Menuju konten utama

Bisnis Bimbel: Dari Paket Rp150 ribu sampai Rp56 juta

Semakin mahal semakin mendapatkan layanan bimbel serba eksklusif.

Bisnis Bimbel: Dari Paket Rp150 ribu sampai Rp56 juta
Ilustrasi Bisnis Bimbel. tirto.id/Lugas

tirto.id - Jika seorang berlari dengan kecepatan 20 km/jam, dia akan menempuh jarak 6 km lebih pendek dibandingkan apabila dia berlari dengan kecepatan 25 km/jam dalam waktu yang sama, maka jarak terjauh yang sebenarnya ditempuh adalah…

A.25 km; B. 30 km; C. 36 km; D. 40 km; E. 45 km

Seorang anggota grup percakapan WhatsApp mengirim sepotong kertas dengan soal di atas dan berkata, “Mohon bantuannya, kakak-kakak."

Anggota lain coba menjawab, “Kayaknya B,” lalu menyempilkan emotikon menyengir. Ia menuliskan cara penyelesaian:

t = s/v

t = x-6/20 = x/25

25x - 150 = 20x

25x - 20x = 150

5x = 150

x = 30

Meski berpotensi membosankan dan bikin pening, berbagi foto kertas berisi soal-soal serupa di atas jadi aktivitas wajar di grup itu. Seseorang melempar soal, yang lain coba menjawab. Jika benar, mereka berterima kasih. Jika salah, diskusi terjadi. Tak cuma dipakai untuk menyebar hoaks dan propaganda Pilpres 2019, serta hal-hal lain, WhatsApp tentu saja bisa menjadi tempat diskusi menyenangkan dan membahas soal matematis.

Setidaknya begitu di grup bernama ‘Bimbel @bimapknstan 20’ itu. Isinya sekitar 200-an orang yang berminat menjadi siswa Politeknik Keuangan Negara (PKN) Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2019.

Masuknya tak cuma-cuma. Per Januari kemarin mereka harus membayar Rp150 ribu.

Grup itu adalah salah satu layanan yang didapatkan oleh anggotanya setelah ikut bimbingan belajar (bimbel) premium, yang mengklaim diri sebagai "Bimbel dan Try Out Online SPMB PKN STAN termurah se-Indonesia Raya."

Promosi andalan lain: bimbel ini digagas alumni STAN, orang yang sudah pernah lulus SPMB PKN STAN. Bimbel ini salah satu yang paling populer di Instagram, terutama di kalangan bimbel dengan peminatan khusus STAN. Pengikutnya lebih dari 38 ribu.

Tentu saja bisnis ini tak dibangun Yudha Pradana, sang pendiri, dalam semalam. PNS di Bengkulu ini sudah merintisnya sejak 2010.

Peluang Bisnis

Bagi sebagian siswa SMA yang baru lulus, melanjutkan pendidikan di STAN bukan cuma pilihan, tapi juga impian. Biaya kuliahnya gratis, dan lulusannya dijamin jadi pegawai negeri sipil—cita-cita kebanyakan orang Indonesia.

Tahun lalu jumlah peserta SPMB PKN STAN sebanyak 147.702 orang, berdasarkan data Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Kementerian Keuangan. Setiap tahun peminatnya bertambah, rata-rata lebih dari 100 ribu orang per tahun.

Walaupun tak seluas ceruk pasar peminat perguruan tinggi negeri, Yudha Pradana melihat peluang usaha yang bisa dia olah dari para pemburu kursi STAN.

Pada 2010, Yudha mulai menulis buku pelajaran dan kumpulan soal yang terus diperbaruinya selama empat tahun berikutnya. Buku-buku itu terjual hingga 14 ribu eksemplar. Pada tahun ajaran 2016/2017, ia berinovasi dengan menyelipkan DVD berisi penjelasan soal-soal, yang juga laris.

Makin kencang penetrasi internet, inovasi Yudha makin berkembang pula. Ia membaca perubahan sifat pasar. Anak-anak generasi internet, dalam bahasa Yudha, “lebih malas membaca dan lebih sering bersama handphone. Maka, "saya buatkan aplikasi pembahasan soal dan try out yang sesuai kebutuhan mereka.”

Pada Januari 2018, ia mengunggah aplikasi itu di Google Play Store, yang bisa diunduh gratis. Isinya soal-soal yang dikumpulkan Yudha bertahun-tahun dengan konten pembahasan yang selalu dimutakhirkan.

“Tapi, keuntungannya enggak sekencang yang saya pikirkan,” tambah Yudha. Dalam empat bulan pertama, ia meraup Rp1,6 juta dari iklan. Hingga kini aplikasi itu masih ada, dan telah diunduh lebih dari 10 ribu kali dengan rating 4,5.

“Operasional sebenarnya ketutup, tapi kalau dihitung sebetulnya saya rugi. Terutama rugi waktu untuk mengembangkan aplikasi. Ini pekerjaan sampingan," ujar Yudha. "Saya punya pekerjaan utama (PNS) yang juga butuh waktu saya."

Solusinya, ia mengembangkan produk premium berisi simulasi try out yang dirancang semirip mungkin dengan SPMB PKN STAN. Dan dijual dengan harga murah plus jaminan bisa dipakai berulang kali. Ide ini muncul setelah Yudha melakukan riset pasar dan mengevaluasi paket-paket produk bimbel serumpun.

“Kebanyakan paket itu mahal. Ada yang sampai jutaan. Kamu bisa cek, dan terbatas cuma beberapa kali try out. Jadi, saya bikin produk yang bisa dipakai berulang-ulang, untuk latihan mereka (calon pendaftar STAN), dan grup WhatsApp supaya bisa diskusi soal bareng-bareng,” kata Yudha.

Kini, anggota Bima PKN STAN, bimbel yang dibuat Yudha, bisa mengerjakan 174 paket try out yang tersedia.

Sebelum menjualnya dengan harga Rp150 ribu per Januari kemarin, Yudha bertahap menjual produk premium itu dari Rp35 ribu, Rp50 ribu, Rp75 ribu, dan Rp100ribu. “Makin dekat SPMB, harganya memang saya bikin naik,” terang Yudha.

Per Januari 2019, Bima PKN STAN sudah punya 5 ribu anggota. Targetnya, 10-14 ribu anggota sampai SPMB PKN STAN 2019.

Yudha berkata pendapatannya dari bimbel antara Rp40juta sampai Rp60 juta per bulan. Bayangkan, jika target 5 ribu anggota tercapai, dikalikan Rp150 ribu, maka dengan harga murah saja, saya bisa untung, kata Yudha. “Ngapain saya pasang harga tinggi banget, tapi tidak banyak yang bisa menjangkau?”

Alasan lain Yudha menciptakan simulasi try out yang bisa dipakai berulang-ulang adalah karena ingin menyediakan layanan yang bisa dijangkau anak-anak di daerah. Ia meyakini keberhasilan seseorang lulus ujian STAN bukan berkat bimbel semata.

“Kalau anak-anak lulus, itu karena usahanya sendiri. Saya yakin itu. Yang giat latihan pasti kemungkinan lulusnya lebih besar. Jadi, bimbel enggak perlu mengklaim sudah meluluskan sekian anak. Toh, zaman sekarang satu anak bisa ikut di beberapa tempat bimbel sekaligus,” kata Yudha.

Buatnya, peminat STAN yang spesifik adalah sebuah jaminan usaha. Tiap tahun, akan selalu ada yang ingin masuk STAN selama biaya sekolahnya masih ditanggung APBN.

Memakai Nama Kampus

Bukan cuma Yudha yang melihat peluang bisnis di balik almamater kampusnya. Nama besar Universitas Indonesia, misalnya, dipakai bimbel bernama Bimbingan Alumni UI. Mengklaim sebagai “Bimbel Spesialis Masuk Universitas Indonesia”, bimbel ini sebenarnya menerima siswa yang ingin masuk PTN lain. Mereka sudah hadir sejak 2007.

“Keunggulan kami, (metode) yang kami pakai standar UI,” kata Raisa, manajer program Bimbingan Alumni UI. “Sejauh ini, SIMAK (Seleksi Masuk) UI terkenal paling sulit,” tambahnya tentang kelebihan bimbelnya.

Kelebihan lain, seperti namanya, semua pengajar dan staf adalah lulusan UI. Beberapa di antaranya bahkan editor yang biasa terlibat dalam SIMAK UI sehingga metode pembelajaran mereka lebih efektif, kata Raisa.

Kepercayaan diri itu tak cuma muncul dari klaim-klaimnya. Harga programnya punya pasar sendiri. Bila Yudha menyasar pelanggan yang suka harga murah, Bimbingan Alumni UI diakui Raisa menyasar anak-anak dari kalangan menengah ke atas. Dari sembilan program, harga paketnya dari Rp7juta sampai Rp56 juta. Bentuknya macam-macam, tapi bimbel ini mengutamakan pertemuan tatap muka.

Salah satu yang paling populer sekaligus paling laris adalah paket termahal: SUCCESS CAMP UI. Biayanya dari Rp35,5 juta sampai Rp56 juta. Tiap tahun, program ini hanya menerima kuota 80 siswa. “Bahkan yang daftar untuk program itu bisa 150 sampai 200 orang,” jelas Raisa.

Para peminat paket termahal itu diinapkan di sebuah apartemen selama sebulan dengan rancangan program yang telah dibikin sedemikian rupa. Metode belajarnya eksklusif.

“Belajarnya dari jam 8 pagi sampai 10 malam, dengan break yang sudah diatur. Ada yang private, ada yang satu kelas isinya cuma 5 orang. Biayanya mahal karena ada penginapan, makan, dan laundry,” tambah Raisa.

Larisnya program SUCCES CAMP UI yang harganya puluhan juta, dan bimbel rintisan Yudha yang harganya ratusan ribu, menunjukkan rentang pasar bisnis bimbel yang luas. Umur panjang Bimbingan Alumni UI serta prospek bisnis Yudha yang berkembang pesat menunjukkan pula ada sinar cerah dalam bisnis ini.

Infografik HL Indepth Bimbel

Infografik Bisnis Bimbel. tirto.id/Lugas

Prospek Bisnis Menjanjikan

Prospek bisnis bimbel juga dicermati baik oleh Quipper, salah satu bimbel daring populer asal Inggris. Pada 2015, mereka memutuskan masuk pasar Indonesia karena menilai potensi yang besar, negara kedua di Asia Tenggara yang didatangi Quipper setelah Filipina.

“Tahun pertama kami cuma punya sekitar 350 registered users,” kata Tri Nuraini, Kepala PR & Pemasaran Quipper Indonesia. Kini, Quipper Indonesia mengklaim punya 5 juta pendaftar, lebih besar dari pengguna di Filipina.

Salah satu faktor yang bikin ceruk bisnis ini makin stabil, menurut Nuraini, adalah jumlah calon mahasiswa di Indonesia yang terus meningkat. Menurut Statistik Pendidikan Tinggi, jumlah mahasiswa baru selalu di atas angka 1 juta sejak tahun ajaran 2010/2011.

“Makin ke sini, orang-orang juga makin sadar bahwa pendidikan semakin penting,” kata Nuraini. “Jadi, yang ikut bimbel akan selalu ada. Sejauh ini prospek Quipper juga bagus.”

Jumlah pendaftar Quipper yang meningkat berkali-kali lipat dalam tiga tahun menurutnya adalah bukti, selain makin menjamur bimbel daring.

Tapi, apakah artinya persaingan makin ketat?

“Kalau dalam pendidikan, kupikir bukan persaingan. Memang ada aspek bisnis. Tapi, makin banyak platform justru menurutku makin bagus buat masyarakat. Jadi medium untuk belajar makin banyak, tinggal pilih,” kata Nuraini.

Yudha Pradana yang melayani peminat STAN berpikiran serupa. Menurutnya, kehadiran bimbel-bimbel daring juga berpengaruh pada bimbel-bimbel konvensional yang mengandalkan program tatap muka. “Tapi, semua pasti bakal menyesuaikan bentuk bisnisnya,” katanya. Ia memilih menekuni bisnis bimbel daring karena sudah pernah mencoba usaha bimbel konvensional, yang menurutnya butuh lebih banyak modal.

“Pengajar, sewa tempat, listrik. Saya sudah pernah coba, kerja sama dengan bimbel yang memang punya tempat sendiri. Tapi, biayanya mahal sekali,” kata Yudha.

Raisa punya pandangan lain. Bimbel seperti Bimbingan Alumni UI yang lebih banyak punya program tatap muka tetap tak kehilangan peminat. “Pengajar kami kalau ngajar camp bisa bawa pulang Rp20-21 juta sebulan,” katanya. Banyak juga yang akhirnya berhenti dari pekerjaan tetap dan menjadi pengajar bimbel karena gaji sebagai guru les privat lebih besar, ujarnya

“Kalau memang yang rajin, sebulan bisa dapat Rp7-8 juta.”

Melihat prospek yang cerah, Yudha berencana mengembangkan Bima PKN STAN semakin besar. Kelak ia akan menyelipkan tutorial mengerjakan soal yang dijelaskan dalam bentuk video, mencontoh apa yang sudah dikerjakan beberapa bimbel daring. Hal macam ini telah dilakukan program Quipper Indonesia.

“Sekarang saya sedang bangun studio di rumah baru saya,” katanya. Studio itu nanti yang akan dipakai untuk tempat syuting pembuatan video.

Yudha menilai bimbel yang dia bikin berpeluang jadi bisnis rintisan, serta ada peluang menerima investasi dari luar. “Kalau melihat pendapatan saya sekarang, valuasinya bisa Rp1 miliar,” klaimnya.

Baca juga artikel terkait BIMBEL atau tulisan lainnya dari Aulia Adam

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Aulia Adam
Penulis: Aulia Adam
Editor: Fahri Salam