Menuju konten utama

Bubur Samin Masih Jadi Takjil Favorit di Solo

Takjil bubur samin di Masjid Darussalam Jayengan, Serengan, Solo, Jawa Tengah masih menjadi favorit banyak warga. Kini, peminatnya tak hanya dari Solo, tapi juga luar daerah.

Bubur Samin Masih Jadi Takjil Favorit di Solo
Petugas membagikan bubur samin banjar kepada warga yang mengantre di halaman masjid darussalam, solo, jawa tengah, rabu (8/6/2016). Antara foto/maulana surya.

tirto.id - Ratusan orang tampak antusias mengantre untuk mendapatkan takjil (makanan untuk berbuka puasa) berupa bubur samin di Masjid Darussalam Jayengan, Serengan, Solo, Jawa Tengah, pada Minggu petang (28/5/2017).

Warga yang ingin mendapatkan bubur samin sudah berdatangan melakukan antrean sejak pukul 16.00 WIB. Seperti biasa, mereka terlihat membawa wadah sendiri dari rumah untuk mendapatkan jatah takjil bubur samin itu.

Takjil bubur legendaris di Solo ini tidak hanya menarik minat warga sekitar, tetapi juga dari luar daerah, seperti Karanganyar, Klaten, dan Sukoharjo.

Gatot (40), warga asal Boyolali, mengaku sengaja datang ke Masjid Darussalam Jayengan Solo untuk mendapatkan bubur samin. Dia juga membawa takjil itu sebagai oleh-oleh untuk keluarganya di rumah.

"Saya berharap dengan mendapat bubur samin, keluarga saya mendapat berkah dan keselamatan," kata Gatot seperti dilaporkan Antara.

Ketua Pengurus Masjid Darussalam Solo, Rosyidi Muchdlor mengatakan hidangan bubur samin sebenarnya merupakan makanan biasa khas Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Bubur ini di Kalimantan biasa dijual setiap hari. Tapi, di Kota Solo, bubur samin hanya dibuat pada bulan Ramadan dan hari raya umat Islam.

Rosyidi menceritakan bubur samin dibawa oleh pendatang asal Martapura ke Solo. Masjid Darussalam semula berupa langgar atau mushola di Jayengan yang didirikan pada tahun 1907 oleh para saudagar dan pengrajin batu mulia asal Martapura, Banjarmasin.

Para pedagang perantau itu lalu berinisiatif membangun langgar di Jayengan dengan dinding dari anyaman bambu. Mereka lantas membangun langgar itu menjadi masjid dengan dinding tembok seperti sekarang ini pada 1930-an.

Masjid itu sejak zaman dahulu merupakan tempat pertemuan para saudagar di Kota Solo. Saat mereka berkumpul dan bersilaturahmi, terutama pada bulan puasa, disajikan hidangan takjil berupa bubur samin. Kebiasaan itu diperkirakan mulai muncul pada 1960-an hingga sekarang.

Bubur itu, kata Rosyidi, dimasak dengan minyak samin yang ciri khas warnanya kekuningan, kemudian ditambah sejumlah rempah, seperti kapulogo, kayu manis, dan lainnya diramu menjadi satu.

"Bubur beras ini juga diberikan daging dan sayuran serta diaduk selama kurang lebih 4 jam," kata Rosyidi.

Menurut dia, untuk menyediakan takjil bubur samin pada bulan puasa tahun ini, takmir masjid Darussalam rata-rata menghabiskan 45 kilogram beras per-hari.

Ia mengatakan bahwa bubur samin tidak hanya untuk masyarakat miskin, tetapi semua kalangan agar bisa merasakan kenikmatan rasa bubur itu, sekaligus menyemarakkan Ramadan.

Baca juga artikel terkait RAMADHAN atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: antara
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom