentang hal ini sebagai nama situs website saya. Jika saya memakai nama Antony, mungkin tidak akan ada yang mengingat. Tapi ketika Jakarta Casual, pendek, mudah untuk diingat, akhirnya saya pilih nama ini sebagai nama akun Twitter, Facebook, dan website. Semua ini tentang branding. Saya sudah menggunakannya sejak 11 tahun lalu di situs saya.
Apa ada rencana tentang buku berikutnya?
Proyek berikutnya masih tentang seputar sepakbola Indonesia, tapi dari sudut pandang yang berbeda. Tentunya karena masih belum banyak orang yang menulis tentang sepakbola Indonesia.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Zen RS