tirto.id - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan tsunami yang terjadi di beberapa pantai di Selat Sunda, di antaranya di Kabupaten Pandeglang, Anyer, Serang, dan Lampung Selatan tidak dipicu gempa bumi tektonik.
"Berdasarkan rekaman seismik dan laporan masyarakat, peristiwa ini tidak disebabkan aktivitas gempa bumi tektonik, tapi sensor Cigeulis (CGJI) mencatat adanya aktivitas seismik dengan durasi ± 24 detik dengan frekuensi 8-16 Hz pada pukul 21.03 WIB," menurut keterangan tertulis BMKG yang diterima Tirto, Minggu (23/12/2018).
BMKG menyebut tsunami terjadi pada Sabtu (22/12/2018) sekitar pukul 21.27 WIB. Kemungkinan tsunami terjadi akibat longsor bawah laut karena pengaruh erupsi Gunung Anak Krakatau.
Pada saat bersamaan terjadi gelombang pasang akibat pengaruh bulan purnama, sehingga ada kombinasi antara fenomena alam yaitu tsunami dan gelombang pasang.
Badan Geologi mendeteksi pada pukul 21.03 WIB Gunung Anak Krakatau erupsi kembali dan menyebabkan peralatan seismograf setempat rusak. Namun seismik Stasiun Sertung merekam adanya getaran tremor terus menerus (tidak ada frekuensi tinggi yang mencurigakan).
Kemungkinan material sedimen di sekitar Anak Gunung Krakatau di bawah laut longsor sehingga memicu tsunami.
Tsunami yang menerjang pantai di sekitar Selat Sunda menyebabkan korban jiwa dan kerusakan. Data sementara hingga Minggu (23/12/2018) pukul 04.30 WIB tercatat 20 orang meninggal dunia, 165 orang luka-luka, 2 orang hilang dan puluhan bangunan rusak.
"Data korban kemungkinan masih akan terus bertambah mengingat belum semua daerah terdampak di data," ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho melalui keterangan pers, Minggu (23/12/2018).
BNPB mengimbau masyarakat tetap tenang dan jangan terpancing isu yang menyesatkan. Masyarakat dihimbau tidak melakukan aktivitas di pantai Selat Sunda untuk sementara waktu. BMKG dan Badan Geologi masih melakukan penelitian lebih lanjut.
Menurut BNPB, Bupati Pandeglang telah berkoordinasi dengan Kepala BNPB untuk penanganan darurat.
Editor: Dipna Videlia Putsanra