Menuju konten utama

BMKG Bantah Mitos Soal Negara Rawan Bencana Tak Bisa Maju

Situasi rawan bencana juga dihadapi banyak negara lain seperti Jepang, New Zealand, dan Amerika Serikat.

BMKG Bantah Mitos Soal Negara Rawan Bencana Tak Bisa Maju
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati memberikan keterangan kepada wartawan saat meninjau lokasi longsor yang disebabkan cuaca ekstrem di Kecamatan Imogiri, Bantul, Yogyakarta, Senin (18/3/2019). tirto.id/Irwan A. Syambudi

tirto.id - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Dwikorita Karnawati menepis anggapan soal negara rawan bencana gempa dan tsunami tidak dapat maju dan berkembang.

Menurut Dwikorita anggapan tersebut hanyalah mitos belaka. Baginya hal terpenting adalah dengan melakukan mitigasi yang tepat.

Sehingga meski Indonesia termasuk wilayah yang rawan bencana gempa dan tsunami tetapi bisa tetap memiliki peluang besar untuk menjadi negara maju. Terlebih didukung dengan letak geografis Indonesia dan kekayaan sumber daya alam yang melimpah.

"Meskipun Indonesia rawan gempa dan tsunami, tapi InsyaAllah dengan rahmat Allah SWT hal itu dapat kita mitigasi dengan kemajuan teknologi saat ini," ungkap Dwikorita dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi Tirto.

Dwikorita mengatakan, Indonesia tidak sendiri. Situasi rawan bencana juga dihadapi banyak negara lain seperti Jepang, New Zealand, dan Amerika Serikat. Namun, negara-negara tersebut mampu membuktikan kepada dunia bahwa mereka bisa menjadi negara maju dengan pertumbuhan ekonomi dan teknologi yang pesat.

Dwikorita menuturkan, kodrat Indonesia sebagai negara kepulauan yang rawan bencana gempa dan tsunami harus dijadikan motivasi bersama untuk memperkuat mitigasi bencana.

Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut mencontohkan gempa bumi yang menghantam Kota Kobe, Jepang tahun 1995 lalu. Faktanya, sebagian besar korban yang selamat itu karena pertolongan diri sendiri, yakni mencapai 34,9 persen.

"Sementara mereka yang selamat karena pertolongan keluarga sebanyak 31,9 persen, pertolongan teman atau tetangga 28 persen, pertolongan pejalan kaki 2,6 persen, pertolongan oleh tim penyelamat 1,7 persen, dan pertolongan lainnya hanya 0,9 persen," paparnya.

"Artinya, masyarakat Kobe sudah sangat siap menghadapi bencana, dan mereka yang paham mitigasi gempa memiliki peluang lebih besar untuk selamat," tambah Dwikorita.

Baca juga artikel terkait BMKG atau tulisan lainnya dari Nur Hidayah Perwitasari

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Nur Hidayah Perwitasari
Editor: Iswara N Raditya